Ikatan Dokter Anak Indonesia Tetap Sarankan Pembelajaran Jarak Jauh
›
Ikatan Dokter Anak Indonesia...
Iklan
Ikatan Dokter Anak Indonesia Tetap Sarankan Pembelajaran Jarak Jauh
Per 18 Mei 2020, ada 3.324 anak berstatus pasien dalam pengawasan karena Covid-19. Sebanyak 129 anak berstatus PDP meninggal, sementara 584 anak dinyatakan positif Covid-19. Anak tetap disarankan belajar dari rumah.
Oleh
sekar gandhawangi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ikatan Dokter Anak Indonesia atau IDAI menyarankan agar pembelajaran jarak jauh tetap dilaksanakan selama pandemi Covid-19. Pasalnya, anak-anak termasuk golongan rentan terinfeksi penyakit tersebut.
Menurut data IDAI per 18 Mei 2020, ada 3.324 anak berstatus pasien dalam pengawasan (PDP). Sebanyak 129 anak berstatus PDP meninggal, 584 anak dinyatakan positif Covid-19, dan 14 anak meninggal akibat Covid-19. Data ini dihimpun oleh pihak internal IDAI untuk keperluan merawat pasien.
Angka itu berbeda dengan data Kementerian Kesehatan yang menunjukkan 4 persen kasus positif Covid-19 di Indonesia dialami kelompok usia 0-14 tahun. Artinya, ada 831 anak di usia itu yang terinfeksi dari 20.796 kasus positif Covid-19 di Indonesia per 22 Mei 2020 (Kompas.id, 23/5/2020).
”Angka rata-rata infeksi Covid-19 yang dialami anak adalah 3-4 persen dibandingkan dengan total kasus Covid-19 di Indonesia. Angka ini masih terjaga karena anak-anak masih berada di rumah selama pandemi,” kata anggota Satuan Tugas Covid-19 IDAI, Anggraini Alam, saat dihubungi dari Jakarta, Senin (1/6/2020) malam.
Menyikapi hal ini, IDAI menganjurkan agar kegiatan belajar pada anak tetap dilaksanakan di rumah atau dengan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ). IDAI turut mendorong orangtua, guru, dan siswa agar terlibat aktif dalam proses belajar-mengajar. Orangtua juga perlu menanamkan sikap disiplin untuk menyiapkan anak menghadapi era normal baru.
”Dengan mengantisipasi lonjakan kasus kedua, sebaiknya sekolah tidak dibuka setidaknya sampai Desember 2020. Pembukaan kembali sekolah-sekolah dapat dipertimbangkan jika jumlah kasus Covid-19 telah menurun,” kata Ketua IDAI Aman Bhakti Pulungan melalui keterangan tertulis.
Aman turut menyarankan pemerintah dan pihak swasta agar menyelenggarakan tes cepat dan PCR secara masif. Jumlah tes yang disarankan 30 kali lipat dari jumlah Covid-19 di Indonesia. Tes juga harus dilakukan kepada penduduk usia anak.
Per 1 Juni 2020 tercatat ada 333.415 spesimen yang selesai diperiksa. Adapun 26.940 kasus positif Covid-18 di Indonesia atau bertambah 467 kasus. Jumlah pasien sembuh sebanyak 7.637 orang dan korban meninggal 1.641 orang.
Orangtua tidak setuju
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, mengatakan, ada 66 persen orangtua yang tidak setuju dengan wacana pembukaan sekolah. Angka ini dihimpun dari survei yang ia unggah di Facebook pada 26-28 Mei 2020. Ada 196.559 orangtua murid se-Indonesia yang berpartisipasi dalam survei ini. Mayoritas orangtua juga meminta sekolah kembali buka pada Desember 2020.
Survei juga dilakukan pada siswa dan guru. Di survei yang menyasar siswa, ada 9.643 anak yang terlibat dan 63,7 persen di antaranya menyatakan setuju dengan wacana pembukaan sekolah. Sementara itu, sebanyak 54 persen dari 18.111 guru setuju dengan wacana tersebut.
”Guru yang berpartisipasi paling banyak dari kelompok usia 25-45 tahun, yakni kelompok usia yang dinyatakan boleh bekerja oleh pemerintah. Saya belum bisa memberikan analisis lebih lanjut. Sebab, datanya masih saya olah hingga malam ini,” kata Retno.
Ia menambahkan, pemerintah pusat dan daerah perlu berkoordinasi menyediakan infrastruktur tambahan saat sekolah kembali dibuka, seperti wastafel, sabun, dan tisu. Sekat plastik untuk membatasi tiap meja juga dapat dipertimbangkan jika jaga jarak di kelas sulit dilakukan.
Orangtua juga perlu terlibat dengan melatih anak mengenakan masker di rumah, misalnya 30 menit per hari, lalu durasinya ditambah 10 menit per hari. Ini penting karena anak akan menghabiskan waktu berjam-jam dengan masker di sekolah. Anak juga perlu dilatih agar rutin mencuci tangan dengan benar.
”Jika anak tidak dibekali budaya hidup bersih dan tidak difasilitasi dengan infrastruktur, maka anak-anak akan rentan tertular Covid-19 di era normal baru,” kata Retno.
Warga Cinere, Depok, Ai Tati (50), mengatakan, ia rutin mengedukasi anaknya tentang pandemi dan tata cara berkomunikasi di era normal baru. ”Saya beri pengertian bahwa tidak boleh bersentuhan dengan teman, batuk sembarangan, dan harus rajin mandi setelah keluar rumah,” katanya.