Meneropong Celah Sinergi Vokasi dan Industri di Masa Pandemi
Pendidikan vokasi berhadapan dengan tantangan untuk beradaptasi terhadap kondisi normal baru akibat Covid-19.
Hampir semua sektor usaha dan industri kini juga akan memulai pola produksi baru setelah terimbas langsung oleh pandemi Covid-19. Situasi ini menjadi celah yang bisa dimanfaatkan pendidikan tinggi vokasi untuk mempererat kolaborasi.
Konsep atau terminologi link and match ini sebenarnya sudah lama digaungkan semenjak pelantikan Kabinet Pembangunan VI tahun 1993. Konsep ini berawal dari hasil rencana kerja sama yang erat antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan serta Departemen Tenaga Kerja. Kedua menteri di dua departemen itu sepakat untuk bekerja erat saling mengisi agar pendidikan tidak menghasilkan penganggur semata, tetapi menghasilkan tenaga kerja siap pakai (Kompas, 1 Mei 1993).
Seiring berjalannya waktu, segala upaya yang sudah dilakukan untuk mengaitkan dan menyepadankan sektor pendidikan dan sektor industri masih menghadapi kendala. Hal ini bisa dilihat dari persentase angka pengangguran terbuka, dengan penganggur terdidik dari pendidikan tinggi vokasi menyumbang 6 persen pada tahun 2019. Hal ini karena masih banyaknya lulusan perguruan tinggi yang belum memiliki keterampilan berdasarkan kebutuhan industri.
Di samping itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, persentase keterserapan tenaga kerja di sektor industri dari pendidikan tinggi vokasi juga masih kecil, sebesar 1,95 persen.
Situasi vokasi
Hampir tiga bulan sejak merebaknya virus korona di Indonesia, dunia pendidikan, tak terkecuali pendidikan tinggi vokasi, melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam proses pembelajaran. Lembaga pendidikan vokasi pun harus menjalankan pembelajaran secara daring dan melakukan evaluasi pembelajaran.
Sementara itu, pendidikan vokasi menekankan porsi lebih besar pada pembelajaran praktik dengan proporsi 60 persen praktik berbanding 40 persen teori. Perubahan-perubahan secara mendadak dan drastis akhirnya harus dilakukan agar pendidikan vokasi dapat berjalan sesuai tujuan sekaligus menyesuaikan dampak dari penyebaran Covid-19.
Berbagai upaya dan strategi dilakukan pemerintah dan instansi pendidikan volasi dalam rangka penguatan pendidikan tinggi vokasi dalam masa pandemi ini. Sejumlah solusi jangka pendek ataupun jangka panjang dengan berbagai kompromi ditawarkan untuk menyelesaikan kendala akibat belajar dengan sistem daring ini.
Pembelajaran daring dilakukan dengan terus melakukan modifikasi dan inovasi. Materi pembelajaran dikembangkan berbasis simulasi, multimedia, animasi, video, dan sebagainya. Kurikulum juga mengalami relaksasi agar penyampaian pembelajaran tetap dapat berjalan, misalnya dengan sistem blok.
Kampus vokasi yang menekankan praktik lapangan kini harus memutar otak mencari siasat agar mahasiswanya tetap bisa mengasah keterampilan teknis. Dalam hal ini, kampus vokasi bisa menerapkan strategi khusus. Salah satu caranya adalah menggunakan simulasi untuk pembelajaran yang berkaitan dengan praktik.
Apabila ada, strategi lain bisa diterapkan dengan menempatkan mata kuliah teori di awal semester, sementara pembelajaran praktik ditempatkan di akhir semester. Pembalikan ini dapat diterapkan di pembelajaran yang mewajibkan hands on atau memegang mesin langsung.
Penyesuaian-penyesuaian ini dilakukan agar di masa pandemi Covid-19 ini pembelajaran tetap berlangsung meskipun masih banyak kendala. Kampus politeknik juga terus melakukan pembenahan mengingat pandemi belum diketahui kapan akan berakhir. Yang pasti, semua proses dilakukan dengan mengedepankan protokol kesehatan dan mengutamakan keselamatan mahasiswa.
Peluang vokasi
Namun, situasi ini sebenarnya tidak ”mematikan” dunia pendidikan tinggi vokasi. Pandemi justru membuka celah bagi pendidikan vokasi untuk masuk dan mengisi kebutuhan sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Setelah pandemi Covid-19, sejumlah sektor industri dan dunia usaha memulai produksi dengan keterbatasan kuantitas dan kualitas SDM. Tidak sedikit dunia usaha dan dunia industri yang gulung tikar akibat pandemi Covid-19.
