Manufaktur Asia Makin Terpuruk Akibat Pandemi Korona, Pemulihan Makin Lama
›
Manufaktur Asia Makin Terpuruk...
Iklan
Manufaktur Asia Makin Terpuruk Akibat Pandemi Korona, Pemulihan Makin Lama
Terpuruknya perekonomian Asia kemungkinan akan bergema hingga ke bagian lain di dunia. Salah satunya adalah Eropa, di mana ekonominya terus menderita kerusakan besar pada sektor pabrik dan jasa.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
TOKYO, SELASA — Manufaktur di kawasan Asia semakin terpuruk pada bulan Mei 2020 akibat penurunan perdagangan global. Pandemi Covid-19 mengakibatkan anjloknya permintaan pasar global, merontokkan ekspor negara-negara raksasa ekonomi Asia, seperti Jepang dan Korea Selatan. Data ekspor terbaru dua negara itu menunjukkan penurunan paling tajam dalam kurun waktu lebih dari satu dekade.
Pemulihan bisnis di kawasan Asia, menurut serangkaian data survei di bidang manufaktur yang dirilis Senin (1/6/2020), diperkirakan akan lambat. Hal itu terjadi sekalipun aktivitas pabrik-pabrik di China secara tak terduga kembali tumbuh pada bulan Mei. Indeks Manajer Pembelian Manufaktur Caixin/Markit China (PMI) mencapai 50,7 pada bulan lalu. Hal itu menandai data tertinggi sejak Januari karena pelonggaran penutupan wilayah memungkinkan perusahaan untuk kembali bekerja dan membersihkan pesanan yang belum diselesaikan.
Namun, dengan banyak mitra dagang China masih terbatas, maka pesanan ekspor baru tetap dalam basis terjadinya kontraksi. Hal itu merujuk pada survei bisnis swasta yang dirilis pada awal pekan ini. Survei PMI resmi China pada Minggu (30/5/2020) menunjukkan bahwa pemulihan di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu utuh, tetapi bersifat rapuh.
Adapun aktivitas pabrik-pabrik di Jepang justru masih menyusut pada laju tercepat sejak 2009 pada Mei lalu. Survei sektor swasta juga menunjukkan manufaktur Korea Selatan juga merosot pada laju paling tajam dalam lebih dari satu dekade. Lembaga Capital Economics mengatakan, sektor manufaktur di kawasan Asia berada dalam kondisi resesi yang dalam.
“Industri sepertinya telah melihat lompatan awal dari pelonggaran atas penutupan wilayah. Banyak hal akan terus membaik secara bertahap selama beberapa bulan mendatang seiring permintaan eksternal pulih,” tulis Capital Economics. “Namun, hasilnya masih cenderung jauh di bawah level normal untuk beberapa bulan mendatang karena permintaan domestik dan global tetap sangat tertekan."
Aktivitas manufaktur Taiwan juga turun pada bulan Mei. Vietnam, Malaysia, dan Filipina melihat PMI akan positif kembali dibandingkan pada bulan April. Namun, semua indeks masih di bawah ambang batas 50, tanda yang memisahkan kontraksi dari kondisi ekspansif. Data resmi pada awal pekan ini juga menunjukkan kondisi ekspor Korea Selatan yang menurun secara luas selama tiga bulan berturut-turut.
IMF memperingatkan pada bulan lalu bahwa pemulihan ekonomi global akan memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan selama dan pascapandemi Covid-19.
Terpuruknya perekonomian Asia kemungkinan akan bergema hingga ke bagian lain di dunia. Salah satunya adalah Eropa, di mana ekonomi terus menderita kerusakan besar di sektor pabrik dan jasa. Dengan banyak negara mulai melonggarkan pembatasan atas penutupan wilayah yang diberlakukan untuk menghentikan penyebaran Covid-19, pasar ekuitas menggalang harapan untuk kembali pulih dengan cepat.
Namun, tekanan pada aktivitas ekonomi global akan lebih dalam, dan pertumbuhan kembali kemungkinan akan memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya karena pandemi Covid-19 diperkirakan akan menyebar dalam sejumlah gelombang.
Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan pada bulan lalu bahwa pemulihan ekonomi global akan memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan selama dan pascapandemi Covid-19. Hal itu menunjukkan penurunan peringkat untuk proyeksi saat ini, dengan level kontraksi hingga 3 persen tahun ini.
Ketegangan hubungan AS-China terkait status Hong Kong dan penanganan pandemi di Beijing juga dapat menekan sentimen bisnis dan menambah tekanan besar pada ekonomi global.
Manufaktur di AS
Pabrik-pabrik di AS juga melambat untuk bulan ketiga berturut-turut pada Mei. Tekanan utama tetap mengacu pada kerusakan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Institute for Supply Management, sebuah asosiasi manajer pembelian, mengatakan pada Senin bahwa indeks manufaktur berada di level 43,1 pada Mei. Level di bawah 50 menunjukkan kemunduran.
Pada April lalu, indeks manufaktur AS berada pada level 41,5. Pesanan baru, produksi, perekrutan dan pesanan ekspor baru seluruhnya jatuh pada bulan Mei dan berada pada kecepatan yang lebih lambat dari pada bulan April.
Pandemi Covid-19 dan penguncian plus pembatasan perjalanan telah membuat kegiatan ekonomi hampir terhenti. Produk domestik bruto AS turun pada tingkat tahunan 5 persen dari Januari-Maret dan diperkirakan turun pada tingkat rekor 40 persen dalam periode April-Juni. Hal itu masuk dalam proyeksi-proyeksi para analis.
Sebelas dari 18 industri manufaktur di AS mengalami kontraksi sepanjang bulan lalu. Hal itu terjadi pada industri percetakan, logam primer, dan pembuat peralatan transportasi. Enam industri melaporkan pertumbuhan, terutama pada perusahaan-perusahaan mineral dan produsen furnitur.
Kementerian Perdagangan AS mengatakan pada pekan lalu bahwa pesanan untuk barang-barang manufaktur besar turun 17,2 persen pada April setelah jatuh 16,6 persen pada Maret. "Ke depan, kondisi mungkin mulai membaik secara bertahap pada Juni, tetapi manufaktur menghadapi kesulitan besar dalam perjalanan panjang menuju pemulihan," tulis ekonom Oren Klachkin dan Gregory Daco dari Oxford Economics dalam sebuah laporan penelitian.
Di antara masalah yang dihadapi pabrik adalah permintaan yang lemah, gangguan dalam persediaan, dan meningkatnya ketidakpastian. “Hambatan-hambatan ini, bersama dengan kekhawatiran gelombang kedua penularan virus korona (tipe baru), diperkirakan akan bertahan bahkan setelah kebijakan penutupan wilayah sepenuhnya dicabut, membuat pemulihan berbentuk V sangat tidak mungkin,” tulis Klachkin dan Daco.
Manufaktur yang sudah melemah sebelum wabah Covid-19 membuat ekonomi AS hampir macet pada bulan Maret. Indeks manufaktur ISM telah mengisyaratkan kontraksi dalam delapan dari 10 bulan terakhir. Perang perdagangan AS dengan China telah meningkatkan biaya dan menciptakan ketidakpastian yang melumpuhkan keputusan investasi. Perekonomian dunia pun telah kehilangan momentumnya.