DPR meminta pemerintah tidak tergesa-gesa membuka kembali sekolah. Kembalinya anak-anak ke sekolah menjadi pertaruhan besar, apalagi pihak sekolah belum bisa menggaransi tak ada penularan virus di lingkungan sekolah.
Oleh
Rini Kustiasih
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat meminta pemerintah berhati-hati dalam membuka sekolah atau memulai proses belajar mengajar di kelas sejalan dengan kebijakan untuk menjalani tatanan normal baru atau new normal yang sedang direncanakan oleh pemerintah. Pemerintah pun sebaiknya tidak terburu-buru memulai pembelajaran di kelas dengan kondisi risiko penularan yang masih cukup tinggi.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, kebijakan di tengah pandemi pada sektor pendidikan masih perlu dibuat lebih detail karena menyangkut berbagai aspek. Salah satunya ialah aspek keamanan anak-anak.
”Tentu agak sulit bagi sekolah untuk bisa menggaransi anak-anak terbebas dari penularan virus di sekolah. Masalah baru akan muncul ketika ada salah satu murid yang terinfeksi. Sekolah akhirnya diliburkan lagi dan sekolah akan mendapat tuntutan hukum dari orangtua,” katanya, Selasa (2/6/2020), di Jakarta.
Kebijakan di tengah pandemi pada sektor pendidikan masih perlu dibuat lebih detail karena menyangkut berbagai aspek. Salah satunya ialah aspek keamanan anak-anak.
Dasco menyebutkan, karena obat dan vaksin untuk Covid-19 belum ditemukan hingga saat ini, pihaknya menginginkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk membuat aplikasi atau jaringan khusus pendidikan. Dengan demikian, interaksi sekolah tetap berlangsung seperti biasa, tetapi melalui jarak jauh.
Selain itu, agar tidak membebani orangtua dengan biaya internet, aplikasi itu sebaiknya disambungkan dengan saluran internet khusus.
”Saya harap, dalam waktu dekat, hal ini bisa terlaksana atau bisa ada solusi lain yang lebih baik. Ini keresahan masyarakat akan pendidikan anak-anak mereka ketika memasuki new normal dan ini jangan dibiarkan berlarut-larut,” ucapnya.
Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani dalam peringatan Hari Lahir Pancasila dan diskusi daring dengan Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini menuturkan, pemerintah perlu mendengarkan masukan-masukan dari para pemangku kepentingan, seperti pendidik, orangtua, dan organisasi pendidikan, sebelum membuka kembali sekolah sebagai bagian dari penerapan kebijakan new normal.
”Penyelenggaraan pendidikan di tengah pandemi Covid-19 perlu dikelola dengan baik agar tidak berdampak pada kesehatan anak-anak kita, generasi muda kita,” ujarnya.
Menurut Puan, protokol pelaksanaan normal baru di sekolah harus dilaksanakan secara ketat. ”Tentu saja protokol kesehatan new normal untuk sekolah sangat berbeda dengan protokol untuk mal, perkantoran, dan tempat publik lain. Apalagi untuk sekolah-sekolah PAUD di mana anak-anaknya masih kecil, naluri untuk bermain bersama teman-temannya sangat besar,” lanjutnya.
Oleh karena itu, Puan menekankan agar pelaksanaan normal baru terutama untuk sekolah harus dilakukan secara hati-hati. Pemerintah perlu merespons aspirasi-aspirasi yang berkembang terkait penerapan normal baru. Dalam hal penerapannya di sekolah, misalnya, masyarakat meminta agar kegiatan sekolah dimulai ketika keadaan benar-benar sudah terkendali.
Pelaksanaan normal baru terutama untuk sekolah harus dilakukan secara hati-hati. Pemerintah perlu merespons aspirasi-aspirasi yang berkembang terkait penerapan normal baru.
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Netty Prasetiyani menilai wacana pembukaan sekolah di tengah pandemi Covid-19 sebagai ketergesaan yang berbahaya. Menurut dia, jika dipaksakan, hal itu akan menjadi pertaruhan besar bagi keselamatan generasi penerus bangsa di masa depan.
”Pembukaan sekolah pada saat pandemi sama saja dengan mempertaruhkan nyawa generasi penerus bangsa. Kita tahu, hingga kini transmisi Covid-19 belum terkendali, kasus baru masih terus terjadi, dan kurvanya juga masih belum melandai. Saya keberatan jika anak-anak seperti dijadikan kelinci percobaan untuk menguji kebijakan pemerintah,” tutur Netty.
Menurut Netty, kekhawatiran ini wajar mengingat penularan Covid-19 kepada anak-anak Indonesia tergolong cukup tinggi. Sebagaimana rilis resmi yang disampaikan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada 18 Mei 2020, tak kurang dari 584 anak dinyatakan positif mengidap Covid-19 dan 14 anak di antaranya meninggal. Sementara anak yang meninggal dengan status pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19 berjumlah 129 orang dari 3.324 anak PDP tersebut.
Sementara itu, DPR juga tengah menyiapkan protokol dan pengaturan menuju normal baru. Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan, protokol itu akan mengikuti aturan dan imbauan yang dikeluarkan oleh pemerintah. ”Hal itu sedang disiapkan oleh Kesekjenan DPR,” ucapnya.
Dihubungi terpisah, Sekjen DPR Indra Iskandar mengatakan, persidangan tetap disiapkan untuk protokol Covid-19 ataupun dengan kehadiran fisik. Rapat-rapat tetap disiapkan untuk bisa diakses publik secara terbuka.
”Kami menyiapkan seluruh tim untuk bisa diakses publik untuk rapat-rapat yang terbuka,” ujarnya.