Pengguna angkutan umum, terutama mikrolet dan bajaj, harus menyadari pentingnya protokol kesehatan. Ini karena tidak semua sopir kedua jenis angkutan umum tersebut menerapkan protokol kesehatan.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·4 menit baca
Mobilitas adalah hak setiap orang. Di tengah pandemi coronavirus disease (Covid-19) dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), beberapa di antara kita tidak punya pilihan selain memakai angkutan umum, seperti mikrolet dan bajaj. Demi mencegah tertular virus korona baru penyebab Covid-19, yuk kita siapkan diri sebelum memakai mikrolet atau bajaj.
Di lapangan, masih banyaknya pengemudi mikrolet atau bajaj yang tidak tertib menjalankan protokol kesehatan. Karena itulah, kesadaran penumpang menjadi kunci pencegahan penularan virus korona baru.
Sesuai aturan pemerintah, warga diharuskan memakai masker saat berada di luar rumah, termasuk ketika memakai angkutan umum. Selain mengenakan masker, penumpang diharapkan naik mikrolet yang masih kosong. Di tengah PSBB saat ini, mikrolet tanpa penumpang sangat mudah ditemukan.
Jika punya uang memadai, pengguna angkutan umum diharapkan membeli pelindung wajah. Ini untuk memperkecil risiko penularan virus korona baru ketika berada di mikrolet yang penuh.
Sesuai anjuran pemerintah, penumpang diharapkan tidak duduk di samping sopir meskipun mayoritas sopir tak akan melarang penumpang duduk di bangku depan. Saat ini, konsistensi sopir dalam mengenakan masker masih belum merata.
Untuk penumpang bajaj, pilih sopir yang mengenakan masker dengan benar. Selain tak ada pembatas antara sopir dan penumpang, jarak antara sopir dan penumpang juga tergolong dekat.
Jangan lupa membawa hand sanitizer dan tisu basah untuk membersihkan tangan setelah memegang pintu kendaraan umum atau mengeluarkan uang untuk membayar tarif angkutan umum.
Penumpang juga diharapkan memperhatikan kebiasaan sehat apabila harus bersin di area publik, yakni dengan menutup mulut dengan siku tangan bagian dalam atau dengan sapu tangan.
Apabila kondisi tubuh tidak prima, sebisa mungkin hindari bepergian.
Pelanggaran aturan
Di lapangan, aturan operasional angkutan umum selama PSBB banyak dilanggar.
Salah satu mikrolet M11 dari Rawa Belong, Jakarta Barat, menuju Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (4/6/2020) siang, misalnya, terisi seorang penumpang. Selain menggunakan masker, dia pun mengenakan pelindung wajah. Di depan, sopir tak mengenakan masker.
Di Pasar Palmerah, seorang penumpang naik tanpa mengenakan masker. Sopir tetap membolehkan penumpang itu menaiki angkot.
Sopir mikrolet M08, Buyung (62), menjelaskan, tidak mungkin melarang penumpang menaiki angkot pada saat jumlah penumpang terus menurun akibat PSBB. ”Ada yang mau naik angkot saja kami sudah sangat bersyukur,” katanya.
Pada hari normal, Buyung bisa mendapatkan Rp 100.000 hingga tengah hari. Kini, pendapatannya tak sampai separuh dari hari biasa.
Angkot miliknya hanya penuh saat pagi hari atau jam kerja. Pada saat itu, penumpang berjumlah 14 orang sekaligus. Itu adalah kapasitas maksimal mikrolet. Padahal, dalam aturan PSBB, angkutan umum hanya dibolehkan mengangkut separuh dari kapasitas.
”Itu kan cuma sekali itu saja penuh. Barusan saya dari Kota menuju Tanah Abang nihil, tak ada penumpang sama sekali,” katanya.
Sopir bajaj di Tanah Abang, Tarmudji (65), menyadari bahwa dirinya termasuk kelompok yang rentan tertular virus korona. Jangankan tertular virus yang memicu Covid-19, dia juga mudah terkena flu dari penumpang.
Beberapa waktu lalu, ia mengangkut penumpang yang sedang pilek. Beberapa kali penumpang tersebut bersin di dalam bajaj. Setelah itu, Tarmudji ikutan bersin. Dia tidak menarik bajaj selama dua hari karena demam.
Tarmudji menjelaskan, melarang penumpang pada saat sepi begini sama saja dengan bunuh diri. Namun, ia beruntung karena rerata yang menaiki bajaj-nya merupakan penumpang kereta rel listrik (KRL) yang sudah terbiasa dengan masker.
”Saya biasanya hanya membatasi dua penumpang. Tetapi, itu karena takut ditilang polisi,” katanya.
Menurut Ketua M08 Simbolon, pendapatan adalah hal utama bagi sopir di tengah PSBB. Penyakit menular, seperti virus korona, urusan kesekian.
”Bagaimana mungkin sopir bisa hidup dengan pendapatan kotor Rp 70.000 sehari. Apalagi, subsidi yang dijanjikan untuk sopir belum turun juga sampai sekarang,” katanya.
Sebagaimana diberitakan, sopir angkutan umum dijanjikan mendapatkan subsidi Rp 600.000 per bulan selama tiga bulan. Subsidi itu dianggarkan dari anggaran Polri yang tak terserap selama pandemi Covid-19.
Untuk M08, dari 195 sopir yang terdata, baru lima orang yang menerima bantuan. Padahal, mereka sudah sama-sama mengumpulkan KTP dan SIM.
”Jadi, protokol kesehatan dan aturan macam-macam itu baru bisa ditegakkan kalau sopir dikasih subsidi. Kalau tidak, bagaimana caranya?” katanya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah memutuskan kembali memperpanjang PSBB. Artinya, protokol kesehatan tetap berlaku di ruang publik. Demikian juga dengan segenap sanksi yang menyertainya.
Menurut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, sebulan ke depan menjadi masa transisi bagi warga DKI Jakarta. Warga sehat dibolehkan beraktivitas di luar rumah. Pelonggaran diberikan untuk kegiatan yang memiliki manfaat besar bagi masyarakat.
Namun, protokol kesehatan wajib dijalankan. Ia menegaskan, masker merupakan salah satu pakaian wajib warga saat beraktivitas. Warga yang tidak mengenakan masker bisa didenda Rp 250.000.