Angkutan Roda Dua Belum Bisa Diandalkan di Normal Baru
›
Angkutan Roda Dua Belum Bisa...
Iklan
Angkutan Roda Dua Belum Bisa Diandalkan di Normal Baru
Jaga jarak fisik menjadi salah satu syarat dalam pengoperasian angkutan untuk mencegah penularan Covid-19.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
Kenormalan baru, yang mulai gencar diwacanakan di Indonesia, tidak boleh mengabaikan protokol kesehatan dalam angkutan umum penumpang. Jaga jarak fisik menjadi salah satu syarat dalam pengoperasian angkutan untuk mencegah penularan Covid-19.
Dengan syarat itu, angkutan penumpang roda dua tentu masih belum dapat dioperasikan dibandingkan dengan angkutan penumpang yang lebih besar karena masih memungkinkan adanya pembatasan jarak.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 440-830 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru Produktif dan Aman Covid-19 bagi Aparat Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Kemendagri dan Pemerintah Daerah, misalnya, mengatur protokol transportasi publik dengan ojek konvensional dan ojek daring.
Aturan itu menyarankan kehati-hatian bagi aparatur sipil negara agar tidak menggunakan ojek konvensional atau ojek daring/online (ojol). Hal itu untuk mencegah penyebaran virus melalui penggunaan helm bersama dan adanya kontak fisik langsung dengan pengemudi.
Meski demikian, perusahaan aplikator seperti Grab baru-baru ini menghadirkan solusi bertransportasi, salah satunya pada layanan kendaraan roda dua. Dalam rilis yang diterima Selasa (2/6/2020), Grab akan melengkapi kendaraan dengan partisi plastik dan peralatan kebersihan.
”Sebagai bagian dari program kebersihan GrabProtect di Indonesia, Grab telah membentuk armada GrabCar Protect dan GrabBike Protect yang dilengkapi dengan partisi plastik sebagai pemisah untuk meminimalkan kontak antara penumpang dan mitra pengemudi,” kata Russell Cohen, Regional Head of Operations Grab.
Partisi plastik itu akan dibagikan selama beberapa minggu ke depan ke area operasi Grab di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Selain itu, 10.000 peralatan kebersihan yang terdiri dari hand sanitizer, disinfektan kendaraan, dan masker wajah juga akan didistribusikan kepada mitra pengemudi.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mempertanyakan langkah aplikator ojek daring itu. Selain melanggar aturan yang ada, solusi tersebut juga dinilai belum bisa menjamin pencegahan penularan penyakit.
”Terkait ojol pakai partisi berbahan akrilik apa nggak akan ditempeli virus? Ini, kan, belum ada uji cobanya. Jadi, saya pikir perlu ada uji klinis terhadap penyekat tersebut,” katanya saat dihubungi Kompas, Rabu (3/6/2020).
Menurut dia, masyarakat lebih baik menggunakan angkutan umum perseorangan lainnya, seperti bajaj, taksi, dan angkot. Angkutan itu dinilai lebih aman karena memberikan jarak antara penumpang dan pengemudi. Walau demikian, dia tidak menampik ongkos yang lebih tinggi daripada ojol.
Di sisi lain, Shafruhan berharap pemerintah mau memberikan subsidi bagi pengemudi angkutan seperti bajaj, taksi, dan angkot pada situasi saat ini. Selain untuk menjamin pemasukan pengemudi yang bergantung pada penghasilan harian, subsidi juga bisa menurunkan harga sehingga masyarakat mau beralih ke angkutan tersebut.
Jaminan keamanan
Fenny (28), warga Jakarta yang biasa bergantung pada ojol untuk pergi ke kantor, berharap pemerintah daerah menjamin pengawasan angkutan umum sebagai alternatif pengganti ojol.
Perempuan yang berkantor di daerah Pengadegan, Jakarta Selatan, itu kini hanya bisa mengandalkan angkot untuk berangkat ke tempat kerja. Namun, alternatif itu dinilai mengkhawatirkan karena pengemudi angkot kerap membiarkan penumpang duduk berdesakan.
”Pengemudi angkot memang harus disadarkan lagi supaya mematuhi protokol keamanan kesehatan. Mungkin pemerintah bisa menurunkan tim pengawas lebih banyak ke jalan-jalan kecil,” ujarnya saat dikontak Kompas hari ini.
Warga lain seperti Rudianta (24), yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil di Jakarta, juga berharap operator angkutan umum massal tetap bisa menjalankan protokol kesehatan. Misalnya, dengan menambah armada agar tidak ada penumpukan penumpang.
”Kalau jumlah armadanya terbatas, terus penumpang banyak menumpuk, ya, sama saja,” ujarnya.