Dunia usaha di Jawa Barat terus berinovasi untuk menyiasati kelesuan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Salah satu sektor yang paling terpuruk adalah pariwisata.
Oleh
DAN/DIV/RTG/MEL/TAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dunia usaha di Jawa Barat terus berinovasi untuk menyiasati kelesuan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Salah satu sektor yang paling terpuruk adalah pariwisata. Hingga Jumat (29/5/2020), kawasan wisata di Jabar, seperti Lembang, Kabupaten Bandung Barat, sepi karena masih dalam pembatasan sosial berskala besar.
Heni Smith (50), pemilik tiga tujuan wisata di Lembang, yaitu The Lodge Maribaya, Fairy Garden, dan Mulberry Hill, mengatakan, pandemi Covid-19 memaksanya menutup sementara usahanya hingga waktu yang belum ditentukan. ”Kalau digabung dengan pekerja lepas, setidaknya ada 500 orang yang menggantungkan hidupnya di The Lodge Maribaya ikut terdampak. Meski tempat wisata tidak dapat dibuka, tidak mungkin saya merumahkan semuanya,” ujar Heni saat ditemui di Bandung, kemarin.
Guna menyiasati situasi ini, sejak April lalu, Heni masuk ke bisnis kuliner, yakni produk kue tar apel bermerek Tart for Hope, bermodal resep keluarga suaminya yang asal Inggris. Lewat usaha baru ini, ia masih mempekerjakan 10 karyawannya untuk membuat 50 loyang kue setiap hari dan 20 orang lain sebagai pendukung. Sejauh ini, dia tidak merumahkan satu pun karyawannya.
Sementara itu, petani hortikultura di Purwakarta, Jabar, Ananda Dwi Septian (25), bersama 35 petani, kini memasarkan sayur dengan mengantar langsung kepada konsumen. Langkah yang dilakukan sejak 25 Maret lalu itu untuk mengatasi anjloknya pasokan ke pasar induk yang mencapai 50 persen. Kini, berkisar 50-100 pak kemasan sayur terjual setiap hari.
Hal serupa dilakukan Dasep Badrusalam (33) di Kabupaten Garut. Ia membantu petani memasarkan produk sayuran segar dengan nama Garut Fresh yang diantar ke rumah konsumen tanpa biaya tambahan. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar Deddy Wijaya mengatakan, pandemi Covid-19 menjadi pembelajaran bersama bagi dunia usaha agar mampu beradaptasi dan tetap menciptakan lapangan kerja.
Lapangan kerja jadi magnet
Lapangan kerja, baik formal maupun informal, di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) menjadi magnet utama yang menarik perantau kembali datang seusai libur Lebaran. Menurut peneliti Mobilitas Penduduk Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Inayah Hidayati, arus perpindahan penduduk ke kota lain yang menyediakan banyak lapangan pekerjaan sulit dihindari, kecuali tersedia lapangan kerja di daerah.
”Perpindahan itu persoalan lama yang seolah sederhana, tetapi sulit dituntaskan. Para perantau punya jaringan sosial kuat. Mereka nekat pindah selama ada akses, kerabat, dan teman atau kenalan. Apalagi di daerah asal tidak ada pilihan pekerjaan,” ujarnya di Jakarta, Jumat (29/5).
Saat ini perantau mulai menuju ke Jabodetabek untuk bekerja kembali seusai libur Lebaran 2020. Arus balik makin sulit dicegah lantaran warga menempuh berbagai cara untuk bisa masuk ke Jabodetabek. Mereka yang tidak punya surat izin keluar masuk (SIKM) pun rela dikarantina 14 hari, sebelum dibolehkan masuk Jabodetabek.
Sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 47 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian Keluar dan/atau Masuk Provinsi DKI Jakarta dalam Upaya Pencegahan Covid-19, hanya pemilik SIKM yang boleh masuk DKI Jakarta. Langkah ini untuk menyekat arus balik perantau ke Jakarta demi memutus rantai penularan Covid-19. Para perantau pun menyiasati pemeriksaan SIKM dengan melintas pada malam hari.
Pada Jumat malam, pemeriksaan SIKM di sejumlah pos terlihat longgar. Kondisi ini terlihat di Pos Joglo Raya dan Pos Kalideres, Jakarta Barat, serta di Pos Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Pengamat transportasi publik Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno, menilai, penyekatan tidak efektif karena banyak perantau datang ke Jakarta menggunakan sepeda motor. ”Salah satu penyebab jebolnya mudik itu karena sepeda motor,” katanya.