Alat Tes Cepat Buatan Dalam Negeri Dipasarkan Juli
›
Alat Tes Cepat Buatan Dalam...
Iklan
Alat Tes Cepat Buatan Dalam Negeri Dipasarkan Juli
Peneliti Indonesia berhasil membuat inovasi alat tes diagnostik cepat (RDT) Covid-19. Alat yang diberi nama RI-GHA Covid-19 diluncurkan Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2020 dan akan diproduksi massal akhir Juni.
Oleh
ZAK/HRS
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS— Peneliti Indonesia berhasil membuat inovasi alat tes diagnostik cepat (RDT) Covid-19. Alat yang diberi nama RI-GHA Covid-19 diluncurkan Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2020 dan akan diproduksi massal akhir Juni. Alat dipasarkan mulai Juli.
RI-GHA singkatan dari Republik Indonesia-Gadjah Mada-Hepatika-Airlangga. Produk dalam alat itu merupakan produk dalam negeri, hasil kerja sama para peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Laboratorium Hepatika Bumi Gora, dan Universitas Airlangga (Unair).
Mulyanto, Direktur Laboratorium Hepatika Bumi Gora yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Mataram (Unram), Nusa Tenggara Barat, Senin (1/6/2020), mengatakan, penelitian dimulai sekitar seminggu setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pasien positif Covid-19 pertama di Indonesia.
Kami menyiapkan bahan-bahannya dan menyelesaikan prototipe pada pertengahan Mei.
Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) membentuk satuan tugas dengan sejumlah bidang inovasi penelitian mengenai Covid-19. Bidang itu seperti mendeteksi antibodi serta membuat RDT, reagen PCR, alat-alat pelindung diri, dan respirator.
Laboratorium Hepatika masuk dalam satuan tugas untuk membuat RDT bersama BPPT, UGM, dan Unair. Penunjukan Laboratorium Hepatika didasarkan pengalaman panjang dalam penelitian serupa.
Tim mulai bekerja pada pertengahan April. Seluruh pembuatan dilakukan di Laboratorium Hepatika di Mataram. Diskusi dengan peneliti lain dilakukan secara daring. Hepatika juga mendapat dukungan penuh dari Fakultas Kedokteran Unram, termasuk dari Rumah Sakit Unram yang menyediakan sampel pasien positif untuk dites.
”Kami menyiapkan bahan-bahannya dan menyelesaikan prototipe pada pertengahan Mei. Setelah itu, kami melaporkan ke BPPT kemudian diteruskan ke Menristek hingga ke Presiden Joko Widodo. Pada 20 Mei diluncurkan Presiden,” kata Mulyanto.
Setelah peluncuran, RI-GHA tidak akan langsung diproduksi massal atau diproduksi untuk umum, tetapi diproduksi terbatas untuk validasi terlebih dahulu. ”Prototipe ini baru dievaluasi skala laboratorium. Validasi dilakukan peneliti di UGM dan Unair. Sudah mulai sejak minggu lalu dan kira-kira sebulan baru selesai,” katanya.
Untuk validasi prototipe, Kemenristeki awalnya meminta produksi RI-GHA untuk 10.000 tes. Setelah itu diminta memproduksi lagi 40.000 tes.
”Presiden bahkan meminta untuk 100.000 tes. Saya kira, dananya cukup untuk (jumlah) itu,” kata Mulyanto.
Hingga saat ini sejumlah perusahaan farmasi menyatakan siap memproduksi secara massal. Perusahaan farmasi itu seperti Kalbe Farma, Kimia Farma, dan Bio Farma. Ditargetkan pada Juli sudah ada di pasaran.
RDT RI-GHA Covid-19 telah mengantongi izin edar dari Kementerian Kesehatan. Izin edar diterbitkan 19 Mei 2020 atau sehari sebelum diluncurkan Presiden Joko Widodo.
Validasi
Secara terpisah, Guru Besar FK UGM Sofia Mubarika Haryana mengatakan, RI-GHA merupakan inovasi RDT yang berbasis antibodi. Fungsinya mendeteksi IgM dan IgG yang diproduksi tubuh untuk melawan Covid-19.
”Awalnya, saat muncul pandemi Covid-19, kami berpikir apa yang bisa kami lakukan untuk ikut membantu penanganan Covid-19. Kemudian BPPT menginisiasi inovasi riset mengenai Covid-19,” kata Rika.
BPPT mengundang dan mengajak beberapa peneliti Indonesia untuk bergabung melakukan riset dalam usaha penanganan Covid-19. Dalam perkembangannya, terdapat enam bidang inovasi penelitian yang menjadi fokus BPPT, salah satunya pembuatan RDT.
Selain Rika dan Mulyanto, peneliti lain yang juga tergabung dalam tim RI-GHA meliputi Guru Besar FK UGM Tri Wibawa serta Guru Besar FK Unair Cita Rosita Sigit Prakoeswa dan Fedik Abdul Rantam.
Menurut Rika, Laboratorium Hepatika berpengalaman membuat tes cepat untuk penyakit hepatitis, bahkan sudah digunakan di Jepang. Berbekal pengalaman itu, Laboratorium Hepatika menyusun formula RDT Covid-19.
”Setelah hasil yang diperoleh positif, kami juga melakukan uji banding dengan produk komersial. Ternyata produk komersial yang beredar adalah total imunoglobulin sehingga tidak spesifik dan tidak seperti total IgM atau IgG yang kami kembangkan,” kata Rika.
Setelah pencarian merek komersial, tim melakukan uji banding dengan merek komersial terbaik. Sesudah dicobakan di Hepatika, didapatkan hasil, dari 20 sampel dengan positif IgM, produk RI-GHA memperoleh 8 positif. Selanjutnya dibandingkan dengan merek komersial terbaik, didapatkan hasil juga 8 positif.
”Artinya, sampel positif Covid-19 yang sebelumnya diuji dengan PCR hasilnya 20, ternyata yang menghasilkan antibodi baru 8 sampel, kemungkinan sisanya belum terbentuk antibodi,” ujarnya.
Harga RI-GHA bisa lebih murah daripada produk luar.
Dari produksi terbatas RI-GHA untuk 10.000 tes, akan dilakukan validasi untuk mengetahui tingkat akurasinya di masyarakat. Sebanyak 4.000 tes akan diserahkan ke UGM untuk validasi di sejumlah rumah sakit oleh Tri Wibawa. Rumah sakit itu di antaranya RSUP Dr Sardjito, Rumah Sakit Akademik UGM, RSUD Jogja, RSUP Dr Kariadi Semarang, dan RSUD Dr Moewardi Solo. Adapun Citra Rosita dan Fedik yang melakukan validasi di RSUD Dr Soetomo dan RS Unair.
RDT non-PCR ini dapat digunakan untuk penapisan dan memonitor orang tanpa gejala (OTG), orang dalam pemantauan (ODP), dan pasien dalam pengawasan (PDP).
Menurut Rika, harga RI-GHA bisa lebih murah daripada produk luar. RI-GHA punya kelebihan dapat mendeteksi dengan kecepatan 5-10 menit, mudah digunakan dan praktis, punya sensitivitas tinggi dan sangat spesifik, serta bisa dilakukan di mana saja. ”Harapannya dapat digunakan hingga pelosok daerah,” katanya.