Ketika Trump Menyalahkan Antifa
Kerusuhan melanda AS buntut protes atas kematian warga kulit hitam George Floyd setelah didengkul lehernya oleh polisi kulit putih Derek Chauvin. Presiden AS Donald Trump menyalahkan kelompok antifa dalam kerusuhan itu.
“Ketika penjarahan dimulai, penembakan pun dimulai.” Demikian Presiden AS Donald Trump menuliskan di Twitter, 30 Mei, setelah kematian George Floyd, seorang kulit hitam AS.
Kalimat Trump mirip dengan ucapan Walter Headley, seorang polisi kulit putih di Miami pada akhir 1967. Ketika itu perampokan bersenjata dan kerusuhan terjadi di lingkungan kulit hitam di Miami. Headley pun memunculkan kalimat itu untuk memperingatkan perusuh akan ditembak jika menjarah.
Isi Twitter Trump itu semakin memicu kemarahan warga yang sudah terjadi sejak kematian Floyd pada 25 Mei di Minneapolis, Minnesota, AS. Floyd tewas karena sesak napas akibat lehernya ditekan dengan dengkul selama lebih 8 menit oleh polisi kulit putih bernama Derek Chauvin. Padahal, selama itu Floyd sudah mengerang kesakitan dan mengucap, "I can\'t breathe."
Penyebabnya, Floyd dituduh memakai uang palsu pecahan 20 dollar AS saat berbelanja. Dia pun ditangkap polisi dan disiksa dengan alasan melawan penangkapan. Akan tetapi sejumlah media massa mengomentari bahwa Floyd tidak melawan saat ditangkap. Bukti dari video yang beredar juga membuktikan Floyd tidak melawan.
Hingga hari ini, aksi unjuk rasa terus terjadi di berbagai kota di AS, memprotes kebrutalan polisi Minneapolis itu. Presiden Trump menuduh aktivis antifa di balik aksi-aksi kekerasan yang terjadi pada aksi-aksi protes lanjutan atas kematian Floyd tersebut. Bahkan ia akan menyatakan antifa sebagai organisasi teror.
Definisi tidak jelas
Kantor berita Associated Press (AP), Senin (1/6/2020), mencoba menelusuri apa yang dimaksudkan Presiden Trump dengan kata antifa tersebut. Antifa, menurut AP, bukan organisasi. Oleh sebab itu menargetkan antifa bukan hal mudah.
AP melanjutkan, Antifa adalah akronim untuk “anti-fascists” (anti-fasis). Ini bukan satu organisasi tetapi lebih sebagai sebuah payung untuk kelompok militan kiri-jauh. Antifa mengonfrontasi atau menolak neo-Nazi dan supremasi kulit putih lewat demonstrasi.
Tidak ada struktur hierarki atau aturan umum soal taktik kelompok antifa, yang kehadirannya mencuat sekarang ini, “Meski para anggotanya cenderung mendukung pandangan revolusioner dan anti-otoriter,” kata Mark Bray, seorang sejarawan di Universitas Rutgers dan penulis Antifa: The Anti-Fascist Handbook.
“Mereka melakukan hal-hal berbeda pada waktu yang berbeda dan dengan cara berbeda, sebagian menunjukkan pelanggaran hukum dengan bukti. Di lain waktu tidak ada bukti kesalahan mereka,” kata Bray.
Literatur dari gerakan antifa mendorong para pengikut untuk memonitor kegiatan-kegiatan dari kelompok-kelompok supremasi kuli putih. Antifa menerbitkan informasi tentang figur yang dianggap sebagai musuh, mengembangkan resimen pelatihan pertahanan diri dan memaksa organisasi luar untuk membatalkan semua pembicara atau acara dengan "kecenderungan fasis," menurut laporan “2018 Congressional Research Service”.
Orang yang terkait dengan antifa hadir di setiap demonstrasi penting dan melakukan demonstrasi tandingan dalam tiga tahun terakhir, terkadang terlibat aksi perusakan.
Baca juga: Presiden AS Donald Trump Ancam Kerahkan Tentara
Mereka memobilisasi gerakan perlawanan atas sebuah pawai supremasi kulit putih pada Agustus 2017 di Charlottesville. Antifa berulangkali terlibat aksi bentrokan dengan kelompok-kelompok kanan jauh di Portland, Oregon, termasuk pada pawai 2019 yang berujung dengan penangkapan dan penyitaan peralatan antifa.
Presiden Trump dan para anggota pemerintahannya telah menyatakan antifa sebagai pihak yang bertanggung jawab atas aksi-aksi kekerasan pada serangkaian protes yang dipicu tewasnya Floyd.
Jaksa Agung AS William Barr pekan lalu melukiskan taktik-taktik mirip antifa yang dilakukan oleh para provokator. Barr mengatakan antifa memicu kekerasan dan terlibat “terorisme domestik”. Dan ini akan ditangani sesuai hukum, demikian Barr. Presiden Trump juga menyatakan dirinya sebagai pemimpin yang taat hukum dan akan mengerahkan polisi untuk memberangus aksi-aksi protes di berbagai kota di AS.
Jubir Gedung Putih, Kayleigh McEnany, kepada para wartawan, Senin (1/6), juga menegaskan lagi bahwa antifa adalah sebuah elemen besar yang terlibat pada aksi-aksi protes ini. McEnany tidak menjawab saat ditanyakan bagaimana seseorang bisa diidentifikasi sebagai anggota antifa. McEnany menyerahkan itu kepada apparat hukum.
