Kelesuan ekonomi bukan akhir dari segalanya. Masih ada peluang yang bisa dimanfaatkan para pencari kerja berkemampuan khusus. Peluang ini ada karena pergeseran pola konsumsi warga saat pandemi.
Oleh
SKA/ERK/JUD
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Lesunya perekonomian tak berarti menutup semua kesempatan untuk berkembang. Sebagian pelaku usaha rintisan yang berbasis teknologi digital justru aktif merekrut pekerja baru selama pandemi Covid-19. Peluang ini bisa ditangkap para pencari kerja yang terdampak pandemi.
Per Kamis (28/5/2020), terdapat 447 usaha rintisan, mayoritas berdomisili di Amerika Serikat, yang aktif merekrut pekerja baru. Informasi ini diperoleh dari Jai Sajnani, pemimpin New Enterprise Associates.
Sajnani membuat basis data daring berisi daftar usaha rintisan berbasis teknologi digital. Lowongan kerja itu merambat hingga ke para pelaku usaha rintisan di Indonesia. ”Saat ini kami juga membuka peluang bagi talenta-talenta di Indonesia,” ujar Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung.
Saat ini kami juga membuka peluang bagi talenta-talenta di Indonesia.
Sementara itu, riset dari survei berjudul Implications of Covid-19 for Retail and Consumer Goods in Indonesia yang diadakan McKinsey&Company menyebutkan, 40 persen responden membeli barang lebih sering melalui sistem elektronik atau e-dagang. Perubahan pola belanja ini berdampak positif pada kebutuhan sumber daya manusia (SDM) untuk menguatkan perusahaan e-dagang.
”Kami ingin lebih banyak lagi anak muda yang terlibat di pertanian sebagai bentuk regenerasi dalam menjaga ketahanan pangan,” tutur VP of Corporate Services TaniHub Group Astri Purnamasari.
Di sisi kemampuan teknis, Astri menyebutkan, perusahaan mencari SDM yang memiliki keahlian, seperti penguasaan teknologi informasi, UI/UX,
pembelajaran mesin, saintis data, hingga kemampuan mengidentifikasi kualitas pangan.
Tenaga-tenaga kerja yang ingin bergabung di TaniHub Group mesti tangkas (agile), berpusat pada kemanusiaan (people-centric), berani, transparan, dan memiliki keberanian yang sejalan dengan visi-misi perusahaan.
Di tengah situasi ini, sebagian pengusaha bekerja keras agar tetap bertahan. Murtaja Azizah (24), pengusaha kedai kopi, menggenjot promosi di media sosial bahwa produknya bebas virus. ”Namun, membangun kepercayaan konsumen itu sangat sulit,” kata Azizah.
Azizah dan rekannya kemudian membuat kombucha, minuman teh fermentasi dengan bakteri. Inovasi dilakukan karena konsumen mencari minuman sehat. Ternyata respons konsumen positif, apalagi sementara ini belum ada pesaing di Samarinda, Kalimantan Timur.
Sementara itu, CEO Sparks Fashion Academy (SFA) Floery Dwi Mustika memindahkan pelatihan ke ruang digital. Dwi merasa tertantang karena akademi busana menitikberatkan pada praktik langsung di kelas. ”Juni 2020 kami akan membuat layanan home schooling,” ujarnya.
Belum pulih
Pantauan Kompas, kegiatan ekonomi di pusat-pusat niaga belum pulih karena pembatasan sosial. Sebagian toko di pusat-pusat perbelanjaan masih tutup. Transaksi perdagangan pun lesu. Kondisi ini tidak terlepas dari pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Lesunya aktivitas perdagangan terpantau di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang dikenal sebagai pusat tekstil dan garmen. Pertokoan hingga lapak berdagang di jembatan penghubung multiguna masih tutup. Biasanya, tempat itu selalu diserbu warga dari banyak daerah ketika masa Ramadhan dan Lebaran.
Walau demikian, sejumlah pedagang berusaha mencuri peluang dengan tetap berjualan meski sepi pembeli. ”Saya jualan supaya ada aktivitas dan menambah pemasukan,” kata Andri, pedagang kaki lima (PKL) di trotoar sekitar Blok A Tanah Abang.
Hal serupa dilakukan sebagian PKL di Pasar Pagi Asemka di Jakarta Barat. Roni, penjual kertas dinding, misalnya, nekat memindahkan barang dagangannya dari toko ke pinggir jalan. Walau harus kucing-kucingan dengan petugas penertiban, ia ingin melayani warga yang tetap datang ke kawasan pasar.
Gambaran ini menunjukkan bahwa warga membutuhkan alternatif usaha sebagai bagian dari adaptasi dengan situasi pandemi. Penurunan aktivitas perdagangan berimplikasi pada penurunan produksi, daya beli, dan penggunaan tenaga kerja. ”Pandemi Covid-19 ini akan memperbanyak alternatif pekerjaan baru karena banyak cara kerja kita yang berubah total,” kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J Supit.
Anton berpendapat, pemerintah perlu membuat perencanaan tenaga kerja untuk jangka panjang. ”Pemerintah perlu memetakan seperti apa permintaan barang dan jasa saat ini, lalu bagaimana kebutuhan tenaga kerjanya,” tuturnya.
Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo menyosialisasikan kenormalan baru yang mengizinkan kegiatan usaha kembali dengan protokol kesehatan. Kebijakan itu akan diterapkan di 25 kabupaten/kota di empat provinsi di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Gorontalo. (SKA)