Pelonggaran dari pembatasan Covid-19 tidak membuat Korea Selatan berleha-leha. Begitu kasus meningkat lagi, mereka sigap. Dari negeri itu, kita bisa berkaca.
Oleh
EDITOR
·3 menit baca
Pelonggaran dari pembatasan Covid-19 tidak membuat Korea Selatan berleha-leha. Begitu kasus meningkat lagi, mereka sigap. Dari negeri itu, kita bisa berkaca. Sejak Covid-19 menjadi pandemi dan menyebar ke seluruh pelosok dunia, Korsel menuai pujian atas keberhasilannya menjinakkan wabah itu.
Setelah lebih dari empat bulan dilanda wabah Covid-19, negara berpenduduk sekitar 51 juta jiwa itu, hingga Kamis (28/5/2020), menurut Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Korea (KCDC), membukukan 11.344 kasus dari tes pada 885.120 orang sejak 3 Januari hingga Rabu lalu. Di Korsel, angka kematian akibat wabah ini sangat rendah, yakni 269 kasus atau 2,36 persen. Satu hal yang perlu dicatat, semua itu diperoleh tanpa karantina atau penutupan wilayah (lockdown) seperti dilakukan banyak negara.
Kasus Covid-19 pertama di Korsel ditemukan pada 20 Januari 2020 dari seorang warga China. Pada akhir Januari, ketika baru ada empat kasus, pemerintahan Presiden Moon Jae-in bergerak cepat. Otoritas kesehatan negara itu segera mengoordinasikan pengadaan alat tes Covid-19 dan perlengkapan medis lain untuk penapisan masif. Pada pertengahan Maret, pembatasan sosial secara ketat diterapkan di Korsel.
Sejumlah aturan, seperti imbauan tak keluar rumah untuk keperluan tak penting, menjaga jarak, dan memakai masker, dijalankan dengan tegas. Per 1 April, semua orang dari luar negeri wajib menjalani karantina. Pelanggaran atas peraturan itu, bagi warga Korsel, dikenai denda 10 juta won atau hampir Rp 120 juta dan kurungan hingga setahun penjara. Pada fase pembatasan sosial secara ketat, seperti dikutip The Economist, Perdana Menteri Korsel Chung Sye-kyun menyebut Korsel tengah menutup negaranya.
Pada 6 Mei, setelah melewati 45 hari, seiring dengan menurunnya kasus baru sejak awal April, Korsel melonggarkan pembatasan sosial. Warga Korsel bisa menjalankan aktivitas sosial dan ekonomi dengan tetap berpegang pada protokol kesehatan. Ternyata, dengan tingkat kedisiplinan masyarakat yang tinggi itu, lonjakan kembali kasus baru sulit dihindari. Diawali kasus baru di kluster pusat hiburan malam di Itaewon, Seoul, awal bulan ini, penambahan kasus baru itu mengalami lonjakan terbesar dalam lebih dari 50 hari, Kamis (28/5/2020), dengan 79 kasus baru di Seoul.
Otoritas kesehatan Korsel segera melacak penyebaran virus dengan menggelar tes pada sekitar 4.000 orang di kluster penularan baru tersebut.
Pada titik inilah kita mungkin perlu melihat bagaimana Korsel menangani situasi itu. Seperti diberitakan kantor berita Yonhap, otoritas kesehatan Korsel segera melacak penyebaran virus dengan menggelar tes pada sekitar 4.000 orang di kluster penularan baru tersebut. Selain itu, seperti disampaikan Wakil Menteri Kesehatan Korsel Park Neung-hoo, yang dikutip harian ini, Pemerintah Korsel memberlakukan kembali pembatasan sosial yang ketat di wilayah metropolitan Seoul.
Dari pengalaman Korsel, kita mencatat pelonggaran dari pembatasan sosial di tengah pandemi itu sesuatu yang dinamis, tergantung dinamika penyebaran virus di masyarakat. Di tengah pelonggaran atau apa pun istilahnya, warga harus tetap waspada, aparat pemerintah juga perlu terus siaga.