Pola komunikasi Pemprov DKI yang sangat umum sehingga terjadi multitafsir di lapangan dan mental masyarakat yang masih selalu mencari celah di aturan agar bisa bepergian menyebabkan penerapan SIKM simpang siur.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar/Aguido Adri/I Gusti Agung Bagus Angga Putra
·6 menit baca
Dua pekan sejak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan aturan mengenai surat izin keluar masuk atau SIKM, informasi yang beredar di masyarakat, bahkan di pemerintah daerah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi atau Bodetabek, masih simpang siur. Dibutuhkan aturan yang lebih terperinci mengenai persyaratan pembuatan SIKM dan individu yang diperbolehkan mengaksesnya.
”Ada dua pokok permasalahan yang perlu segera diperbaiki. Pertama, pola komunikasi Pemprov (Pemerintah Provinsi) DKI Jakarta yang sangat umum sehingga multitafsir di lapangan. Kedua, mental masyarakat yang masih selalu mencari celah di aturan agar bisa bepergian,” kata pakar transportasi dari Universitas Indonesia, Ellen Tangkudung, saat dihubungi dari Jakarta, Senin (1/6/2020).
Ia menjelaskan, transportasi merupakan turunan dari kegiatan kehidupan seperti bekerja dan berbelanja. Apabila kegiatan tersebut dihentikan atau dibatasi secara ketat, transportasi akan berkurang secara signifikan. Penurunan transportasi tidak akan terjadi dengan cara mengurangi angkutan umum dengan harapan masyarakat tidak bepergian karena hal tersebut hanya memindahkan masalah penumpukan di bus dan kereta ke jalanan melalui pemakaian kendaraan pribadi.
Menurut Ellen, wilayah aglomerasi seperti Jabodetabek tidak bisa memberlakukan penghentian transportasi total. Oleh sebab itu, metode pembatasan sosial berskala besar (PSBB) memang pilihan yang cenderung masuk akal. Meskipun begitu, Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 47 Tahun 2020 kurang menjelaskan hal ini secara terperinci.
Aturan mengatakan hanya 11 sektor strategis seperti kesehatan, teknologi dan komunikasi, serta logistik yang boleh melakukan kegiatan. Akan tetapi, tidak ada lampiran atau turunan aturan yang menjelaskan jenis-jenis usaha dari 11 sektor itu. Akibatnya, masyarakat, perusahaan, bahkan pemerintah daerah di Bodetabek memiliki pemahaman masing-masing yang belum tentu sesuai dengan maksud Pergub DKI No 47/2020.
Multitafsir ini pula yang digunakan sebagai celah untuk mengajukan permohonan pembuatan SIKM ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI Jakarta. Akibatnya, permintaan membeludak dan orang-orang yang secara definisi aturan harus diprioritaskan mendapat SIKM justru kurang terlayani.
Ellen juga memaparkan aturan mengenai transportasi sangat berkaitan erat dengan pembukaan kembali berbagai fasilitas umum di masa transisi atau normal baru. Misalnya pembukaan rumah ibadah, walaupun aturan PSBB mengatakan hanya setengah dari kapasitas maksimal yang boleh masuk, tidak jelasnya penurunan aturan akan membuat masyarakat berbondong-bondong ke rumah ibadah sehingga mengakibatkan kemacetan maupun penumpukan penumpang di angkutan umum.
”Buat aturan yang jelas seperti waktu shalat berjemaah di masjid atau misa di gereja dibagi menjadi tiga sif yang masing-masing memiliki kuota. Setiap orang yang hendak beribadah harus mendaftar dulu untuk setiap sif kepada pengurus rumah ibadah. Perjelas bahwa jemaah yang boleh datang beribadah misalnya tidak boleh anak-anak, lansia, atau orang yang sedang tidak enak badan. Dengan begitu, sejak awal, penumpukan bisa terhindari karena ada kriteria dan waktu yang jelas,” tutur Ellen.
Ia menambahkan, hal ini mungkin akan mengagetkan masyarakat yang telah terbiasa dengan pola-pola lama. Akan tetapi, memang demikian bentuk kehidupan yang harus dijalani masyarakat di masa normal baru.
Multitafsir ini pula yang digunakan sebagai celah untuk melakukan permohonan pembuatan SIKM ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta. Akibatnya, permintaan membeludak dan orang-orang yang secara definisi aturan harus diprioritaskan mendapat SIKM justru kurang terlayani.
Simpang siur
Kepala Seksi Penyuluhan DPMPTSP DKI Jakarta Rinaldi yang secara teknis mengurusi permohonan SIKM mengatakan, hingga kini lebih dari separuh permohonan keliru dan menyalahi aturan PSBB. Masih banyak warga dengan KTP, kartu domisili, atau izin tinggal di Bodetabek yang memohon dibuatkan SIKM Jakarta. Padahal, warga Jabodetabek tidak membutuhkan SIKM selama mobilitas mereka ada di dalam lima wilayah ini.
