Di Tengah Hantaman Pandemi Covid-19, Demokrasi di Brasil Juga Terancam
›
Di Tengah Hantaman Pandemi...
Iklan
Di Tengah Hantaman Pandemi Covid-19, Demokrasi di Brasil Juga Terancam
Ketegangan politik di Brasil terus meningkat setelah Presiden Jair Bolsonaro menuntut pembubaran kongres dan Mahkamah Agung. MA berseteru dengan Bolsonaro setelah menyelidiki dugaan intervensi Bolsonaro di kepolisian.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
BRASILIA, SELASA – Di tengah meroketnya jumlah warga Brasil yang positif Covid-19 dan buruknya penanganan pandemi saat ini, Presiden Jail Bolsonaro bergabung bersama para pendukung garis kerasnya, Minggu (31/5/2020), untuk mendesak pembubaran Mahkamah Agung dan kongres. Salah satu hakim agung di Mahkamah Agung Brasil memperingatkan bahwa demokrasi di Brasil terancam MA, dan memerintahkan hakim-hakim berpihak pada demokrasi.
Desakan pembubaran Mahkamah Agung (MA) dan kongres itu digaungkan oleh para pendukung setia Bolsonaro setelah MA memerintahkan penyelidikan soal keabsahan penangkapan beberapa lawan politik Bolsonaro oleh kepolisian. Dalam sebuah pernyataan salah satu hakim MA Brasil, juga dikemukakan perbandingan pemerintahan Bolsonaro--mantan anggota militer--dengan Adolf Hitler, pemimpin NAZI Jerman. Situasi ini memicu ketegangan baru antara lembaga yudisial dengan sang presiden.
Bolsonaro terbang dari kediamannya menuju ke lokasi unjuk rasa di Brasilia, Minggu, menggunakan helikopter militer. Di lokasi itu, dengan menunggang kuda milik patroli kepolisian, dia bersama-sama dengan pendukung garis kerasnya menuntut MA dan kongres untuk menghentikan penyelidikan terhadap kepolisian.
Beberapa pendukung Bolsonaro membawa poster dan spanduk yang berisikan desakan pembubaran dua lembaga penting dalam sistem demokrasi Brasil, yaitu kongres dan MA. “Militer bisa melakukan intervensi. Bubarkan kongres dan MA sekarang juga!” demikian isi salah satu spanduk pendukung Bolsonaro.
Bolsonaro mengatakan, semua kebijakan yang diambil dan dilakukannya adalah bagian dari proses demokrasi yang dianut negara tersebut. Sebaliknya, menurut dia, tindakan yang dilakukan oleh hakim-hakim MA sebagai upaya membawa negara itu ke jurang krisis politik.
Penggantian kepala polisi
Pernyataan Bolsonaro dan para pendukung garis kerasnya tidak lepas dari sepak terjang Bolsonaro selama satu bulan terakhir. Pada awal Mei, dia menetapkan Rolando Souza, salah satu pendukungnya, sebagai kepala kepolisian federal yang baru. Penggantian itu dinilai oleh mantan Menteri Kehakiman Sergio Moro sebagai langkah politis untuk mengamankan keluarga dan kerabat Bolsonaro dari penyelidikan yang tengah dilakukan oleh penyelidik.
Langkah pertama yang diambil Souza adalah menggerebek kediaman Gubernur Rio de Janeiro Wilson Witzel, musuh politik Bolsonaro, karena dugaan korupsi dana penanggulanan Covid-19.
Sebuah rekaman video beredar luas di kalangan politisi Brasil yang berisi pernyataan Bolsonaro tentang alasan penggantian kepala kepolisian federal Brasil, yaitu untuk melindungi keluarga dan kerabatnya dari tangan penegak hukum. Moro yang akhirnya mundur dari jabatannya akibat perseteruan itu, menyatakan bahwa tiga jenderal–dua diantaranya adalah anggota kabinet Bolsonaro--menyatakan keabsahan pernyataan Bolsonaro dalam rekaman itu.
Tindakan Bolsonaro dan informasi dari Moro soal adanya dugaan intervensi hukum, ditindaklanjuti oleh salah satu hakim agung MA Brasil, Celso de Mello. Dalam sebuah pesan kepada sesama kolega hakim, De Mello menyatakan, MA dan hakim-hakim harus berpihak pada demokrasi.
"Kita harus menentang penghancuran tatanan demokratik untuk menghindari apa yang terjadi di Republik Weimar ketika Hitler memimpin. Dia tidak ragu-ragu membatalkan konstitusi dan memaksakan sistem totaliter pada tahun 1933," kata de Mello dalam pesannya.
Kita harus menentang penghancuran tatanan demokratik untuk menghindari apa yang terjadi di Republik Weimar ketika Hitler memimpin.
Seorang sumber mengonfirmasi keaslian pesan tersebut. Kantor De Mello menyebutkan pesan itu sebagai sebuah hal yang eksklusif dan bersifat pribadi.
Ketegangan antara MA dan Bolsonaro serta pendukungnya juga pernah terjadi tahun lalu, ketika ada seruan melalui media sosial untuk membubarkan lembaga peradilan yang disertai ancaman terhadap para hakim agung. Seruan dan ancaman itu membuat para hakim agung membuka penyelidikan atas dugaan pembiayaan dan koordinasi jaringan para buzzer untuk menyebarkan berita palsu atau hoaks.
Pekan lalu, pertentangan antara kedua lembaga ini semakin meningkat setelah seorang hakim agung membagikan video pertemuan kabinet Bolsonaro. Di dalam video tersebut, salah satu menteri menyatakan para hakim agung harus dipenjara.
Dukungan menipis
Kondisi politik yang tidak pasti membuat dukungan terhadap Bolsonaro semakin menipis. Jajak pendapat yang dilaksanakan lembaga Datafolha, Kamis pekan lalu, menunjukkan bahwa ketidakpuasan atas kepemimpinan Bolsonaro naik lima persen, dari sebelumnya 38 persen pada April menjadi 43 persen pada akhir Mei 2020.
Jefferson, Ketua Partai Buruh Brasil yang merupakan partai pendukung utama Bolsonaro, mengatakan bahwa ketegangan antara MA dan Bolsonaro harus dihentikan agar kekacauan tidak bertambah parah. Namun, alih-alih menggunakan cara yang lebih demokratis untuk meredakan ketegangan, dia meminta Bolsonaro menggunakan kekuatan bersenjata dan militer untuk melaksanakan mediasi antara kedua lembaga.
Sebaliknya, Rodrigo Maia, anggota Majelis Rendah Kongres menyatakan bahwa pesan kebencian yang disuarakan oleh Bolsonaro dan pendukungnya harus diselidiki hingga tuntas. (AP/AFP/REUTERS)