Ojek Daring Menanti Restu Pemerintah
Asosiasi ojek daring menyiapkan sejumlah protokol kesehatan sebelum situasi normal baru diterapkan. Mereka ingin kembali bekerja dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan.
Para pengemudi ojek daring kini tidak sabar menunggu restu pemerintah untuk memperbolehkan mereka mengangkut penumpang kembali. Mereka siap menjalankan sejumlah protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19 antara penumpang dan pengemudi.
Sejak 9 April 2020, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). PSBB masih berlanjut hingga Kamis (4/6/2020). Selama itu pula, para pengojek daring tidak diperkenankan mengangkut penumpang. Mereka hanya bisa mencari pemasukan dari layanan angkutan barang atau pesanan makanan.
Seperti terlihat pada Rabu (3/6/2020) siang, sejumlah pengemudi ojek daring terlihat berkerumun di sekitar kios-kios penjual makanan di Jalan Tanjung Duren Raya, Jakarta Barat. Sebagian dari mereka menunggu pesanan pelanggan disiapkan, sementara yang lain masih harap-harap cemas mendapatkan orderan.
Eko Sukmanto (32), salah satu pengemudi ojek daring, mengaku baru mendapatkan empat pesanan makanan sejak Rabu pagi hingga siang. Sudah dua bulan ini persaingan di kalangan pengojek daring mengerucut pada layanan pesan antar makanan dan pengiriman barang. Hal ini membuat Eko mengalami penurunan pemasukan tiga kali lipat.
Baca juga : Fitur Suhu Tubuh Gojek untuk Keamanan Saat Pandemi Covid-19
Sebelum pandemi, ia mampu meraup pemasukan Rp 300.000 per hari. Kini, pemasukannya tidak lebih dari Rp 100.000 sehari. ”Sekarang dapat Rp 100.000 sehari saja sudah bersyukur,” katanya.
Eko kini menunggu kepastian pemerintah terkait ojek daring. Ia berharap dapat secepatnya mengangkut penumpang lagi. Meskipun begitu, ia mengaku merasa waswas terhadap risiko penularan Covid-19. Akan tetapi, ia mengaku siap menjalankan sejumlah protokol kesehatan yang telah disepakati.
”Jujur masih agak takut, tetapi mau gak mau harus diizinkan (bawa penumpang) lagi. Paling tidak, setelah ini harus siap masker dan pelindung kepala yang lebih banyak,” katanya.
Eko mengaku jarang memakai hand sanitizer selama ini. Namun, ia selalu mengenakan sarung tangan kain. Jika nantinya akan diizinkan mengangkut penumpang kembali, ia akan siap membawa hand sanitizer kapan pun. Bahkan, ia tak segan menawarkannya kepada penumpang nantinya.
Baca juga : Kiprah Pengemudi Daring di Antara Pembatasan Sosial
Irfan, pengemudi ojek daring lainnya, juga mengaku tak sabar menanti izin dari pemerintah untuk membawa penumpang kembali. Bahkan, ia mengaku sudah terbiasa menjalani protokol kesehatan untuk menghadapi kondisi penormalan baru. ”Meski pemasukan menurun, saya selalu menyisihkan untuk membeli masker dan hand sanitizer. Masker setiap hari saya ganti,” katanya.
Nantinya, Irfan juga akan selektif memilih penumpang. Jika penumpang tak memakai masker, ia siap menyarankan untuk membeli masker terlebih dahulu. Kalau penumpang menolak, ia juga tak sungkan untuk membatalkan pesanan.
Protokol asosiasi
Asosiasi ojek daring, yakni Gabungan Roda Dua (Garda) Indonesia, telah menyiapkan sejumlah protokol kesehatan untuk menyambut fase penormalan baru. Protokol tersebut telah disampaikan kepada Kementerian Perhubungan pada Selasa (2/6/2020). Menurut Ketua Presidium Nasional Garda Indonesia Igun Wicaksono, protokol itu akan menjadi salah satu acuan pemerintah untuk menyusun protokol resmi.
Protokol yang dikeluarkan asosiasi mewajibkan pengemudi ojek daring dan penumpang untuk menjaga kebersihan pribadi. Pengemudi harus memakai masker, sarung tangan, dan menyediakan hand sanitizer. Hal yang sama juga wajib dipenuhi oleh calon penumpang.
Baca juga : Ojek Daring Berhenti Operasi, Layanan Antar Makanan Naik 10 Persen
Selain itu, penumpang juga diwajibkan membawa helm sendiri. Nantinya, pengemudi juga akan menyiapkan partisi portabel sebagai penyekat antara pengemudi dan penumpang. Partisi berbahan dasar plastik fiber ini hingga kini terus diuji coba oleh Garda Indonesia.