Akan tetapi tidak pernah jelas seberapa besar antifa, meski Bray yakin antifa terlibat dalam sejumlah demonstrasi. Akan tetapi sulit mengatakan apakah peran antifa cukup besar. Soalnya tidak ada seragam keanggotaan dan kekurangan anggota untuk menggerakkan aksi nasional. “Kelompok kiri radikal jauh lebih besar dari antifa, jauh, jauh lebih besar. Dan jumlah orang yang berpartisipasi dalam perusakan properti jauh, jauh lebih besar dari kiri radikal,” lanjut Bray.
Pada hari Minggu (31/5), Presiden Trump menyebutkan AS akan menamai antifa sebagai organisasi teroris.
Akan diberi cap
Satu hal, lanjut AP, antifa bukan merupakan organisasi yang jelas dan tidak terpusat. Jadi akan sulit bagi pemerintah menargetkan antifa. Joshua Geltzer, mantan pejabat senior kontra-terorisme dari pemerintahan Presiden Barack Obama dan Direktur Eksekutif di Institute for Constitutional Advocacy and Protection, Georgetown University Law Center, juga menyatakan tidak bisa mendefenisikan antifa.
Dan pada saat bersamaan orang-orang juga melihat ekstremis sayap kanan. Ada seruan rutin, setelah penembakan-penembakan massal oleh kelompok-kelompok supremasi kulit putih agar dibuatkan undang-undang anti-terorisme domestik. Tak ada yang berhasil digolkan, sejauh ini.
Kepada McEnany juga ditanyakan bagaimana cara Presiden Trump secara hukum akan melabelkan antifa sebagai kelompok teroris. McEnany tidak menjawab dan mengarahkan itu pada statuta hukum kriminal AS yang mendefinisikan aksi-aksi domestik dan terorisme internasional.
Akan tetapi, tugas pendefinisian aksi-aksi terorisme berbeda dengan pelabelan kelompok-kelompok sebagai organisasi terorisme. “Hukum AS memungkinkan hal pertama, tidak untuk yang kedua,” demikian Geltzer lewat Twitter setelah pernyataan McEnany.
Direktur FBI Chris Wray dengan jelas menyatakan antifa telah masuk ke dalam radar penegakan hukum AS. Wray mengatakan FBI tidak menginvestigasi basis ideologi antifa tetapi agen-agen FBI telah melakukan investigasi di seantero AS terutama menyasar orang-orang yang termotivasi melakukan kekerasan seperti ideologi antifa.
Akar masalah
Presiden Trump dan pemerintahannya mutar-mutar soal rentetan kasus Floyd dan antifa. Pada 30 Mei, Gubernur New York, Andrew Mark Cuomo dengan gamblang menyatakan, “Aksi protes setelah kematian Floyd bukan hal yang muncul begitu saja.”
Ini semua, kata Cuomo, adalah lanjutan babak demi babak dari sebuah buku berjudul "Kesinambungan Ketidakadilan dan Ketimpangan di AS". Dia pun menyebutkan rangkaian penyiksaan. Cuomo mengawali rangkaian itu dengan mengingatkan siksaan oleh kulit putih terhadap pria kulit bernama Rodney King pada 1991 di California. Cuomo menyebutkan deretan nama-nama yang disiksa dan berlangsung dekade demi dekade hingga kasus Floyd pada 2020.
Cuomo menyatakan fakta baru dalam pandemi Covid-19 di AS, dimana kulit hitam menjadi korban terbesar. Ketidakadilan terjadi dalam penanganan Covid-19. Cuomo mendukung aksi protes setelah kematian Floyd dan menyatakan simpati serta doa pada keluarga Floyd.
Cuomo melihat tindakan sepihak yang semata-mata menyalahkan aksi protes, seakan itu kasus terpisah, adalah hal yang salah. “Ini bukan kasus yang terisolasi dan tidak berdiri sendiri,” kata Cuomo.
Baca juga: Kesenjangan dan Isu Rasial, Bara yang Terus Menyala di Tanah Amerika
Dia juga menyebutkan, sebaliknya tidak ada tindakan yang dilakukan terhadap aksi-aksi pembakaran, kriminal oleh kelompok lain. Cuomo tidak merujuk pada gerakan kulit putih.
“Betapa menjijikkan untuk konsep Amerika,” lanjut Cuomo. Ada ketidakadilan di dalam sistem hukum. Ini terus saja terjadi, ketidakadilan. Lihatlah akar masalah sebelum bertindak. “Kita seharusnya bisa berbuat lebih baik,” lanjut Cuomo seraya mengatakan ada banyak elemen kebaikan di AS.
“Kita bisa bicara pada orang lain soal bagaimana hidup yang baik tetapi kita sendiri… Ada sikap hipokrit. Kita bicara soal standar hidup tinggi pada orang lain tetapi kita mendiskriminasikan orang berdasarkan warna kulit. Ini kenyataan yang menyakitkan,” kata Cuomo.
Cuomo mengkritik pesan Twitter dari Presiden Trump, yang dia katakan lebih menonjolkan “penjarahan” ketimbang pembunuhan polisi atas Floyd, yang tidak melawan polisi.
Saat bersamaan Cuomo juga menyerukan bahwa aksi-aksi kekerasan lanjutan tentu bukan merupakan solusi yang baik. Dia menyuarakan agar kasus Floyd ini dijadikan sebagai pijakan bagi langkah positif demi kebaikan AS.