Sejumlah negara Eropa hanya berjarak kurang dari 3.000 kilometer dari Benghazi. Dengan rudal berdaya jelajah 5.000 km, Rusia bisa menjangkau Spanyol, Perancis, Italia, dan Yunani yang merupakan anggota NATO.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
TUNIS, SABTU — Amerika Serikat mengumumkan pasukan di Tunisia akan disiagakan di tengah peningkatan ketegangan di Libya. Pernyataan itu menyusul tudingan bahwa Rusia mengirimkan belasan pesawat tempur ke Libya.
”Seiring Rusia yang terus memanasi konflik Libya, keamanan nasional di Afrika utara dalam kondisi serius. Kami mencari cara untuk menindaklanjuti keprihatinan atas keamanan di Tunisia, termasuk memanfaatkan Brigade Perbantuan Keamanan,” demikian pernyataan Komando AS di Afrika (Africom), Jumat (29/5/2020) waktu Tunis atau Sabtu dini hari WIB.
Bersama Aljazair, Tunisia terletak di barat Libya. Secara resmi, AS tidak punya pangkalan di Tunisia. Walakin, kerja sama keamanan Tunis-Washington memungkinkan AS mengirim pasukan ke Tunisia. AS punya pangkalan resmi di Chad dan Niger yang sama-sama berada di selatan Libya.
Pernyataan soal penyiagaan pasukan menyusul laporan Washington bahwa Moskwa mengirimkan 14 Mig-29 dan Su-24 ke Libya. Belasan pesawat tempur itu terlebih dulu transit ke Suriah sebelum diterbangkan ke Libya. Pesawat-pesawat itu dinyatakan diterbangkan dari Rusia ke Iran lalu ke Suriah sebelum akhirnya mendarat di Libya.
Rute itu melewati dua laut, Kaspia dan Tengah. Laut Kaspia berada di antara Iran dengan Rusia, sementara Laut Tengah berada di antara Suriah dengan Libya. Kini, pesawat-pesawat itu dinyatakan Washington berada di pangkalan Al-Jufra yang dikuasai Tentara Nasional Libya (LNA) pimpinan Khalifa Haftar.
Sejak April 2019, Haftar berusaha merebut ibu kota Libya, Tripoli, dari Pemerintah Kesepakatan Nasional Libya (GNA) yang diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dewan Keamanan PBB mengungkap Rusia bersama Uni Emirat Arab memasok persenjataan, milisi, dan dana bagi LNA. Sementara GNA disokong terutama oleh Turki yang mengerahkan aneka persenjataan dan banyak tentara ke Libya.
Dengan bantuan Turki, GNA bisa mendorong pasukan LNA menjauhi Tripoli. Kota-kota sekitar Tripoli direbut kembali GNA dari LNA. Pesawat-pesawat Turki mengebom lokasi pertahanan LNA di sekitar Tripoli. Sementara pasukan GNA mendesak di darat.
Rudal Rusia
Wakil Komandan Africom Bidang Intelijen Brigadir Jenderal Gregory Hadfield menyebut kehadiran pesawat-pesawat Rusia mengkhawatirkan AS. ”Jika Rusia mengamankan pangkalan permanen di Libya, atau lebih buruk lagi menempatkan rudal jarak jauh, akan ada perubahan bagi Rusia, NATO, dan banyak negara Barat,” ujarnya.
Rusia punya beberapa rudal dengan jangkauan hingga 10.000 kilometer. Dari Benghazi yang dikuasai LNA, sejumlah negara Eropa hanya berjarak kurang dari 3.000 km. Dengan rudal berdaya jelajah 5.000 km, Rusia bisa menjangkau Spanyol, Perancis, Italia, dan Yunani yang merupakan anggota NATO.
Ia menekankan bahwa AS punya banyak foto yang menunjukkan 14 pesawat itu bergerak dari Rusia menuju Libya. Pesawat-pesawat itu sepertinya untuk menyediakan dukungan udara bagi milisi yang disediakan Wagner, perusahaan keamanan Rusia, bagi LNA. Africom mendapat informasi bahwa ada 2.000 orang di Al-Jufra dan jumlahnya terus bertambah.
Di pangkalan itu juga disiagakan rudal pertahanan udara model lama. ”Dukungan bagi LNA dan Haftar bukan tentang memenangi perang, melainkan membangun pangkalan (Rusia),” ujarnya.
Secara terpisah, Asisten Bidang Timur Dekat pada Kementerian Luar Negeri AS David Schenker menilai Haftar semakin keras kepala. GNA terus menunjukkan kesediaan berunding untuk menyelesaikan perang saudara Libya. Sementara Haftar dan GNA sama sekali tidak menunjukkan hal itu.
Haftar menolak bertemu PM Libya Fayez Sarraj dalam perundingan yang difasilitasi Moskwa pada awal 2020. Haftar juga menolak tawaran gencatan senjata yang didorong Rusia dan sejumlah negara penyokong LNA.
Pekan lalu, ketika informasi awal kedatangan pesawat Rusia ke Libya terdengar, LNA mengumumkan akan segera melancarkan serangan udara besar-besaran. Sampai sekarang, serangan udara itu tidak kunjung terjadi. Sebaliknya, GNA bersama Turki terus mendesak LNA menjauhi Tripoli. Pesawat-pesawat Turki menghancurkan aneka persenjataan dan pertahanan udara yang dipasok Rusia untuk LNA.
Sejak 2011, GNA dan LNA berusaha menjadi pemerintahan yang sah. Ketua dan sejumlah anggota DPR Libya memilih berada di Benghazi yang dikuasai LNA. Sementara GNA mengendalikan Tripoli dan sekitarnya. GNA juga mengendalikan wilayah yang menjadi ladang-ladang minyak utama Libya. Minyak Libya membuat mantan pemimpin negara itu, Moammar Khadafy, bisa menyumbang puluhan juta dollar AS ke berbagai penerima di luar Libya. Pada 2011, Khadafy digulingkan dan sejak itu Libya dilanda perang saudara. (AFP/REUTERS)