Ekspor perikanan meningkat pada Januari-April 2020, di tengah pandemi Covid-19. Namun, usaha mikro, kecil, dan menengah di bidang perikanan masih terkendala modal dan pasar.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekspor perikanan meningkat di tengah pandemi Covid-19. Kementerian Kelautan dan Perikanan merilis, pada Januari-April 2020, volume ekspor perikanan sebanyak 414.700 ton atau meningkat 15,79 persen secara tahunan.
Sementara, nilai ekspor perikanan Januari-April 2020 sebesar 1,68 miliar dollar AS atau naik 10,29 persen secara tahunan. Pada April 2020, ekspor perikanan sebanyak 119.650 ton dengan nilai 438,02 juta dollar AS.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyebutkan, peningkatan nilai ekspor disumbang komoditas udang dan ikan. Harga udang vaname yang sempat terpuruk pada awal Maret 2020 kian membaik. Ia mencontohkan, harga udang Rp 60.000 per kilogram isi 100 ekor.
Edhy menambahkan, kenaikan ekspor ikan sejalan dengan kebutuhan pangan yang terus meningkat. Pola peredaran berubah, dari industri pangan ke industri ritel.
”Restoran tutup, warung tutup, tetapi mulut manusia tidak akan tutup. Hanya pola peredaran berubah ke industri ritel. Inilah peluang yang perlu dimanfaatkan pelaku industri,” katanya dalam seminar virtual Strategi Sektor Kelautan dan Perikanan Menjadi Motor Penggerak Perekonomian Nasional di Tengah Pandemi Covid-1 di Jakarta, Selasa (2/6/2020).
Di dalam negeri, di tengah pandemi Covid-19, terjadi perubahan pola belanja masyarakat secara luas, ditandai penggunaan aplikasi belanja secara dalam jaringan. Sementara itu, pola konsumsi ikan berubah, yakni produk ikan siap makan dan produk ikan bernilai tambah semakin diminati masyarakat. Hal ini membuka peluang bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
”Perubahan pola konsumsi ikan bisa dimanfaatkan UMKM untuk memperluas usaha. Produksi kelautan dan perikanan tersedia. Permintaan pangan tinggi, salah satunya ikan,” ujar Edhy.
Perubahan pola konsumsi ikan bisa dimanfaatkan UMKM untuk memperluas usaha.
Di dalam negeri, kendala yang masih dihadapi adalah logistik dan pasar. Selain itu, masih ada kesulitan akses permodalan dan kredit usaha rakyat (KUR). Penyaluran KUR perikanan baru Rp 2,5 triliun dari pagu KUR tahun 2020 yang disiapkan pemerintah untuk usaha mikro dan kecil sebesar Rp 190 triliun.
Industri pengalengan
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Kementerian Kelautan dan Perikanan Nilanto Perbowo mengemukakan, komoditas utama yang menopang ekspor selama Januari-April 2020 antara lain udang dan kelompok tuna, tongkol, dan cakalang (TTC). Adapun ekspor udang sebanyak 78.800 ton, TTC 66.650 ton, rumput laut 52.800 ton, serta cumi-sotong-gurita 45.530 ton.
Jumlah unit pengolahan ikan (UPI) saat ini 63.364 unit. Dari jumlah itu, UPI skala besar 975 unit atau 2 persen, sisanya 62.389 unit atau 98 persen berskala UMKM. Kapasitas industri saat ini rata-rata 60 persen dibandingkan dengan kondisi normal.
Nilanto menambahkan, industri pengalengan meningkat seiring peningkatan kebutuhan pangan saat pandemi Covid-19. Sebaliknya, usaha UMKM pengolahan ikan menunda dan menghentikan produksi untuk sementara karena stok yang ada belum laku terjual.
”Kondisi ini memprihatinkan dan menjadi perhatian kita semua. UMKM harus tetap produksi dan berjalan,” ujarnya.
Secara terpisah, Ketua Harian Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (Apiki) Ady Surya menyampaikan, ada lonjakan permintaan ikan kaleng di tengah pandemi Covid-19. Pada akhir April 2020, permintaan ikan kaleng naik 200 persen. Ada tren permintaan terus meningkat. Permintaan ikan kaleng saat ini sangat tinggi, terutama untuk kebutuhan bantuan sosial.
Jumlah industri pengalengan ikan untuk sarden yang tergabung dalam Apiki sebanyak 17 perusahaan. Berdasarkan data per 21 April 2020, stok produk ikan kaleng mencapai 20 juta kaleng atau 400.000 karton. Namun, stok tersebut sudah habis pada pertengahan Mei 2020.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo menambahkan, pasar ekspor untuk komoditas udang tetap berlangsung di masa pandemi Covid-19, terutama di pasar ritel. Sebaliknya, pasar ekspor untuk hotel, restoran, dan kafe merosot.
”Pasar ritel dan penjualan secara daring meningkat dibandingkan dengan sebelumnya. Namun, peningkatan itu masih belum bisa menutup penurunan penjualan di pasar hotel, restoran, dan kafe,” katanya.