Dunia Pendidikan Nasional Hadapi Dilema Normal Baru
Wacana penerapan normal baru di sekolah menimbulkan dilema, yakni kesehatan dan kualitas pembelajaran siswa. Dilema ini terus berlanjut sehingga mengkhawatirkan masa depan pendidikan nasional.
Dunia pendidikan nasional mengalami dilema dalam penerapan normal baru. Meski demikian, melanjutkan pembelajaran jarak jauh menjadi opsi yang sampai saat ini sangat disarankan, kendati menyimpan berbagai kelemahan mulai dari ketidakmerataan akses internet sampai kapasitas guru.
Kris, ayah dua orang anak yang masih sekolah dasar di Jakarta Barat mengaku tidak bisa membayangkan seperti apa pelaksanaan "normal baru" di sekolah ketika sampai sekarang vaksin Covid-19 tak kunjung tersedia.
Apabila normal baru diterapkan dengan membuka kembali sekolah, hal itu membutuhkan pekerjaan rumah besar. Protokolnya pun harus detail dan diterapkan ketat. Berdasarkan pengalaman dia, anaknya susah sekali diajak untuk menjaga jarak dan belajar secara menyenangkan di tengah pandemi.
Jika kegiatan belajar berlanjut pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan metode daring, itu juga mengandung konsekuensi. Selama tiga bulan terakhir PJJ berlangsung, Kris mengamati keduanya anaknya biasa belajar bersama siswa lainnya di aplikasi telekonferensi meski jika di atas 30 menit anak cepat bosan. Kedua anaknya juga banyak mendapat tugas.
"Peran orangtua mendampingi belajar tidak bisa dihindari. Kami berharap, pemerintah ikut turun tangan, seperti penyesuaian kurikulum dan peningkatan kemampuan guru, sehingga PJJ berjalan optimal," ujar dia saat dihubungi Rabu (3/6/2020), di Jakarta.
Belum ada jaminan apapun dari pemerintah bahwa sekolah aman bagi anak-anak.
Sari, ibu satu orang anak berstatus siswa SMP, mengatakan, sebagai orangtua, dirinya belum diyakinkan oleh pemerintah kalau anak-anak bisa aman dari Covid-19 saat di luar rumah. Dengan kata lain, dia melihat belum ada jaminan apapun dari pemerintah bahwa sekolah aman bagi anak-anak.
"Jadi, selama pemerintah belum memberikan jaminan keamanan dan masih banyak jumlah orang positif Covid-19, aku tetap tidak setuju sekolah dibuka kembali," kata dia yang saat ini tinggal di Jatinegara, Jakarta Timur.
Sari lebih setuju agar PJJ, terutama metode dalam jaringan, terus dilanjutkan. Dia mengaku semakin terbiasa mendampingi anak belajar. Dia berpendapat, anak lebih baik tetap di rumah sehingga dia lebih mudah mengawasi dibanding pergi ke sekolah dan tidak bisa kontrol pembatasan jarak.
Ossy, ibu tiga orang anak di Jakarta Barat, berpendapat, pelaksanaan normal baru dunia pendidikan tidak bisa disamakan dengan sektor lain. Anak mempunyai kerentanan berbeda dibanding orang dewasa. Apalagi sampai sekarang, vaksin Covid-19 belum juga muncul.
Ketiga orang anaknya menempuh jenjang pendidikan berbeda-beda. Anak pertama sudah kuliah, anak kedua masih SMP, dan anak bungsu siswa SD.
Dia berharap sekolah tetap tutup. Dia beralasan, anak berpotensi lupa mempraktikkan kebersihan dan jaga jarak ketika sudah ketemu temannya dan keseruan tercipta. Tenaga pendidik pun tidak bisa mengawasi satu per satu.
Sebagai gantinya, menurut Ossy adalah terus melanjutkan PJJ dengan perbaikan. Salah satunya adalah pemerintah membantu mempersiapkan kapasitas guru untuk menyelenggarakan PJJ.
Dewan pendidikan
Ketua Penelitian dan Pengembangan Dewan Pendidikan Jakarta Timur, Sarkadi, saat dihubungi terpisah, pihaknya belum sepenuhnya setuju penerapan normal baru dunia pendidikan. Banyaknya peserta didik dengan keanekaragaman perilaku berpotensi menyulitkan protokol kesehatan.
Pandemi Covid-19 susah diprediksi. Apabila normal baru diberlakukan, dia khawatir akan muncul klaster - klaster baru penyebaran Covid-19. Keresahan lainnya adalah tata kelola anggaran.
"Anggaran pendidikan saya kira harus dihemat dan diatur secara cermat. Pendanaan sekolah swasta mungkin masih bisa dibantu dari orangtua, tetapi bagi sekolah negeri mungkin hanya mengandalkan dana bantuan operasional. Jadi, sekolah harus sedapat mungkin bisa memanfaatkan proses PJJ dan dana jangan diboroskan untuk hal - hal tidak penting," kata dia.