Kekurangan di dunia usaha dan industri ini bisa menjadi salah satu peluang besar pendidikan vokasi. Sejalan dengan itu, Rektor Telkom University Adiwijaya dalam webinar bertajuk ”Arah, Strategi, dan Kebijakan Pendidikan Tinggi Vokasi Pascapandemi Covid-19” pada 30 Mei 2020 menekankan pentingnya layanan prima pendidikan vokasi.
Dalam webinar yang digelar Forum Direktur Vokasi Swasta Indonesia itu, Adiwijaya menjelaskan tiga hal penting yang harus diperhatikan untuk menciptakan service excellence itu. Ketiga hal itu adalah kemampuan untuk berperilaku adaptif, inovatif, dan kolaboratif.
Pembicara lain dalam forum yang sama, Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Wikan Sakarinto, menekankan peluang sinergi di masa pandemi ini.
Wikan mengemukakan, pandemi saat ini justru bisa menjadi momentum antara kampus vokasi dan dunia industri untuk duduk bersama. Pendidikan vokasi harus dapat beradaptasi dengan kondisi normal baru akibat Covid-19, demikian juga dengan dunia usaha dan dunia industri. Saat industri sedang mengalami perubahan sebagai dampak pandemi, peluang itu bisa dimanfaatkan pendidikan tinggi vokasi untuk mempererat kolaborasi.
Peluang penguatan sinergi vokasi dengan industri semakin terbuka pula seiring dibentuknya Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di bawah kepemimpinan Wikan Sakarinto yang baru saja dilantik 8 Mei lalu.
Prinsip sinergi
Prinsip sinergi, yakni link and match antara politeknik dan industri, ke depan tidak hanya sekadar tanda tangan nota kesepahaman (MoU) seperti kerap kali terjadi selama ini. Wikan mengibaratkan sinergi ini dengan sebuah hubungan yang tidak hanya sebatas pacaran, melainkan sampai menikah dan harus memenuhi ”paket pernikahan”-nya.
Prinsipnya, pernikahan pendidikan vokasi dan industri harus betul-betul mendalam dan berkelanjutan serta menguntungkan semua pihak. Ada sembilan paket pernikahan yang ditawarkan, tetapi paling tidak enam paket yang harus dipenuhi agar kolaborasi kedua pihak ini betul-betul memberi hasil seperti yang diharapkan. Keenam paket tingkat kedalaman pernikahan bisa ditunjukkan dengan indikator seperti kesesuaian kurikulum, pengajar dari industri, kolaborasi program magang, sertifikasi kompetensi pengajar, komitmen penyerapan tenaga kerja dari lulusan vokasi, dan sertifikasi kompetensi lulusan.
Jika diibaratkan kompetensi lulusan suatu program studi adalah menu yang dipesan industri, resep atau kurikulumnya harus dibuat bersama, kemudian resep tersebut dimasak bersama antara dosen kampus dan dosen tamu dari industri. Lalu, hasilnya dicoba bersama melalui program magang mahasiswa di industri, kemudian dicap atau diberi label dengan sertifikasi kompetensi dari industri. Hasilnya akhirnya kemudian bisa dinikmati atau dimanfaatkan oleh industri sebagai pemakai (user) atau masyarakat yang lebih luas.
Prestasi dan komunikasi
Tahun 2020 ditargetkan sekitar 100 program studi vokasi di perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta melakukan ”pernikahan massal” (link and match) dengan puluhan atau bahkan ratusan industri.
Skema pernikahan massal ini akan menguntungkan banyak pihak. Bagi pendidikan tinggi vokasi, lulusannya akan semakin dihargai oleh industri dan dunia kerja karena kompetensi dan kemampuannya yang semakin sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Sementara bagi industri, ini akan lebih efisien karena sudah melakukan investasi di awal. Industri tidak perlu lagi susah payah menyelenggarakan pelatihan ulang yang memakan banyak waktu dan berbiaya mahal. Hal ini juga menjadi harapan dan catatan positif bagi calon mahasiswa ketika akan masuk ke sebuah perguruan tinggi vokasi, apakah akan mudah untuk mendapatkan pekerjaan atau tidak.
Tugas pendidikan tinggi vokasi sekarang adalah meningkatkan rekognisi terhadap institusinya dengan menunjukkan prestasi sebanyak-banyaknya dan aktif menjalin komunikasi dengan dunia industri. Hal ini bertujuan supaya dunia usaha dan dunia industri membuka tangan lebar-lebar menyambut uluran tangan perguruan tinggi vokasi untuk berkolaborasi bersama membangun bangsa.