Terdapat pula pertanyaan mengenai perlunya mengurus SIKM jika akan datang ke Jakarta melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Halim Perdanakusuma, stasiun kereta, dan terminal bus antarkota. Rinaldi menjelaskan, semua penumpang yang tujuan akhir perjalanannya adalah Jakarta wajib mengurus SIKM. Hal ini berlaku bagi warga Jabodetabek maupun non-Jabodetabek yang datang dari luar kota.
”Warga Jabodetabek yang kebetulan tidak berada di Jakarta ketika PSBB diterapkan harus membuat SIKM untuk masuk Jakarta. Syaratnya pun hanya bisa ke Ibu Kota karena urusan resmi pekerjaan di 11 sektor strategis. Jika tujuannya untuk berlibur atau menengok keluarga, tidak diizinkan sesuai No Pergub 47/2020,” ucapnya.
Apabila tujuan akhirnya adalah Bodetabek, individu tersebut hendaknya mengecek ketentuan pemerintah daerah masing-masing mengenai keperluan SIKM.
SIKM juga wajib dimiliki warga non-Jabodetabek yang melakukan transit atau melewati Jakarta dalam perjalanan menuju tempat lain. Misalnya, warga Bandung yang hendak berlayar ke Singapura melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Ia wajib mengurus SIKM dan membuktikan bahwa perjalanan ke negeri jiran itu memang urusan dinas kerja untuk salah satu dari 11 sektor.
SIKM juga wajib dimiliki warga non-Jabodetabek yang melakukan transit atau melewati Jakarta dalam perjalanan menuju tempat lain. Misalnya, warga Bandung yang hendak berlayar ke Singapura melalui Pelabuhan Tanjung Priok.
Rinaldi mengungkapkan, sejumlah pelamar SIKM adalah pekerja rumah tangga yang hendak kembali ke Jakarta selepas mudik. Mereka memasukkan nama dan kontak majikannya sebagai penjamin. Permohonan mereka ditolak karena pekerjaan nonformal di rumah tangga tidak masuk dalam 11 sektor strategis.
Lain halnya dengan mahasiswa dari luar kota atau luar provinsi DKI Jakarta yang terpaksa tinggal di asrama atau kos akibat PSBB. Mereka bisa memohon melalui pemerintah kabupaten/kota atau provinsi masing-masing agar difasilitasi pulang kampung dengan protokol keamanan Covid-19. Mereka bisa pula memohon melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau kedutaan besar Indonesia apabila berada di luar negeri.
”Hal ini diatur dalam Pergub No 47/2020 Pasal 5 Ayat 2A. Pergerakan manusia di luar 11 sektor strategis diizinkan hanya jika difasilitasi pemerintah pusat atau daerah,” papar Rinaldi.
Aturan daerah
Di Bodetabek, Depok dan Kota Bekasi mengeluarkan aturan mengenai pembatasan keluar masuk daerah masing-masing. Wali Kota Depok Mohammad Idris menerbitkan Peraturan No 36/2020 tentang pengaturan arus balik. Ini untuk memastikan warga Depok yang keluar kota karena mudik Lebaran atau alasan lainnya terjamin dalam keadaan sehat ketika kembali ke Depok.
”Harus ada KTP elektronik atau kartu keluarga Depok, surat keterangan sehat dengan meterai, dan surat hasil tes cepat dari fasilitas kesehatan di tempat asal perjalanan,” ujarnya.
Perantau yang tinggal di Depok untuk memasuki kota ini, selain surat keterangan sehat dan hasil tes cepat, wajib memiliki surat keterangan dari desa dan kecamatan asal yang menjelaskan maksud kedatangan ke Depok. Harus ada pula surat keterangan penjamin, seperti keluarga yang ada di Depok, dengan cap dari ketua rukun tetangga. Jika tidak memiliki kerabat, pihak penjamin adalah majikan atau tempat kerja di Depok.
Sementara itu, Peraturan Wali Kota Bekasi No 32/2020 berbunyi serupa dengan Pergub DKI Jakarta No 47/2020. Semua warga non-Jabodetabek yang masuk ke Bekasi wajib memiliki SIKM khusus Bekasi dan surat itu terbatas kepada pekerja di 11 sektor strategis. Surat diurus secara daring ke laman www.bekasikota.go.id dengan mengunggah surat pengantar dari RT, RW, dan kelurahan; surat pernyataan tanggung jawab bermeterai dari pemohon; surat hasil tes cepat dari dinas kesehatan di tempat asal dengan cap basah; serta surat keterangan perjalanan dinas atau masuk dari tempat kerja.
Kota Tangerang dan Tangerang Selatan memutuskan tidak memerlukan SIKM. Warga non-Jabodetabek diperbolehkan memasuki kedua wilayah itu tanpa pemeriksaan. ”Kami fokus menyisir tempat-tempat umum dan yang berisiko menghasilkan keramaian,” kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Tangerang Wahyudi Iskandar.