Pencairan insentif untuk tenaga kesehatan yang bertugas saat pandemi Covid-19 terkendala oleh pendataan para calon penerima dana insentif tersebut.
Oleh
KRN/TAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pencairan insentif untuk tenaga kesehatan yang bertugas saat pandemi Covid-19 terkendala oleh pendataan para calon penerima dana insentif tersebut. Situasi ini membuat hingga akhir Mei 2020, atau tiga bulan setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya pemberian insentif tersebut, dana belum juga diterima para tenaga kesehatan.
Insentif untuk dokter spesialis adalah Rp 15 juta per bulan, sedangkan dokter umum dan dokter gigi Rp 10 juta, bidan dan perawat Rp 7,5 juta, sedangkan tenaga medis lain Rp 5 juta. Insentif ini sudah dialokasikan dalam APBN 2020 senilai Rp 5,9 triliun dan menjadi salah satu bagian dari anggaran kesehatan untuk penanganan pandemi, yang mencapai Rp 75 triliun.
Pemberian insentif ini diumumkan Presiden Joko Widodo, Maret 2020, dan diprogramkan untuk enam bulan, yakni Maret-Agustus 2020. Alokasi anggaran itu belum termasuk santunan kematian untuk tenaga medis Rp 300 miliar dan penambahan bantuan operasional kesehatan (BOK), yang semula Rp 3,77 triliun menjadi Rp 13,4 triliun.
Direktur Dana Transfer Khusus Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Putut Satyaka menyatakan, belum ada pencairan insentif tenaga kesehatan karena data penerima belum lengkap. Pemerintah pusat masih menunggu data penerima dari rumah sakit atau unit pelaksana teknis dan pemerintah daerah.
”Belum ada pencairan sedikit pun. Siapa yang akan dibayar, berapa hari, berapa bulan, masih menunggu data. Beberapa data sudah masuk dan sedang diverifikasi,” kata Putut dalam telekonferensi bertajuk ”Kebijakan Dana Alokasi Khusus Non-Fisik Tahun Anggaran 2020” di Jakarta, Jumat (29/5/2020). Adanya kendala data dalam pencairan anggaran terkait Covid-19 ini bukan yang pertama.
Sebelumnya, pemerintah menyatakan pencairan bantuan sosial langsung tunai dan bantuan sosial untuk penduduk miskin, rentan, dan terdampak Covid-19 juga terhambat oleh ketiadaan data atau data yang tidak valid. Menurut Putut, insentif untuk tenaga kesehatan akan segera dicairkan setelah data penerima masuk dan selesai diverifikasi. Sejauh ini belum ditetapkan tenggat pencairan, tetapi pemerintah akan mencairkan secepatnya melalui pemerintah daerah.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi Masyita Crystallin menambahkan, Kementerian Kesehatan sudah memulai verifikasi data dan dokumen penerima insentif yang diajukan rumah sakit atau unit pelaksana teknis dan pemda. ”Penyaluran harus melalui verifikasi data yang tidak mudah dan untuk penanganan Covid-19 mayoritas terpusat di Kementerian Kesehatan,” kata Masyita.
Menurut dia, akuntabilitas anggaran dan tata laksana pemerintah yang baik (good governance) harus terjaga dalam pencairan insentif ini. Anggaran yang dikucurkan cukup besar sehingga perlu dikawal agar tepat sasaran. Tersalur Rp 4,17 miliar. Sekretaris Jenderal Kemenkes Oscar Primadi mengatakan, dari total anggaran insentif tenaga kesehatan Rp 5,9 triliun dalam APBN 2020, baru sekitar Rp 4,17 miliar yang disalurkan. Pencairan bergantung pada data yang diusulkan pemda.
”Sekarang sedang proses pencairan lagi sekitar Rp 8,54 miliar. Sebagian besar yang dicairkan sudah disalurkan ke tenaga kesehatan yang sekarang bertugas di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet. Pencairan ini tidak bisa terburu-buru karena harus ada verifikasi dan validasi data,” tuturnya di Jakarta, Jumat (29/5/2020). Oscar menambahkan, tidak ada jumlah pasti terkait total penerima insentif karena data penerima ini berbasis pada data yang diusulkan pemda.
Setelah data tersebut diterima oleh pemerintah pusat, verifikasi dan validasi akan dilakukan sebelum pencairan insentif dilakukan. ”Yang pasti tidak boleh ada duplikasi dan tumpang tindih penerima. Jadi harus diteliti betul. Persoalannya bukan hanya cepat atau lambat, melainkan insentif ini betul-betul bisa dipertanggungjawabkan. Meski begitu, semakin cepat (pemberian insentif) akan semakin baik,” kata Oscar.
Condong ke ekonomi
Alokasi anggaran kesehatan Rp 75 triliun jauh lebih kecil daripada anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pada 2020, anggaran untuk program PEN Rp 641,17 triliun, yang mencakup antara lain jaring pengaman sosial, insentif perpajakan untuk dunia usaha, dan tambahan belanja kementerian/lembaga.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal berpendapat, prioritas anggaran penanganan Covid-19 masih condong ke ekonomi dan sosial, bukan kesehatan. Pemerintah mesti menyusun ulang prioritas anggaran penanganan pandemi Covid-19.
Alokasi anggaran untuk antisipasi di bidang kesehatan, ujar Faisal, harus ditingkatkan. Kecukupan alat pelindung diri dan peralatan kesehatan di daerah harus terjamin. Penambahan anggaran kesehatan sekaligus mengantisipasi rencana pencabutan regulasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Secara terpisah, juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan, kasus positif Covid-19 baru masih dilaporkan di sejumlah daerah. Pada Jumat (29/5/2020) tercatat penambahan 678 kasus baru dari hari sebelumnya. Penambahan terbanyak dilaporkan terjadi di DKI Jakarta (125 kasus), Jawa Timur (101 kasus), Kalimantan Selatan (74 kasus), Papua (56 kasus), dan Sulawesi Selatan (41 kasus).