Selama Pandemi, Pendapatan Rumah Sakit di Aceh Turun
›
Selama Pandemi, Pendapatan...
Iklan
Selama Pandemi, Pendapatan Rumah Sakit di Aceh Turun
Pendapatan rumah sakit umum daerah di Aceh turun hingga 50 persen selama darurat bencana virus korona baru, Maret – Mei 2020. Warga enggan ke rumah sakit karena khawatir terpapar korona jenis baru penyebab Covid-19
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS – Pendapatan rumah sakit umum daerah di Aceh menurun hingga 50 persen selama darurat bencana virus korona baru, Maret – Mei 2020. Warga enggan datang ke rumah sakit karena khawatir terpapar korona jenis baru penyebab Covid-19.
Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh Azharuddin dalam diskusi daring “Pelayanan Kesehatan Selama Pandemi Covid-19 di Aceh", Rabu (3/6/2020) menuturkan, sebelum pandemi pendapatannya dalam sebulan Rp 40 miliar. Namun, pada April dan Mei turun menjadi Rp 20 miliar.
“Penurunan pendapatan karena jumlah pasien berkurang sehingga klaim kepada BPJS juga menurun,” kata Azharuddin.
Jika sebelumnya jumlah pasien rawat inap dan rawat jalan dalam sehari mencapai 1.000 orang, kini hanya 300 – 500 orang. Menurut Azharuddin, sebagai rumah sakit rujukan utama pasien Covid -19 warga khawatir berobat ke rumah sakit itu.
“Mereka takut terpapar Covid-19 saat berada di rumah sakit sehingga menunda berobat atau cukup di rumah sakit tipe di bawah RSUDZA,” kata Azahruddin.
RSUDZA memiliki akreditasi paripurna dan telah meraih standar nasional akreditasi rumah sakit. Pada 2020, RSUDZA menargetkan predikat akreditasi internasional. Sejak 2011, rumah sakit milik Pemprov Aceh itu menjadi badan layanan umum daerah (BLUD) mengelola keuangan secara mandiri.
Sebagai rumah sakit BLUD, RSUDZA mengandalkan pasien umum dan pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sebesar 80 persen pendapatan rumah sakit ini dari klaim BPJS Kesehatan.
Saat ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan utama pasien Covid-19, RSUDZA membuat Poliklinik Pinere khusus melayani pasien Covid-19. Dari 20 orang pasien yang dirawat di rumah sakit itu, seorang meninggal dunia dan lainnya sembuh.
Pendapatan kami sepenuhnya dari pasien BPJS, saat kami ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan Covid-19 jumlah pasien langsung menurun drastis
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia, Kabupaten Aceh Utara, juga mengalami hal serupa. Direktur RSUD Cut Meutia Nurhaida mengatakan, pada April dan Mei pendapatan rumah sakit sebesar Rp 4 miliar dan Rp 4,5 miliar. Padahal, sebelum Covid-19, pendapatan Rp 8 miliar-Rp 10 miliar per bulan.
“Pendapatan kami sepenuhnya dari pasien BPJS, saat kami ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan Covid-19 jumlah pasien langsung menurun drastis,” kata Nurhaida.
Meski pendapatan menurun pelayanan di rumah sakit, kata Azharuddin dan Nurhaida tetap berjalan maksimal. Namun, dampak dari penurunan pendapatan pembayaran jasa medis tenaga medis juga dikurangi.
Kepala Dinas Kesehatan Aceh Hanif mengatakan, penurunan pasien di rumah sakit karena ada himbauan kepada puskesmas agar tidak merujuk pasien ke rumah sakit jika masih mampu ditangani di fasilitas kesehatan (faskes) pertama. Selama ini, banyak pasien yang meminta rujuk ke rumah sakit meski sebenarnya masih bisa ditangani di faskes pertama.
“Semakin banyak pasien ke rumah sakit peluang terpapar virus juga semakin besar. Dalam kondisi seperti ini sebagian orang malah menunda ke rumah sakit,” kata Hanif.
Ketua Komisi V Bidang Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Falevi Kirani mengatakan di tengah pandemi, kualitas pelayanan cenderung menurun karena perlindungan terhadap tenaga medis lemah. Banyak tenaga medis di tingkat faskes tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri yang memadai sehingga mereka tidak maksimal dalam melayani pasien.