Lebih jauh, Sarkadi memandang perlu ada pelatihan bagi guru. Pelatihannya singkat tetapi mengajarkan cara pembelajaran lebih efektif melalui metode daring. Komunikasi siswa dan guru pun berjalan lebih baik.
Anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Garut, Imam Tamamu Taufiq, mengatakan, Dewan Pendidikan Kabupaten Garut sepakat agar PJJ terus berlanjut sampai kondisi benar-benar aman, meskipun Kabupaten Garut sudah masuk zona biru. Dia mengatakan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pun sudah menyebut normal baru pendidikan belum akan dijalankan. Mekanismenya masih dibahas. Pemerintah provinsi masih butuh waktu.
"Sekolah ataupun madrasah dibuka terakhir saja. Pilihannya adalah melanjutkan PJJ dengan segala risiko dan konsekuensinya, seperti akses internet masih susah menuju ke pedalaman Garut," tutur Imam.
Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Dudung Nurullah Koswara di sela-sela diskusi virtual "Kesiapan Sekolah Era New Normal" berpendapat, pemerintah harus membantu mendanai fasilitas penunjang protokol kesehatan dan inovasi PJJ. Jika diperlukan, pemerintah bisa mengapresiasi sekolah yang bisa menerapkan PJJ terbaik sehingga memacu semangat sekolah lainnya.
Menurut dia, rencana skenario menerapkan normal baru pendidikan di daerah zona hijau tidak lantas bebas kritik. Ada kemungkinan anak ataupun guru datang dari daerah zona merah, kuning, dan oranye. Oleh karena itu, dia menyarankan agar pemerintah menghadirkan kurikulum darurat.
Pemetaan
Pembina Yayasan Pendidikan Madania Indonesia, Komaruddin Hidayat, mengatakan, kondisi sekolah sangat beragam sehingga tidak bisa pemerintah membuat kebijakan tunggal atau one for all. Pemerintah perlu melakukan profiling dan sampling sehingga punya peta dan data yang akurat sebagai bahan dasar membuat kebijakan dan intervensi. Pemerintah pusat dan daerah perlu kordinasi agar tidak terjadi benturan kebijakan.
Dia mengingatkan, premis umum adalah anak - anak memerlukan suasana belajar menyenangkan dengan tetap memenuhi target yang ditetapkan. Dengan PJJ metode daring, pertanyaan kritisnya adalah apakah jaminannya premis umum itu bisa terpenuhi atau tidak. Jangan sampai terjadi lost generation, baik karena faktor stunting maupun tidak mampu menyiapkan perangkat teknologi pendidikan. Maka, tenaga pendidik harus benar - benar disiapkan memasuki normal baru.
"Berbagai potensi permasalahan pendidikan harus diantisipasi. Orangtua dan guru harus berkolaborasi efektif agar proses pembelajaran anak tidak terganggu selama pandemi serta tidak gagap di era digitalisasi," imbuh Komaruddin.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyampaikan, pihaknya menyarankan kepada Presiden Joko Widodo agar tidak membuka sekolah pada Juli ataupun September 2020. Pembukaan kembali sekolah boleh dilakukan dengan syarat suatu daerah nol kasus paling tidak sepuluh hari.
Keputusan menerapkan normal baru dunia pendidikan harus dilakukan penuh koordinasi lintas kementerian dan lembaga. Sebagai jalan keluar, PJJ harus kembali diterapkan. Apabila sekolah mengalami keterbatasan anggaran untuk menyelenggarakan PJJ, utamanya metode daring, pemerintah desa bisa ikut membantu.
"Kami berharap dana desa dapat dipakai membantu pelaksanaan PJJ. Kepala desa bisa menyediakan sarana akses internet sehingga siswa kurang mampu tetap bisa belajar," kata Retno.
Retno mengaku sempat menggelar survei singkat 32 jam di akun media sosialnya, dari tanggal 26 - 28 Mei 2020. Dari 196.546 orangtua murid yang berpartisipasi, 66 persen diantaranya tidak setuju sekolah kembali dibuka. Alasan mereka adalah kasus terinfeksi Covid-19 masih tinggi, khawatir anak tertular selama di perjalanan menuju sekolah, dan fasilitas kebersihan di sekolah masih terbatas.
Baca juga: Sekolah Belum Siap Dibuka
Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Ghafur Akbar Dharma Putra, menekankan, tahun ajaran 2020/2021 akan tetap berjalan sesuai jadwal, yaitu pertengahan Juli 2020. Ini tidak sama dengan pembukaan kelas tatap muka di sekolah.
"Pesan Pak Menko (Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendiy) jelas, yakni sekolah dibuka paling akhir," tegas Ghafur saat menghadiri diskusi virtual "Memahami Data Terpilah Covid-19 Dan Mempersiapkan Kenormalan Baru Anak dalam Pandemi".