Intimidasi dan ancaman pembunuhan terhadap wartawan Detik.com perlu diusut tuntas polisi. Teror terhadap wartawan mengancam kemerdekaan pers. Pada gilirannya, teror terhadap wartawan membahayakan demokrasi.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah organisasi profesi jurnalis dan media menuntut agar kasus intimidasi terhadap wartawan Detik.com diusut hingga tuntas. Intimidasi tersebut dinilai mencederai kebebasan pers dan membayakan demokrasi secara keseluruhan.
Ketua Komisi Hubungan Antarlembaga dan Internasional Dewan Pers Agus Sudibyo saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (29/5/2020), mengimbau agar kasus ini segera dilaporkan ke Dewan Pers, baik oleh pihak yang memberitakan maupun pihak yang merasa dirugikan. Dewan Pers akan menganalisis bila pemberitaan Detik.com melanggar kode etik.
Intimidasi terhadap jurnalis Detik.com terjadi setelah berita tentang kegiatan Presiden Joko Widodo tayang pada 26 Mei 2020. Berita tersebut berisi tentang rencana Presiden membuka mal di Bekasi saat pandemi Covid-19. Informasi ini diperoleh dari Kepala Subbagian Publikasi Eksternal Humas Sekretaris Daerah Kota Bekasi.
Informasi ini kemudian direvisi oleh Kepala Bagian Humas Pemerintah Kota Bekasi. Pemkot menyatakan bahwa Presiden meninjau persiapan normal baru di Kota Bekasi. Mengutip pernyataan Aliansi Jurnalis Indonesia, perbaikan informasi ini telah disampaikan pada salah satu artikel Detik.com.
Namun, seusai perbaikan informasi yang diterbitkan Detik.com, jurnalis yang menuliskan beritanya kemudian menerima intimidasi, teror, dan doxing atau penyebaran informasi pribadi di internet dengan tujuan mempersekusi. Ia pun menerima ancaman pembunuhan melalui pesan singkat Whatsapp.
Jurnalis tersebut juga menerima sejumlah pesanan makanan dari ojek daring yang tidak ia pesan. Selain menyerang pribadi, intimidasi juga dialamatkan ke Redaksi Detik.com.
”Masalah ini harus terungkap pelaku dan motifnya. Kami berharap agar Detik.com segera mengadu ke Dewan Pers dan meminta perlindungan polisi. Kami juga akan koordinasi dengan kepolisian untuk masalah ini,” ujar Agus.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan mengatakan, ancaman terhadap wartawan Detik.com membahayakan demokrasi secara keseluruhan. ”Kebebasan pers adalah bagian dari kebebasan berekspresi, hal-hal yang menjadi penopang penting demokrasi. Kalau praktik seperti ini dibiarkan, bisa jadi model untuk membungkam orang untuk menulis berita kritis terhadap pemerintah. Sama dengan membuat demokrasi dalam bahaya,” katanya.
Hak jawab
Intimidasi terhadap wartawan dinilai bukan cara menyelesaikan berita yang bermasalah. Hal ini bisa diselesaikan dengan mengajukan hak jawab ke media atau mengajukan aduan ke Dewan Pers. Adapun sengketa dengan media massa diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Atal S Depari dalam keterangan tertulis mengecam intimidasi terhadap wartawan Detik.com. Menurut Atal, rangkaian intimidasi dan ancaman terhadap wartawan mencederai kemerdekaan pers. Hal ini pun bertentangan dengan UU Pers.
Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jakarta Asnil Bambani mengatakan, kekerasan dalam bentuk doxing terhadap wartawan pernah terjadi di Jakarta. AJI Jakarta mencatat ada empat jurnalis yang mengalami doxing karena pemberitaan.
Ada tiga kasus yang terjadi pada 2018 yang terjadi pada jurnalis Detik.com, Kumparan.com, dan CNNIndonesia.com. Sementara itu, satu kasus terjadi pada 2019 pada jurnalis yang bertugas untuk kantor berita Al Jazeera. Belum ada satu kasus pun yang tuntas diproses aparat penegak hukum.
Menyikapi hal ini, AJI Jakarta menyampaikan empat hal. Salah satu di antaranya mendesak polisi agar segera mengusut dugaan pidana doxing, kekerasan, dan ancaman pembunuhan hingga tuntas.
”Kami menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk ikut menjaga dan mengembangkan kemerdekaan pers. Jika ada sengketa pemberitaan, silakan diselesaikan dengan cara yang beradab, yaitu meminta hak jawab atau melapor ke Dewan Pers,” katanya.
Sementara itu, Forum Pemimpin Redaksi Indonesia menyatakan bahwa jurnalis dan pers tidak luput dari kesalahan. Namun, kesalahan pemberitaan tidak boleh menjadi alasan intimidasi, teror, kekerasan, dan ancaman pembunuhan.
Dalam keterangan tertulis yang ditandatangani Ketua Forum Pemred Kemal Gani, Forum Pemred menyatakan, jurnalis dalam bekerja dilindungi oleh undang-undang. Apabila ada tindakan-tindakan yang menghalangi kebebasan pers, termasuk mengintimidasi jurnalis, maka aparat penegak hukum harus menegakkan hukum dengan adil.
”Bila ada berita yang dianggap salah, silakan melakukan koreksi melalui jalur yang sudah ada dengan mengirimkan permintaan hak jawab ke media bersangkutan. Jika tidak memperoleh tanggapan seperti diharapkan, dapat mengadukan masalahnya ke Dewan Pers. Bukan lewat pengerahan buzzer dan intimidasi di media sosial,” ujar Kemal. (*)