Ketepatan analisis data membantu sepak bola, termasuk dalam bursa transfer. Sejumlah klub dan pemain di Eropa menggunakan data untuk meningkatkan performa di lapangan hijau.
Oleh
Muhammad Ikhsan Mahar
·6 menit baca
AMSTERDAM, RABU – Masa pandemi Covid-19 diprediksi akan mengubah kebiasaan klub dan para pemain ketika memasuki bursa transfer musim panas tahun ini. Keterbatasan klub untuk mengamati para pemain secara langsung di stadion diprediksi membuat penentuan jual-beli pemain beralih kepada hasil analisis data performa para bintang ketika berlaga di lapangan hijau.
Tidak hanya klub yang menjadikan data algoritma sebagai pegangan untuk menentukan pemain buruan, tetapi para pemain juga telah menggunakan pendekatan data sebelum memilih klub baru. Cara itu pertama kali dilakukan oleh pemain asal Belanda, Memphis Depay, ketika memutuskan hijrah dari Manchester United ke Olympique Lyon pada bursa transfer musim dingin 2016/2017.
Depay hadir di Stadion Old Trafford pada musim panas 2015 sebagai salah satu bintang masa depan dari Liga Belanda. Di musim pamungkasnya bersama PSV Eindhoven, Depay menjadi pencetak gol terbanyak di Liga Belanda kampanye musim 2014/2015 dengan 22 gol. Capaian itu menjadi harapan terhadap Depay sebesar ketika United merekrut tiga pemain dari PSV di masa lalu, seperti Jaap Stam, Park Ji-sung, dan Ruud van Nistelrooy. Alhasil, manajer “The Red Devils” ketika itu Louis van Gaal tidak segan mewariskan nomor keramat 7 kepada Depay.
Namun, harapan itu seakan sirna. Depay gagal mencapai ekspektasi Manchunian, sebutan untuk pendukung United. Selama 18 bulan berkarier di Liga Utama Inggris, pemain yang identik dengan tato singa di punggungnya itu bermain 33 pertandingan dengan hanya mencetak sepasang gol.
Paham kondisi Depay tidak akan membaik di Inggris, firma agensi yang menaungi pemain sayap itu, yakni SEG, bermitra dengan perusahaan analisis olahraga asal Belanda, SciSports, untuk membantu Depay mengembalikan performa terbaiknya.
Pendiri SciSports, Giels Brouwer, mengungkapkan, pihaknya kemudian memerhatikan sejumlah laga Depay di United, kemudian membandingkan permainannya di PSV dan tim nasional Belanda. Kepada Brouwer, Depay menekankan, dirinya menginginkan bermain lebih bebas dengan menjadi pemain penting bagi klub serta tidak dipaksa untuk banyak melakukan tugas bertahan. Depay juga hanya ingin bermain di klub yang bermain di kompetisi antarklub Eropa.
Dari hasil analisis SciSports terdapat lima klub yang sesuai dengan kriteria Depay yang berasal dari Inggris, Turki, Italia, dan Perancis. Tetapi, klub yang menjadi perhatian Depay ialah Lyon, Everton, dan Fenerbahce. Untuk membantu Depay, SciSports melakukan analisis mengenai sejumlah hal dari gaya bermain klub, seperti konsistensi, kecepatan operan dan transisi permainan, penggunaan sisi luar lapangan, serta garis pertahanan.
“Memphis adalah pemain pertama yang melakukan transfer menggunakan laptop yang didasari hasil analisis data. Satu yang menjadi penekanan Memphis untuk menentukan klub baru adalah gaya permainan dan pengembangan dirinya dibandingkan uang, sehingga kami melaporkan sejumlah klub yang cocok dengannya,” kata Brouwer, Senin lalu, seperti dilansir Manchester Evening News.
Pendekatan data itu sepenuhnya memberikan “kesempatan kedua” bagi karier Depay. Sejak Januari 2017 hingga Maret 2020, pemain bernomor punggung 11 itu telah bermain 134 laga untuk Lyon dengan menyumbangkan 53 gol dan 43 asis. Jumlah gol itu menjadi capaian terbanyak bagi Depay untuk satu klub. Pasalnya, empat musim bermain untuk PSV, Depay mencatatkan 50 gol.
“Dia adalah Cristiano Ronaldo milik kami,” ujar pelatih Lyon Rudi Garcia terkait pengaruh Depay bagi “Les Gones”, julukan Lyon.
Kecepatan
Ketepatan data yang telah dinikmati Depay juga dimanfaatkan oleh sejumlah klub untuk menentukan pemain buruan. Mike Rigg, Direktur Teknik klub Liga Inggris Burnley, menuturkan, penggunaan data telah membantu timnya untuk mencari pemain ideal sesuai dengan skema tim dan kemampuan finansial klub.
Ia menjelaskan, di masa lalu, klub harus membeli rekaman video dalam bentuk DVD sejumlah pertandingan untuk menganalisis pemain buruan. Tetapi, saat ini, sejumlah perusahaan rintisan analisis data olahraga, seperti Wyscout, SciSports, dan InStat, telah membatu klub untuk menyajikan video sekaligus data bagi sejumlah pemain sesuai kebutuhan klub.
