UU Keamanan di Hong Kong Picu Reaksi Keras Negara-negara Barat
›
UU Keamanan di Hong Kong Picu ...
Iklan
UU Keamanan di Hong Kong Picu Reaksi Keras Negara-negara Barat
Parlemen China hampir secara bulat menyetujui penerapan undang-undang keamanan baru di Hong Kong. Negara-negara Barat menentang rencana itu dan menuding Beijing melanggar kesepakatan 1984.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·5 menit baca
BEIJING, KAMIS — Parlemen China di Beijing, Kamis (28/5/ 2020), secara resmi menyetujui pemberlakuan Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong. Langkah ini tidak saja membuat kondisi keamanan di Hong Kong semakin rawan dan bakal sering diguncang unjuk rasa kelompok pro-demokrasi yang khawatir kehilangan kebebasan politik dan sipil. Keputusan Beijing itu juga meningkatkan ketegangan antara China dan negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat.
Rancangan UU Keamanan Nasional lolos dalam rapat parlemen Kongres Rakyat Nasional (NPC) di Gedung Balai Agung Rakyat yang berakhir pada Kamis kemarin. Hampir semua anggota parlemen sepakat pada legislasi terkait keamanan di Hong Kong itu. Total 2.878 orang setuju, 1 orang menolak, dan 6 orang abstain.
Keputusan tersebut mencerminkan tekad pemerintahan Presiden China Xi Jinping untuk memperkuat cengkeraman kontrol atas Hong Kong menyusul unjuk rasa anti-pemerintahan di kota itu selama 11 bulan. Undang-undang tersebut bakal melarang tindakan-tindakan yang dikategorikan sebagai penghasutan, pemisahan diri, dan subversi. Undang-undang itu juga memungkinkan badan-badan keamanan negara China beroperasi di Hong Kong.
Selanjutnya, komite utama NPC akan menyusun rancangan UU itu. UU tersebut akan diundangkan oleh Pemerintah Hong Kong melalui legislatif di Hong Kong.
Rincian hukum UU Keamanan Nasional itu diperkirakan bakal disusun dalam beberapa pekan mendatang dan mulai diberlakukan sebelum September. Otoritas China dan pemerintah yang didukung Beijing di Hong Kong mengatakan, tidak ada ancaman terhadap otonomi di wilayah itu.
”Undang-undang itu tidak akan memengaruhi hak dan kebebasan yang dinikmati warga Hong Kong,” kata Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam. ”Pemerintah kota akan sepenuhnya bekerja sama dengan Beijing untuk menyelesaikan pekerjaan legislatif yang relevan sedini mungkin.”
Rencana pemberlakuan UU Keamanan Nasional itu telah memicu munculnya kembali protes besar di Hong Kong dalam beberapa hari terakhir. Polisi antihuru-hara diterjunkan di sejumlah wilayah Hong Kong. Penjagaan ketat itu diberlakukan bersamaan dengan sidang legislatif di Hong Kong, Kamis kemarin, untuk membahas undang-undang yang bisa mengkriminalisasi penghinaan pada lagu kebangsaan China.
Lusinan pengunjuk rasa berkumpul di sebuah pusat perbelanjaan. Mereka meneriakkan slogan-slogan menentang direnggutnya kebebasan. Tidak ada laporan bentrokan antara mereka dan aparat. Sehari sebelumnya, kepolisian menangkap sedikitnya 360 orang dalam unjuk rasa yang diikuti ribuan warga Hong Kong.
Respons Barat
UU Keamanan Nasional itu tidak hanya memicu kekhawatiran baru di Hong Kong, tetapi juga membuat marah sejumlah negara Barat, seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan Kanada. Mereka menyebut UU baru itu akan mengancam kebebasan dan melanggar kesepakatan Inggris-China tahun 1984 tentang otonomi di Hong Kong.
”Hong Kong berkembang sebagai benteng terakhir kebebasan,” demikian pernyataan negara-negara itu. Undang-undang keamanan yang baru akan mengurangi kebebasan rakyat Hong Kong dan, karena itu, mengikis secara dramatis otonomi Hong Kong dan sistem yang membuatnya makmur.
Tahun lalu, Hong Kong diguncang aksi protes besar-besaran selama berbulan-bulan. Para pengunjuk rasa menentang rencana pembahasan dan pemberlakuan UU Ekstradisi yang memungkinkan warga kota itu diadili di China.
AS, Inggris, dan Uni Eropa telah menyatakan keprihatinan tentang UU Keamanan Nasional itu. Mereka khawatir dengan implikasi yang bakal dialami Hong Kong sebagai salah satu pusat keuangan global. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, dalam pernyataan pada Rabu (27/5/2020) waktu Washington DC, mengumumkan bahwa AS menilai Hong Kong tidak lagi otonom dari Beijing.
”Tidak ada yang bisa menilai hari ini Hong Kong tetap otonom penuh dari China berdasarkan kenyataan di lapangan,” kata Pompeo.
Washington juga meminta Dewan Keamanan PBB menggelar pertemuan darurat atas UU Keamanan Nasional Hong Kong yang diusulkan China. Beijing menolak keinginan Washington. AS mengatakan, pihaknya sangat prihatin dengan langkah Beijing.
Kamis kemarin, indeks saham Hang Seng ditutup melemah di tengah kenaikan mayoritas pasar saham di Asia. Perubahan situasi dan status Hong Kong dikhawatirkan memicu pemindahan aset-aset investasi dari wilayah itu.
Ancaman AS
Sejumlah pihak menyebut, AS kini mempertimbangkan penundaan status istimewa dan fasilitas keringanan tarif ekspor untuk Hong Kong. Washington juga mungkin menjatuhkan sanksi kepada lembaga dan pejabat pemerintahan serta pengusaha China yang terlibat dalam pelaksanaan UU Keamanan Nasional di Hong Kong.
Perwakilan Kementerian Luar Negeri China di Hong Kong pada Kamis menyatakan, AS sangat angkuh, tidak masuk akal, dan sekaligus tidak tahu malu. ”Undang-Undang tentang Keamanan Nasional berada dalam kekuasaan dan kewajiban pemerintah pusat,” kata juru bicara komisioner Kemenlu di Hong Kong.
Pemerintah Jepang mengungkapkan keprihatinan atas langkah Beijing di Hong Kong. Kemenlu Jepang menekankan bahwa Hong Kong merupakan mitra penting Jepang serta menggarisbawahi hubungan ekonomi yang erat dan pertukaran orang per orang di antara keduanya.
”Jepang sangat memperhatikan keputusan (parlemen China),” kata pernyataan Kemenlu Jepang. ”Ini adalah kebijakan lama Jepang untuk mementingkan penegakan sistem yang bebas dan terbuka yang telah dinikmati Hong Kong dan pembangunan Hong Kong yang demokratis dan stabil di bawah kerangka kerja Satu Negara Dua Sistem.”
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen pada Rabu menjanjikan rencana aksi kemanusiaan untuk warga Hong Kong. Tsai mendesak Beijing untuk mengendalikan diri dari rencananya atas UU Keamanan Nasional itu. Tsai menegaskan, pemerintahannya akan terus menawarkan bantuan kepada warga Hong Kong yang ingin pindah dari Hong Kong.
”Tekad kami untuk menjaga Hong Kong tetap tidak berubah,” katanya kepada wartawan. ”Kabinet akan membuat rencana aksi bantuan kemanusiaan bagi Hong Kong untuk menyediakan secara lengkap tempat tinggal, akomodasi, dan perawatan warga Hong Kong.” (AFP/REUTERS/RAZ/CAL)