Selama vaksin belum ditemukan, umat manusia terpaksa berdampingan dengan ancaman penularan Covid-19. Namun, manusia berdaya untuk beradaptasi agar dapat bertahan hidup.
Oleh
Ambrosius Harto Manumoyoso
·5 menit baca
Selama vaksin belum ditemukan, umat manusia terpaksa berdampingan dengan ancaman penularan Covid-19. Namun, manusia berdaya untuk beradaptasi agar dapat bertahan hidup. Konsep normal baru berbasis protokol kesehatan pun selaras dengan ungkapan bijak, kita bisa menemukan kedamaian dalam badai kehidupan ini.
Pandemi Covid-19 menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejauh ini telah menjangkiti hampir 5,6 juta jiwa di 216 negara. Covid-19 telah meminta tumbal hampir 353.400 jiwa yang 1.520 orang di antaranya warga Indonesia. Para ahli dan peneliti memacu diri menemukan vaksin atau obat Covid-19.
Sembari menunggu vaksin, setiap individu kini dihadapkan pada kewajiban menjalankan protokol kesehatan demi menghindari virus korona baru yang menjadikan kita sebagai inangnya.
Di Jawa Timur, protokol kesehatan telah berjalan meski bisa diyakini belum sepenuhnya dipahami, apalagi dilaksanakan, oleh seluruh populasi berjumlah sekitar 40 juta jiwa. Tata cara hidup agar terhindar dari ancaman penularan Covid-19, di antaranya, bermasker dan bersarung tangan; menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, terutama kerap cuci tangan dengan sabun dan air; menghindari kontak fisik, terutama dengan orang terindikasi Covid-19. Kemudian, menyingkir dari keramaian atau kerumunan, menjaga asupan tubuh dengan makanan-minuman bergizi dan bervitamin, serta sebisa mungkin membatasi kegiatan ke luar rumah agar terhindar dari potensi kontak fisik dengan orang terjangkit yang tidak bergejala.
Protokol terus dimasyarakatkan, terutama sejak pengumuman kasus pertama Covid-19 yang diderita enam warga Surabaya dan dua warga Malang (kota dan kabupaten) pada Selasa (17/3/2020). Sampai dengan 75 hari kemudian atau Jumat (29/5), menurut laman resmi yang dikelola Pemprov Jatim, ada 4.271 warga positif Covid-19 dengan rincian 348 jiwa meninggal atau fatalitas 8,1 persen, 3.334 pasien dirawat, dan 570 orang sembuh.
Wilayah metropolitan Surabaya Raya (Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik) menjadi yang terparah terpapar wabah di antara 38 kabupaten/kota di Jatim. Sejak 27 April, untuk meredakan wabah, pemerintahan Surabaya Raya memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Metode ini memasuki tahap ketiga atau perpanjangan kedua sampai dengan 8 Juni.
Bagaimana hasilnya? Tingkat penularan di Jatim tetap tinggi, yakni 1,3, sementara Surabaya (1,5), Sidoarjo (1,4), dan Gresik (1,3). Di Surabaya ada 2.300 warga positif dengan rincian kematian 202 jiwa, perawatan 1.899 pasien, dan sembuh 199 orang. Di Sidoarjo, tercatat 600 warga positif dengan rincian kematian 49 jiwa, perawatan 527 pasien, dan sembuh 24 orang. Gresik ada 156 warga positif dengan rincian kematian 16 jiwa, perawatan 126 pasien, dan sembuh 14 orang.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Bupati Gresik Sambari Halim Radianto, dan Pelaksana Tugas Bupati Sidoarjo Nur Achmad Syaifuddin dalam berbagai kesempatan terpisah selaras saat menyatakan belum dapat mempertimbangkan penerapan kelaziman baru. Kelaziman baru bisa diterapkan jika tingkat penularan jauh di bawah 1.
