Pandemi Covid-19, Calon Kepala Daerah Perseorangan Minta Dispensasi
›
Pandemi Covid-19, Calon Kepala...
Iklan
Pandemi Covid-19, Calon Kepala Daerah Perseorangan Minta Dispensasi
Asosiasi Calon Kepala Daerah Perseorangan meminta Komisi Pemilihan Umum meniadakan verifikasi faktual sebagai tahapan pemilihan kepala daerah 2020 karena pandemi Covid-19. Verifikasi perlu menjamin kesehatan warga.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — Asosiasi Calon Kepala Daerah Perseorangan meminta Komisi Pemilihan Umum meniadakan verifikasi faktual sebagai tahapan pemilihan kepala daerah 2020 karena pandemi Covid-19. Padahal, verifikasi faktual diatur dalam undang-undang untuk mengantisipasi dukungan ganda bagi calon perseorangan.
”Verifikasi faktual saat Covid-19 ini berbahaya. Jangan sampai kami disalahkan jika ada pendukung yang tertular (Covid-19),” kata Ketua Asosiasi Calon Kepala Daerah Perseorangan (ACKDP) Toto Sucartono dalam pertemuan virtual dari Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (30/5/2020).
Verifikasi faktual merupakan salah satu tahapan dalam pilkada untuk memastikan syarat dukungan kepada calon perseorangan. Verifikasi dilakukan dengan metode sensus, yakni menemui langsung setiap pendukung calon. Di tengah pandemi Covid-19, kata Toto, kegiatan itu berpotensi menyebarkan virus korona jenis baru penyebab Covid-19.
Sebelumnya, berdasarkan kesepakatan pemerintah bersama Komisi II DPR dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemungutan suara untuk pilkada dijadwalkan 9 Desember tahun ini. Adapun tahapan pilkada lanjutan diatur mulai 15 Juni. Sebelum pandemi, pilkada di 270 daerah sedianya digelar 23 September 2020.
”Terdapat sekitar 5 juta warga pendukung dari lebih kurang 156 bakal calon kepala daerah perseorangan yang akan mengikuti verifikasi faktual. Apakah penyelenggara verifikasi sudah siap? Sudah ada alat pelindung diri? Sudah menjalani tes Covid-19?” kata Toto yang merupakan bakal calon perseorangan Pilkada Kabupaten Indramayu.
Toto juga meragukan verifikasi faktual yang dilakukan secara virtual. Selain tidak semua warga punya gawai, mereka juga kesulitan pulsa. ”Kami saja harus membatalkan permintaan pendukung untuk berkunjung saat wabah Covid-19. Kesehatan warga harus diutamakan. Apalagi, tahapan ini membutuhkan dana, sementara saat ini kita menghadapi Covid-19,” ujarnya.
Cep Zamzam, Sekretaris Jenderal ACKDP, menambahkan, pandemi dipastikan menurunkan jumlah dukungan warga terhadap calon perseorangan. ”Pendukung saya, misalnya, banyak yang meninggal. KPU harus memberikan dispensasi karena yang menghentikan tahapan pilkada bukan kami,” ungkap Zamzam, bakal calon perseorangan dari Tasikmalaya.
Menurut Mila Karmila, bakal calon perseorangan dari Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, memaksakan pilkada di tengah pandemi akan menguntungkan petahana. ”Mereka diuntungkan karena ada bantuan sosial terkait Covid-19 dan bisa dipolitisasi. Sementara kami tidak bisa mengunjungi pendukung karena Covid-19,” ucapnya.
Oleh karena itu, ACKDP telah mengirimkan dua surat pada 8 dan 26 Mei untuk KPU terkait usulan meniadakan verifikasi faktual di tengah pandemi demi keselamatan warga. Namun, hingga kini KPU belum membalasnya.
Sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, setiap tahapan nantinya akan diselenggarakan dengan meminimalkan risiko penularan Covid-19. Pencocokan data pemilih, rekapitulasi suara berjenjang, dan kampanye, misalnya, dilakukan secara daring. KPU mengajukan tambahan anggaran Rp 535,981 miliar (Kompas, 28/5/2020).
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, verifikasi faktual yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 terkait Pilkada tidak bisa ditiadakan sebelum ada undang-undang baru atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang. ”Kalau tidak ada verifikasi faktual, pilkada tidak ada legitimasinya,” ucapnya.
Menurut dia, verifikasi faktual tetap harus dilakukan untuk memastikan tidak ada pemilih ganda. Namun, pelaksanaannya harus mengikuti protokol kesehatan di tengah Covid-19. Meski demikian, regulasi, anggaran, alat pelindung diri, hingga pelatihan petugas untuk menggelar verifikasi faktual saat ini belum ada.
Itu sebabnya, Perludem bersama sejumlah kelompok masyarakat sipil mengusulkan pilkada digelar pada 2021. ”Memang kita belum tahu kapan Covid-19 berakhir. Namun, pilkada 2021 memberikan waktu untuk penyelenggara dan peserta beradaptasi,” ujarnya.
Verifikasi faktual tetap harus dilakukan untuk memastikan tidak ada pemilih ganda. Namun, pelaksanaannya harus mengikuti protokol kesehatan di tengah Covid-19. Meski demikian, regulasi, anggaran, alat pelindung diri, hingga pelatihan petugas untuk menggelar verifikasi faktual saat ini belum ada.