Usaha Pariwisata DKI Jakarta Dibuka Bertahap, Diskotek dan Spa Paling Akhir
›
Usaha Pariwisata DKI Jakarta...
Iklan
Usaha Pariwisata DKI Jakarta Dibuka Bertahap, Diskotek dan Spa Paling Akhir
Menuju tatanan baru, tidak semua usaha pariwisata bisa dibuka serempak, tetapi bertahap sesuai tingkatan risiko.
Oleh
Helena F Nababan
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pada masa menuju normal baru, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta memastikan pembukaan usaha pariwisata akan dilakukan bertahap. Dimulai dari yang tingkat risikonya paling kecil hingga tingkat risiko Covid-19 paling tinggi.
Cucu Ahmad Kurnia, Kadisparekraf DKI Jakarta, Rabu (03/06/2020) menjelaskan, pembukaan usaha pariwisata ada tahapannya. "Nanti dilihat yang risiko lebih kecil dibuka duluan, yang risiko tinggi belakangan," jelasnya.
Risiko kecil, lanjut Cucu, misalnya usaha wisata dengan aktivitas luar ruang atau outdoor. "Itu kan lebih kecil penyebarannya ketimbang yang dalam ruangan atau indoor," kata dia.
Diskotek dan kegiatan yang berpotensi ada sentuhan seperti spa, maka akan dibuka paling akhir.
Dengan begitu, tempat-tempat hiburan indoor yang berpotensi ada kerumunan, seperti diskotek dan kegiatan yang berpotensi ada sentuhan seperti spa, maka akan dibuka paling akhir.
Untuk pembukaan, semua jenis usaha pariwisata itu harus memiliki dan menerapkan protokol Covid-19. "Harus ada. Pokoknya, intinya apapun yang mau dibuka harus ada upaya untuk menekan penyebaran virus korona penyebab Covid-19. Jadi kaidah-kaidah social distancing, hygiene, itu harus mereka tetapkan. Itu yang masih dibahas karena setiap sektor tidak sama SOP-nya," jelas Cucu.
Achmad Yani, Sekretaris Fraksi PKS DPRD DKI yang juga anggota Komisi B mengatakan, untuk semua usaha yang memang ada izinnya, mereka mesti mengikuti apa yang sudah ditetapkan protokol kesehatannya oleh pemerintah.
"Seperti usaha hiburan, artinya kalau memang dibuatkan protokol, ya protokolnya harus ditaati. Kalau nggak, siap ditindak tegas sesuai aturan (Pergub Nomor 41 tahun 2020)," kata dia.
Untuk itu, lanjut Achmad Yani, konsep normal baru itu harus jelas dulu bagaimana, demikian juga protokolnya. Setelah itu perlu sosialisasi dan pembukaan usaha pariwisata juga pelan-pelan.
Farazandi Fidinansyah, anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta secara terpisah menyatakan hal yang sama dengan penjelasan Kadisparekraf. Pembukaan usaha pariwisata, khususnya jenis usaha yang membuat adanya sentuhan atau interaksi langsung antarmanusia, seperti spa, adalah yang terakhir dibuka. Risiko penularannya tinggi.
"Setahu saya itu fase kelonggaran yang terakhir yang ada sentuhan manusia. Supermarket, restoran, bukan langsung bersentuhan dengan manusia. Kalau spa itu langsung bersentuhan. Itu kalau tidak salah fase yang terakhir," jelasnya.
Ia mendukung agar usaha pariwisata tidak langsung dibuka secara berbarengan. Itu dilakukan untuk mengurangi risiko munculnya gelombang kedua Covid-19 yang sangat membahayakan. "Kalau nanti tidak efektif, ya harus ditutup lagi. Kondisi ini dinamislah," jelas Farazandi yang juga bendahara Fraksi PAN.