Bagi-bagi uang tunai ke perdesaan belumlah cukup. Fokus ke basis sektor produksi di desa, yaitu pertanian, perkebunan, atau perikanan, dapat menciptakan keberlanjutan secara ekonomi.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, jumlah penduduk miskin per September 2019 mencapai 24,79 juta orang. Dari angka tersebut, penduduk miskin di perdesaan mencapai 14,93 juta orang atau 60,2 persen, sedangkan penduduk miskin di perkotaan 9,86 juta orang. Bagaimana dampak pandemi Covid-19 terhadap jumlah penduduk miskin?
Belum ada data terbaru angka kemiskinan akibat pandemi Covid-19 yang merebak di Indonesia sejak awal Februari 2020. Namun, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan musibah non-bencana alam ini bakal menaikkan jumlah penduduk miskin di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, 40 juta orang rentan miskin bakal masuk ke dalam kategori miskin.
Dengan mengacu data BPS tersebut, tak menutup kemungkinan prediksi Indef menghasilkan angka kemiskinan di perdesaan yang lebih tinggi. Memang, jumlah penduduk miskin di Indonesia menunjukkan tren penurunan dalam dekade terakhir. Hanya saja, badai pandemi Covid-19 meluluhlantakkan ekonomi Indonesia yang berujung pada meningkatnya pengangguran akibat terganggunya sejumlah kegiatan produksi.
Pemerintah sudah mengeluarkan sejumlah paket stimulus dalam memulihkan ekonomi nasional yang terdampak Covid-19. Secara khusus bagi warga di perdesaan, pemerintah menerbitkan kebijakan yang mengizinkan penggunaan dana desa sebagai bantuan langsung tunai (BLT). Mereka yang berhak menerima BLT dana desa adalah keluarga miskin ataupun keluarga yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19.
Kebijakan tersebut menetapkan besaran BLT dana desa Rp 600.000 per keluarga selama tiga bulan, yaitu April, Mei, dan Juni 2020. Untuk pagu dana desa kurang dari Rp 800 juta, alokasi BLT ditetapkan sebesar 25 persen dari dana desa. Sementara untuk pagu Rp 800 juta hingga Rp 1,2 miliar, maka alokasi BLT sebesar 30 persen. Adapun pagu dana desa di atas Rp 1,2 miliar, alokasinya ditetapkan sebesar 35 persen. Dengan demikian, perkiraan BLT dana desa mencapai Rp 22 triliun dengan jumlah keluarga penerima manfaat sebanyak 12,4 juta keluarga.
Mengingat penyaluran BLT dana desa hanya tiga bulan lamanya, bagaimana nasib keluarga penerima manfaat setelah tiga bulan usai? Ini yang harus dipikirkan. Belum tentu mereka yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19 bisa kembali memperoleh pekerjaan dalam kurun tiga bulan. Apalagi, tenaga kerja yang berasal dari perdesaan umumnya ada di sektor nonformal atau buruh harian lepas.
Selain BLT dana desa, ada pula program pemberdayaan masyarakat desa bernama Padat Karya Tunai Desa (PKTD). Program ini merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat desa, khususnya kelompok miskin, yang bersifat produktif dengan mengutamakan sumber daya lokal. PKTD diharapkan dapat menyerap tenaga kerja setempat dengan pemberian upah langsung secara tunai, baik harian maupun mingguan, untuk memperkuat daya beli masyarakat.
PKTD, yang juga dialokasikan dari dana desa, sifatnya lebih produktif ketimbang BLT dana desa. Sesuai namanya, program ini difokuskan pada program yang bersifat padat karya dan mempekerjakan tenaga kerja dari keluarga miskin ataupun pengangguran yang ada di desa tanpa membutuhkan keahlian khusus. Contohnya program pembangunan jalan desa, pembuatan embung atau irigasi, ataupun jembatan.
Kendati demikian, sekali lagi, upaya seperti BLT dana desa ataupun PKTD harus dapat bermanfaat secara kesinambungan. Jelas tak cukup hanya dengan mengandalkan kedua jenis program tersebut. Lantas bagaimana solusinya?
Jamak diketahui, sektor pertanian, perikanan, dan perkebunan adalah basis kegiatan ekonomi di perdesaan. Oleh karena itu, program jaring pengaman sosial untuk mengatasi pandemi Covid-19 sebaiknya berfokus pada tiga sektor tersebut. Investasi sebaiknya didorong ke arah tiga sektor itu.
Selain itu, pemerintah perlu membuka akses kredit usaha yang mudah dan murah bagi masyarakat desa. Dibukanya akses pendidikan ataupun peningkatan keterampilan untuk mendukung pengembangan produksi di sektor pertanian, perkebunan, atau perikanan. Masyarakat desa juga berhak dikenalkan pada teknologi yang modern dan pemasaran berbasis teknologi.
Apalagi, hasil produksi di sektor pertanian, perikanan, ataupun perkebunan juga menjadi kunci bagi ketahanan pangan nasional. Ketiga sektor tersebut juga merupakan jenis sektor yang banyak menyerap tenaga kerja. Ternyata, bagi-bagi uang tunai belumlah cukup.