”Ini untuk menjaga karena di sepeda motor, kan, kita sulit menjaga jarak. Maka dibuat penyekat agar tidak ada sentuhan sekaligus menghindari percikan droplet,” kata Igun saat dihubungi.
Igun menegaskan, protokol ini tidak bisa ditawar. Baik pengemudi ojek daring maupun penumpang berhak membatalkan pesanan jika salah satunya tidak memenuhi protokol. Hanya saja, ia berharap penumpang tidak memaksakan diri memesan ojek daring ketika sedang sakit.
Untuk menyiapkan protokol tersebut, seorang pengemudi ojek daring setidaknya harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 150.000. Dengan catatan, setiap alat kesehatan memiliki jangka waktu penggantian yang berbeda-beda. Khusus untuk partisi, jangka waktunya tidak terbatas, kecuali jika rusak.
”Biaya operasional kami akan meningkat berkisar 10–20 persen. Kami siapkan sendiri hand sanitizer, masker, sabun cuci tangan, sarung tangan. Kami harap aplikator dapat membantu untuk menutupi biaya tersebut,” ujarnya.
Igun berharap nantinya aplikator dapat membantu para mitranya memenuhi kebutuhan tersebut. Ia tak memungkiri, selama ini, aplikator sudah berupaya membagikan peralatan kesehatan. Menurut dia, hal itu baru mencakup sebagian kecil pengemudi.
Igun menambahkan, jumlah pengemudi ojek daring di Indonesia mencapai 5 juta orang. Dari jumlah tersebut, 1 juta di antaranya tersebar di area Jabodetabek.
Dirikan posko
Sebelumnya, Chief Corporate Affairs Gojek Nila Marita mengatakan, Gojek selaku salah satu aplikator telah mendirikan 130 Posko Aman Bersama Gojek di 16 kota. Posko ini menyediakan tiga layanan bagi mitra pengemudi, yakni pengecekan suhu tubuh, pembagian perlengkapan kesehatan, dan penyemprotan cairan disinfektan sepeda motor dan mobil.
Sebagai persiapan menuju kenormalan baru, Gojek mengaku telah menetapkan berbagai prosedur kesehatan. Prosedur tersebut antara lain mewajibkan mitra pengemudi untuk menggunakan masker, sarung tangan, dan hand sanitizer sebelum menjalankan pesanan.
Gojek juga telah menambahkan fitur informasi kesehatan mitra di aplikasi Gojek. Dengan begitu, calon penumpang dapat mengetahui suhu tubuh pengemudi dan status disinfeksi kendaraan mitra driver melalui aplikasi Gojek. ”Fitur ini membuat pengguna layanan Gojek merasa aman. Selain itu, fitur ini juga membantu para mitra pengemudi Gojek agar bisa bekerja dengan tenang,” kata Nila.
Sementara itu, Grab menyediakan fitur deklarasi kesehatan dan kebersihan secara daring. Fitur ini bertujuan memastikan pengemudi bersih dan sehat dengan mengisi formulir deklarasi. Selain itu, pengemudi juga diminta untuk berswafoto dengan menggunakan masker pada fitur mask selfie.
Grab mengaku telah mendistribusikan lebih dari 250.000 peralatan kebersihan kepada mitra pengemudi di seluruh kawasan Asia Tenggara. Mereka juga menyiapkan partisi plastik dan menyediakan peralatan kebersihan kepada lebih dari 8.000 kendaraan GrabBike di Indonesia. Selain itu, Grab juga telah mendirikan lebih dari 40 stasiun sanitasi di Indonesia, termasuk 21 stasiun di Jakarta, dan mitra pengemudi dapat membawa kendaraannya untuk disinfeksi.
Sementara itu, penumpang dan pengemudi dapat membatalkan perjalanan apabila persyaratan masker tidak dipenuhi. Dalam hal ini, pihak Grab tidak akan memberikan denda. Mereka juga memperbarui fitur penilaian dan tanggapan serta pusat bantuan dalam aplikasi dengan opsi baru untuk pelaporan terkait kesehatan dan kebersihan. ”Bersama dengan mitra pengemudi, kami akan mendorong perilaku bersih yang lebih baik sebelum perjalanan dimulai,” kata Regional Head of Operations Grab Russell Cohen dalam keterangan tertulisnya. Pembatasan sosial berskala besar segera berakhir, tetapi hingga kini belum ada aturan pasti mengenai izin angkut penumpang bagi ojek daring.