“Melalui data, kami tidak hanya mencari pemain dari dua atau tiga pertandingan, tetapi kami mampu menganalisis lebih dari dua atau tiga musim. Penggunaan data telah mengubah seluruh level pencarian bakat, mulai dari efisiensi, produktivitas, waktu, ongkos, dan, yang terpenting, volume dari hasil analisis data itu untuk kebutuhan pencarian pemain,” ucap Rigg kepada Forbes.
Alhasil, Burnley berhasil menjadi tim paling efisien yang mampu bersaing di papan tengah Liga Utama Inggris dalam empat musim terakhir. Musim 2019/2020, misalnya, Burnley hanya mengeluarkan dana transfer 19,4 juta Euro (Rp 307,8 miliar) untuk merekrut tujuh pemain yang diperlukan dalam skema permainan sang manajer Sean Dyche. Dengan dana itu, “The Clarets” memperkuat tim dengan pemain, seperti Jay Rodriguez, Danny Drinkwater, dan Erik Pieters.
Hal serupa juga disampaikan Direktur Sepak Bola Leeds United Victor Orta. Untuk memperkuat klub asuhan Marcelo Bielsa di Divisi Championship Inggris musim ini, Leeds merekrut sejumlah perusahaan analisis olahraga untuk menyajikan data permaianan dan pemain.
Orta menjelaskan, dirinya mengamati dengan baik video dan data analisis pemain dari setiap posisi di liga Eropa. Tidak hanya dari dua divisi teratas di Inggris, Italia, Perancis, dan Spanyol, Leeds juga memfokuskan pemain sasaran di sejumlah negara kawasan Skandinavia.
“Kami tidak akan menyaksikan laga tim, seperti Barcelona dan Real Madrid, di Spanyol karena kami tidak memiliki kemampuan untuk menjangkau pemain mereka, tetapi klub seperti Alcorcon dan Real Zaragoza yang kami amati. Kemudian, kami membuat tim 11 terbaik dari gabungan pemain sejumlah liga itu setiap pekan untuk memberi perkembangan hasil analisis kepada manajer,” kata Orta dilansir Leeds Live.
Capaian pembelian pemain Leeds di awal musim ini mengesankan. Klub yang bermarkas di Stadion Elland Road itu mendatangkan 17 pemain baru tanpa mengeluarkan uang satu pounds pun. Mayoritas pemain baru Leeds adalah pemain belia, seperti Eddie Nketiah yang dipinjam dari Arsenal dan Helder Costa dari Wolverhampton Wanderes. Hingga pekan ke-37 Divisi Championship, Leeds memimpin klasemen kompetisi kasta kedua di Inggris itu.
Menurut peneliti data di Divisi Pencarian Bakat klub raksasa Spanyol, Barcelona, Javier Fernandez, pencarian pemain dan penentuan pemain yang akan dilepas klub sangat terbantu dengan kehadiran analisis data di dunia olahraga . “Tim pelatih membutuhkan ruang dalam menjalankan formasi di pertandingan, seperti menciptakan ruang dan mencari ruang untuk keuntungan klub. Oleh karena itu, kami hadir untuk memberikan cara yang paling halus untuk memahami ruang-ruang di lapangan,” kata Fernandez.
Realisasi gim
Brouwer mengungkapkan, sistem kerja data analisis di dalam sepak bola terinspirasi dari penyajian data yang dihasilkan gim Football Manager. Di dalam gim itu, lanjutnya, para manajer virtual dibantu oleh kehadiran data pemain dan klub untuk menganalisis pertandingan hingga menentukan pemain yang akan dibeli.
“Membeli pemain bagi klub seperti seseorang membeli rumah. Data menyajikan analisis sebuah rumah yang dibutuhkan seseorang, sehingga ia tidak perlu mengelilingi kota untuk melihat semua rumah karena hal itu membuang-buang waktu,” kata Bouwer. Selain Depay, SciSports telah membantu Ajax Amsterdam untuk membantu promosi pemain muda ke tim utama serta tim nasional Belgia untuk menentukan pemain yang berlaga di Piala Dunia 2018.
Sementara itu, StatBomb, perusahaan analisis sepak bola, telah membantu Liverpool dan Manchester City dalam lima musim terakhir. Kerja sama itu telah membantu kedua tim menjadi kesebelasan terkuat di Inggris dalam dua musim terakhir dengan melakukan pembelian yang hanya dibutuhkan klub.
“Di masa kini, klub membeli pemain tidak lagi berdasarkan pola, tetapi lebih kepada menentukan pemain yang cocok dengan formasi dan pola permainan sang manajer. Manchester City sempat beberapa kali membeli beberapa penyerang yang gagal bersinar, tetapi sejak lima tahun lalu mereka merekrut Kevin De Bruyne, Raheem Sterling, dan Leroy Sane yang menghasilkan salah satu lini penyerangan terbaik di Eropa,” ucap CEO StatBomb Ted Knutson kepada Financial Times. (AFP)