Sepak bola di seluruh dunia perlahan menjalani era normal baru. Teknologi akan berperan besar ketika penonton tidak bisa hadir secara langsung di stadion.
Oleh
DOMINICUS HERPIN DEWANTO PUTRO
·4 menit baca
Madrid, Senin - Liga-liga sepak bola mayor di Eropa bakal kembali melanjutkan kompetisi pada Juni ini menyusul Liga Jerman yang sudah lebih dulu bergulir. Selain menyiapkan protokol kesehatan, para pengelola liga sibuk merumuskan cara merekayasa kehadiran para pemain ke-12 alias penonton di stadion.
Kehadiran para penonton tersebut menjadi elemen vital dalam sebuah laga sepak bola maupun ajang olahraga profesional lainnya. Teriakan dan nyanyian para penonton merupakan energi tambahan bagi tim tuan rumah sekaligus intimidasi bagi tim tamu.
Namun, pandemi Covid-19 memaksa semua ajang olahraga seperti sepak bola harus berlangsung tanpa penonton. Liga Jerman atau Bundesliga sudah menunjukkan laga-laga tanpa penonton kehilangan atmosfer persaingan. Para pemain seolah sedang berlatih.
Masalah itulah yang kemudian menjadi perhatian khusus Presiden La Liga (Liga Spanyol), Javier Tebas, sebelum melanjutkan kompetisi musim ini mulai 11 Juni mendatang. Tebas menilai kehadiran penonton tidak hanya mengangkat kualitas laga melainkan juga bisa menghadirkan sebuah pesan tertentu.
La Liga dalam situasi saat ini ingin para penonton turut memberi penghormatan kepada para korban tewas akibat Covid-19. Mereka kemudian mendorong para fans setiap klub untuk merekam suara tepuk tangan yang nantinya bisa diputar di stadion dan didengarkan para penonton di rumah melalui tayangan televisi.
“Para fans membuat sepak bola menjadi spesial dan ketika mereka tidak bisa datang ke stadion, kami harus melakukan inisiatif ini agar fans bisa memainkan peran mereka saat kompetisi sudah berlanjut dan memberi dukungan kepada para pahlawan yang bejuang melawan Covid-19,” ujar Tebas, Senin (1/6/2020).
Langkah ini menurut Tebas merupakan cara terbaik yang bisa dilakukan untuk tetap mendekatkan para pendukung dengan tim kebanggaan mereka masing-masing. Para penonton sedikit bisa merasa hadir di stadion, sedangkan para pemain merasa tidak sendirian karena bisa mendengar suara para penonton.
Kepuasan yang bisa dirasakan penonton maupun pemain seperti itu kurang bisa dirasakan Liga Inggris yang berencana merekayasa kehadiran penonton dalam tayangan langsung melalui televisi. Suara dari rekaman teriakan, nyanyian, atau tepuk tangan para penonton akan menjadi suara latar dari laga yang ditayangkan.
Dengan metode ini, penonton di rumah seolah sedang melihat laga di stadion yang penuh meski perasaan itu bisa saja hilang ketika kamera televisi menyorot tribune penonton yang tetap kosong. Cara yang masih memiliki kekurangan ini sudah dilakukan oleh beberapa jaringan televisi yang menayangkan Bundesliga dan mendapat respon positif.
Namun, para pemain di lapangan tetap hanya mendengar suara teriakan pemain lainnya atau pelatih yang memberi instruksi dari pinggir lapangan. Tidak ada suara penyemangat ketika sedang kesulitan mencetak gol atau suara kegembiraan usai tercipta gol.
Wajar apabila Manajer Leicester City, Brendan Rodgers, mengatakan tim di lapangan tetap merasakan perbedaan besar ketika tidak ada penonton di stadion. Teknologi tidak bisa sepenuhnya menggantikan peran para penonton.
Rodgers dan Leicester pun berinisiatif mencari cara mengisi kekosongan yang ditinggalkan para penonton tersebut. Mereka berencana menggelar simulasi pertandingan tanpa penonton di kandang mereka, Stadion King Power. “Dengan demikian, para pemain bisa merasakan dan terbiasa (dengan laga tanpa penonton),” katanya.
Kreativitas Denmark
Liga Denmark bukanlah liga elite di Eropa tetapi bisa menjadi contoh dalam merekayasa kehadiran penonton. Langkah kreatif sudah diterapkan salah satu klub, AGF Aarhus, yang menghadirkan penonton melalui aplikasi telekonferensi Zoom.
Salah satu bagian tribune di Stadion Ceres Park dipasangi layar lebar yang menampilkan wajah-wajah para penonton di rumah. Penonton bisa berteriak dan suara mereka bisa didengar oleh para pemain. Teknologi itu dicoba saat AGF menjamu Randers dan laga berakhir imbang 1-1, Jumat pekan lalu.
AGF sempat tertinggal 0-1 dan kemudian bisa menyamakan kedudukan pada menit ke-90+2. Layar di tribune pun penuh dengan gambar para fans yang meloncat kegirangan, berpelukan, atau sekadar teriak histeris. “Senang bisa merasakan langsung dukungan dari penonton. Saya terharu karena tidak menyangka mendapat dukungan seperti ini,” kata pemain AGF yang mencetak gol penyama kedudukan itu, Patrick Mortensen, dilansir laman AGF.
Selain Denmark, Jepang juga bisa menjadi inspirasi karena memiliki teknologi yang memungkinkan penonton di rumah untuk bersuara di stadion. Dengan teknologi yang diciptakan Yamaha itu, penonton tinggal memilih jenis suara melalui aplikasi di telepon pintar. Suara yang bisa dipilih meliputi teriakan, nyanyian, atau olok-olok seperti seruan “huuu…”.
Teknologi yang digunakan di Denmark maupun Jepang merupakan modal untuk menggelar sepak bola normal baru. “Saya rasa sepak bola tidak akan pernah terasa sama seperti dulu,” kata bintang Barcelona dan Argentina, Lionel Messi, kepada surat kabar El Pais. (AFP/REUTERS)