Kelaziman baru
Wabah memaksa aktivitas sosial, terutama keagamaan dan pendidikan, pindah ke ruang maya atau media sosial Youtube, Facebook, Instagram, Zoom, dan Google Meet. Sebagian produktivitas dunia kerja pindah ke rumah. Pembelian komoditas secara dalam jaringan meningkat seiring dengan meroketnya konsumsi akan informasi dan telekomunikasi berbasis internet.
Namun, jika wabah mereda, aktivitas bisa ke sedia kala meski terpaksa ada penyesuaian agar manusia terhindar dari ancaman penularan Covid-19. Otoritas Katolik di Jatim mempertimbangkan menambah frekuensi misa pada Minggu atau hari-hari perayaan. Hal ini untuk mengakomodasi kepentingan umat yang kangen beribadah ke gereja, tetapi tetap dapat melaksanakan protokol kesehatan, yakni jaga jarak fisik antar-umat selama peribadatan. Di sisi lain, siaran ibadat lewat radio, televisi, atau media sosial dipertahankan untuk kepentingan umat yang berhalangan karena disabilitas atau sedang sakit.
Kalangan pengusaha pusat belanja dan rumah makan jelas mempertimbangkan protokol kesehatan ke depan. Akan menjadi lazim makan dan minum di suatu tempat, tetapi berjarak. Kursi individual akan menggantikan bangku yang bisa diduduki dua atau lebih sekaligus. Tempat cuci tangan akan banyak diadakan. Memakai masker dan sarung tangan akan seperti kebiasaan mengenakan pakaian dalam sebagai kebutuhan.
Di sekolah, bisa jadi ada pembagian jam belajar pagi dan siang. Pasar boleh jadi menerapkan giliran buka antarpedagang untuk mengakomodasi jumlah penjual, sementara area tidak bertambah, tetapi tetap bisa jaga jarak fisik.
”Kami saat ini fokus meredakan wabah meski tata cara new normal tetap dibahas untuk ke depan,” kata Khofifah.
Dukungan
Untuk meredam pandemi di Jatim, aparatur se-Jatim perlu terus menerapkan test, trace, treat (3T) alias uji, jajak, dan urus. Cakupan uji cepat dan pemeriksaan sampel usap tenggorokan seluas-seluasnya sehingga didapat informasi akurat tentang potensi atau daya jangkau wabah. Warga baru positif dilacak luas jejak perjalanan dan kontaknya lalu isolasi. Selanjutnya, penanganan cepat dan tepat untuk mencegah potensi kematian pasien Covid-19.
Di sisi lain, menurut anggota Tim Advokasi PSBB dan Survailans dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, upaya meredam wabah mutlak memerlukan dukungan publik. Dalam konteks ini, masyarakat harus mau memahami dan patuh terhadap protokol kesehatan. Jujurlah dengan kondisi kesehatan saat memeriksakan diri karena sakit, membuka informasi jejak kontak dan perjalanan, lalu mau melaksanakan tahapan pemeriksaan potensi Covid-19.
Ketakutan akan kematian berasal dari kecemasan dalam hidup.
Windhu amat mendorong perluasan tes cepat atau PCR yang lebih akurat. Untuk Surabaya saja setidaknya harus dilakukan 2.000-3.000 uji usap tenggorokan per hari meski jika dibandingkan dengan 3 juta populasi memerlukan waktu lama. Sementara ini, tes diutamakan untuk pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang dalam pemantauan (ODP) yang terindikasi terjangkit.
”Jumlah ODP dan PDP yang tinggi menandakan cakupan tes Covid-19 di suatu wilayah masih rendah,” kata Windhu.
Di Jatim saat ini ada 6.203 PDP dan 24.274 ODP. Untuk Surabaya ada 2.807 PDP dan 3.642 ODP.
Tes kesehatan untuk mengetahui potensi virus dalam diri seseorang bisa menjadi kelaziman baru di masa depan. Seseorang bisa mengetahui potensi penyakit dan bisa ditangani cepat dan tepat serta mencegah penularan. Pujangga dunia, Mark Twain, pernah berkata, ketakutan akan kematian berasal dari kecemasan dalam hidup. Untuk itu, mari mencari kedamaian dalam badai.