Normal Baru Dunia Pendidikan Sebaiknya Tidak Tergesa-gesa Diterapkan
›
Normal Baru Dunia Pendidikan...
Iklan
Normal Baru Dunia Pendidikan Sebaiknya Tidak Tergesa-gesa Diterapkan
Kelompok pendidik yang tergabung dalam Ikatan Guru Indonesia menolak pemberlakuan normal baru di dunia pendidikan dalam waktu dekat. Sebab, tidak semua sekolah mampu menjalankan protokol kesehatan.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ikatan Guru Indonesia atau IGI menolak normal baru dunia pendidikan yang salah satunya membuka pembelajaran tatap muka secara fisik dalam waktu dekat. IGI menilai metode pembelajaran seperti itu tetap berisiko bagi anak-anak meskipun memakai protokol kesehatan.
”Potensi penularan Covid-19 kepada anak tetap ada. Jangan sampai mempertaruhkan nyawa peserta didik. Normal baru di dunia pendidikan seharusnya diterapkan jika normal baru di sektor non-edukasi sukses dijalankan,” ujar Ketua Umum IGI M Ramli Rahim dalam pernyataan tertulis, Minggu (31/5/2020).
Mengutip data persebaran Covid-19 dari laman Covid19.go.id, per 1 Juni 2020, sebanyak 2,3 persen kasus positif corona adalah balita (0-5 tahun) dan 5,6 persen anak-anak (6-17 tahun).
DKI Jakarta menjadi salah satu wilayah dengan jumlah kasus yang tinggi juga memiliki banyak kasus anak positif Covid-19. Sesuai data di laman corona.jakarta.go.id, per 29 Mei 2020, jumlah balita (usia 0-5 tahun) yang terkonfirmasi positif mencapai 89 orang.
Di Nusa Tenggara Barat, sebanyak 86 anak terinfeksi Covid-19 per 28 Mei 2020. Jumlah itu terdiri dari 35 orang balita (usia 0-5 tahun) dan 51 orang anak (5-18 tahun).
Terkait pelaksanaan protokol kesehatan, dia meragukan semua sekolah mampu menjalankannya. Ini disebabkan kondisi dan kemampuan tiap-tiap sekolah berbeda-beda.
”Kami akui memang ada sekolah unggulan yang mampu menerapkan protokol kesehatan secara ketat, tetapi jangan sampai itu dijadikan alasan untuk menerapkan pembelajaran tatap muka secara menyeluruh,” kata Ramli.
Sementara itu, Koordinator Nasional Jaringan Pemerhati Pendidikan Indonesia Ubaid Matraji berpendapat, pandemi Covid-19 menimbulkan berbagai persoalan kepada sekolah dan keluarga, terutamanya dari sisi finansial. Sejumlah sekolah swasta dan orangtua murid mengalami penurunan pendapatan.
”Mereka tertatih menghadapi pandemi Covid-19. Mereka juga harus menghadapi penerimaan peserta didik baru yang tidak jelas,” katanya.
Presiden Joko Widodo telah menyampaikan bahwa normal baru di sekolah tidak perlu diterapkan secara tergesa-gesa.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, Presiden Joko Widodo telah menyampaikan bahwa normal baru di sekolah tidak perlu diterapkan secara tergesa-gesa.
”Pak Presiden wanti-wanti untuk tidak grusa-grusu untuk penerapan normal baru di sekolah. Masih sangat berisiko jika dilakukan dalam waktu dekat, protokol keselamatan di sekolah berbeda kondisinya dengan sektor umum lainnya terlebih yang dihadapi adalah anak-anak,” ujarnya. Pengurangan pembatasan di sektor pendidikan akan dibahas sematang mungkin.
Sejalan dengan Mendikbud
Direktur Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Muhammad Hasbi saat dikonfirmasi Senin (1/6/2020) di Jakarta mengatakan, pernyataan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan itu sejalan dengan kebijakan Mendikbud. Pembukaan kembali satuan pendidikan menunggu arahan Presiden Joko Widodo terkait perkembangan terkini pandemi Covid-19.
”Sesuai arahan Mendikbud Nadiem Makarim, kami semua telah menyiapkan opsi yang dibutuhkan untuk menyikapi dinamika perkembangan penyebaran Covid-19,” kata Hasbi.
Dia mencontohkan beberapa opsi, yaitu pertama pembelajaran tatap muka dilakukan dengan memperhatikan protokol kesehatan, kedua hanya satuan pendidikan di zona hijau yang diperbolehkan menggelar pembelajaran tatap muka, dan ketiga tetap melanjutkan mekanisme pembelajaran jarak jauh seperti yang sudah dilaksanakan selama tiga bulan terakhir.