Cegah Kepadatan Penumpang Transportasi Umum Saat Normal Baru
›
Cegah Kepadatan Penumpang...
Iklan
Cegah Kepadatan Penumpang Transportasi Umum Saat Normal Baru
Normal baru pada sektor transportasi umum tidak sebatas ketatnya protokol kesehatan. Potensi kepadatan penumpang bisa terjadi kapan saja jika tidak memperhatikan intensitas angkutan terutama pada waktu sibuk.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kesiapan transportasi umum massal menyongsong normal baru bukan sebatas menjamin ketatnya protokol kesehatan. Kepadatan penumpang seperti pertama kali pembatasan sosial berskala besar atau PSBB bisa terulang karena pembatasan intensitas angkutan.
Transportasi umum, seperti kereta rel listrik (KRL), Transjakarta, dan moda raya terpadu (MRT), menjadi tumpuan warga di Jabodetabek. Saban harinya setiap moda mengangkut hingga ratusan ribu orang. Tak pelak pada waktu berangkat dan pulang kerja terjadi kepadatan di stasiun dan halte.
Semenjak PSBB terjadi pengurangan kapasitas angkut dan jam operasional untuk menekan laju pandemi Covid-19. Kereta rel listrik, misalnya, hanya membolehkan 60 orang dalam satu gerbong. Itu sudah memperhatikan jaga jarak antar penumpang. Sementara Transjakarta membatasi hanya 30 penumpang dalam satu bus.
Pandu Aji Prakoso (22), pekerja lepas, merupakan salah satu pelaju yang saban hari menggunakan KRL dari Bekasi, Jawa Barat, ke DKI Jakarta. Ia menyambut baik rencana penerapan normal baru selama pemerintah bisa menjamin bahwa protokol kesehatan di transportasi umum berlangsung dengan ketat.
Protokol itu bukan saja pemeriksaan suhu tubuh, penggunaan masker, dan jaga jarak. Pemerintah harus memastikan intensitas angkutan untuk mengurai kepadatan apabila warga berangsur-angsur kembali ke transportasi umum.
”Kalau semua orang kembali ke angkutan umum, otomatis stasiun padat. Bisa sesak mulai dari stasiun sampai ke dalam gerbong. Itu kan sama saja protokol kesehatan gagal,” kata Pandu, Minggu (31/5/2020).
Hal tersebut berkaca dari pertama kali berlakunya PSBB. Pembatasan transportasi menimbulkan penumpukan penumpang dari stasiun dan halte hingga ke dalam angkutan. Saat itu penumpang antre untuk pemeriksaan suhu tubuh, masuk ke halte atau stasiun, dan menunggu angkutan.
Hidanti Karnila (26) pun demikian. Karyawan swasta dari Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, itu berharap tidak terjadi kepadatan di transportasi umum saat normal baru karena berpotensi kluster penularan baru hingga ledakan kasus.
”Setiap orang memang menjaga diri patuhi protokol kesehatan. Namun, kalau tidak ada jaminan dari pemerintah saat normal baru, kan, percuma saja," ujar Karnila.
Menurut dia, pembatasan kapasitas harus dibarengi intensitas angkutan ataupun armada. Sebab, pelaju pasti berebut untuk berangkat dan pulang lebih awal guna menghindari kepadatan. Hal itu justru menimbulkan kepadatan baru selain pada jam sibuk.
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menyoroti kapasitas angkutan umum massal yang dapat menjamin terlaksananya jaga jarak terutama pada waktu sibuk. ”Kalau normal baru diterjemahkan sebagai semuanya masuk kerja dengan jadwal seperti kondisi sebelum pandemi, bisa dipastikan kapasitas angkutan umum massal di Jabodetabek tidak dapat menjamin pelaksanaan jaga jarak,” kata Djoko.
Tidak mudah
Tidak mudah menambah kapasitas angkutan umum massal secara signifikan pada waktu sibuk dengan tetap memastikan jaga jarak di dalam angkutan. Menurut Djoko, pengalihan moda lain bisa jadi ini solusi. Namun, besaran tarif dan waktu tempuh menjadi pertimbangan warga. Warga cenderung memilih waktu tempuh lebih cepat.
Pengalihan dari kereta ke bus, misalnya, bisa menambah kepadatan lalu lintas hingga kemacetan karena banyak warga beralih ke kendaraan pribadi semenjak PSBB.
Untuk itu, aktivitas atau kegiatan warga harus diatur secara ketat saat normal baru. Intensitas aktivitas tidak bisa seperti massa sebelum pandemi. Contohnya bekerja dari rumah bagi yang memungkinkan, pembagian jadwal kerja yang bervariasi sehingga tidak terjadi kepadatan pada waktu sibuk hingga menyediakan kebutuhan angkutan untuk karyawan agar protokol kesehatan terjamin.
Kerja sama penyediaan angkutan bagi karyawan dapat membantu bisnis perusahaan transportasi umum yang sedang kesulitan. Selain itu, penambahan kapasitas prasarana pendukung untuk menampung pengguna transportasi umum yang menunggu angkutan dan membatasi usia pengguna transportasi umum.
Djoko mencontohkan penyesuaian transportasi umum di Shanghai, China. Shanghai Sunwin Bus Corporation, penyedia angkutan umum, meluncurkan Healtcare Bus yang secara khusus dirancang untuk mengurangi risiko infeksi SARS-CoV-2 dan membuat transportasi umum lebih aman.
Healthcare Bus melalui teknologi pengenalan wajah, pembacaan suhu, pencahayaan ultraviolet, dan sistem deteksi gas otomatis meminimalisasi risiko penularan virus. Saat penumpang masuk ke dalam bus, sistem artificial intelligence atau kecerdasan buatan akan mengecek wajah penumpang dan suhu tubuh menggunakan sinar inframerah.
Sistem ini juga secara otomatis mengidentifikasi penumpang mengenakan masker atau tidak. Proses pengecekan itu secara otomatis sehingga tidak ada kontak fisik dengan penumpang. Alhasil, tidak menimbulkan antrean panjang dan tidak memperlambat jadwal atau waktu operasional bus.
Saat penumpang masuk bus, sistem kecerdasan buatan yang dipasang di sebelah mesin tiket. Alat itu akan melakukan pengecekan wajah penumpang dan mengecek suhu thermal badan menggunakan inframerah. Sistem ini juga secara otomatis mengidentifikasi apakah penumpang mengenakan masker.
Sistem ini digunakan untuk memberi tahu pengemudi kondisi setiap penumpang, apakah ada yang sedang demam. Proses pengecekan ini otomatis dan tanpa melakukan kontak dengan penumpang sehingga tidak menimbulkan antrean panjang saat penumpang padat (rush hours) dan tidak memperlambat jadwal atau waktu operasional bus.