Sedikit pelonggaran itu dilakukan sebagai persiapan dalam rangka menuju tatanan baru dalam menghadapi Covid-19. Saat ini, Jateng belum akan menerapkan itu, tetapi sejumlah persiapan dilakukan, termasuk tempat ibadah.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah mengusulkan kepada Majelis Ulama Indonesia pusat agar pelaksanaan shalat Jumat dilakukan dalam dua waktu atau sif. Hal itu perlu dilakukan karena pembatasan jarak akan menjadikan kapasitas masjid bisa jadi tak mencukupi.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng KH Ahmad Darodji mengatakan hal itu di sela-sela halaqah yang diikuti ulama se-Jateng di Kota Semarang, Rabu (3/6/2020). Pertemuan itu membicarakan tentang tatanan beribadah di era normal baru.
Darodji menuturkan, sejumlah masjid telah menerapkan prinsip jaga jarak, lebih dari 1 meter, dalam pelaksanaan shalat berjemaah, termasuk shalat Jumat. Namun, menuju fase normal baru, perlu dipikirkan juga daya tampung masjid.
”Seperti di Masjid Baiturrahman (Simpang Lima Semarang), tampaknya tak mungkin jika hanya satu sif. Maka, dipertimbangkan menjadi dua sif. Namun, ada kendala fatwa MUI pusat yang melarang shalat Jumat dibagi menjadi beberapa sif," ujarnya.
Namun, di saat masa pandemi Covid-19, kondisinya berbeda. ”Kondisi ini menuntut adanya sif dalam shalat Jumat. Kalau tidak, akan sulit karena tempatnya tak cukup. Dalam waktu dekat akan kami sampaikan ke MUI pusat," kata Darodji.
Darodji menekankan penerapan tatanan beribadah menjelang masa normal baru tak akan dilakukan serempak dan merata. Menurut dia, hanya daerah yang berkategori hijau atau sedikit kasus Covid-19 yang bisa menerapkan hal itu.
”Umat sudah rindu untuk kembali shalat Jumat di masjid. Namun, perkembangan kurva (kasus) belum turun signifikan. Maka, pertimbangannya berdasarkan zona-zona serta protokol kesehatan. Jadi, zona hijau yang bisa. Besok, insya Allah kami akan bersidang (fatwa),” katanya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menekankan, fase normal baru bisa diterapkan jika kurva kasus benar-benar turun. Maka, hal yang dilakukan saat ini ialah bersiap agar nantinya, saat sudah bisa diterapkan, protokol kesehatan dapat benar-benar dipatuhi.
Fase normal baru bisa diterapkan jika kurva kasus benar-benar turun. (Ganjar Pranowo)
”Diperbolehkan (kembali beribadah di tempat ibadah) itu tak berarti seperti air bah, artinya semua datang tanpa dipersiapkan. Daya dukung dari fasilitas serta perilaku masing-masing harus siap. Jadi, saat ini latihan dulu saja. Untuk daerah yang hijau, saya izinkan untuk uji coba dulu,” ujarnya.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menuturkan, lantaran tren penambahan kasus yang masih meningkat, pihaknya belum memikirkan fase normal baru secara menyeluruh. Namun, normal baru secara parsial tetap bisa dilakukan.
”Nanti kita akan (lakukan) per sektor saja, sektor yang sangat mendesak. seperti sektor tempat ibadah dan tempat olahraga. Dasarnya nanti sesuai dengan (keputusan) Menteri Agama dan juga beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengelola ibadah,” kata Hendrar.
Apabila pemenuhan persyaratan disepakati oleh pengelola/penyelenggara, maka akan dibuat pernyataan. Setiap camat lalu akan meneruskan kepada Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Semarang.
Terkait normal baru di sektor pendidikan, Hendrar mengatakan, sektor pendidikan belum didiskusikan karena masih masa libur sekolah.
Data Pemkot Semarang, Rabu (3/6/2020) sore, menunjukkan, secara kumulatif terdapat 453 kasus positif Covid-19 di Kota Semarang dengan rincian 131 orang dirawat, 278 orang sembuh, dan 44 orang meninggal. Sejumlah tes, baik tes cepat maupun swab, terus dilakukan antara lain di pusat perbelanjaan dan pasar-pasar tradisional.