Selama jumlah kasus positif Covid-19 masih banyak, para orang tua berharap sekolah tidak dibuka terlebih dulu. Bagaimanapun, opsi pembelajaran jarak jauh masih tetap paling aman bagi anak-anak
Oleh
Tim Kompas
·3 menit baca
Para orang tua meyakini pembelajaran jarak jauh masih menjadi opsi yang paling aman bagi anak-anak mereka di masa pandemi Covid-19 saat ini. Selama kasus Covid-19 masih tinggi, orang tua berharap sekolah tidak dibuka terlebih dulu.
Kris, ayah dua orang anak yang duduk di sekolah dasar di Jakarta Barat mengaku tidak bisa membayangkan seperti apa pelaksanaan "normal baru" di sekolah ketika vaksin Covid-19 belum kunjung tersedia. Menurutnya, membuka kembali sekolah membutuhkan pekerjaan rumah besar. Protokolnya pun harus detail dan diterapkan secara ketat.
Berdasarkan pengalaman dia, anaknya susah sekali diajak untuk menjaga jarak dan belajar secara menyenangkan di tengah pandemi."Peran orang tua mendampingi belajar tidak bisa dihindari. Kami berharap, pemerintah ikut turun tangan, seperti melakukan penyesuaian kurikulum dan peningkatan kemampuan guru agar pembelajaran jarak jauh (PJJ) berjalan optimal," ujarnya, Rabu (3/6/2020) di Jakarta.
Belum ada jaminan apapun dari pemerintah bahwa sekolah aman bagi anak-anak.
Sari, ibu seorang siswa SMP di Jakarta Timur mengatakan, sebagai orang tua, dirinya belum yakin kalau anak-anak bisa aman dari Covid-19 saat di luar rumah. Menurutnya belum ada jaminan apapun dari pemerintah bahwa sekolah aman bagi anak-anak.
"Jadi, selama pemerintah belum memberikan jaminan keamanan dan masih banyak jumlah kasus positif Covid-19, saya tetap tidak setuju sekolah dibuka kembali," kata dia.
Sari lebih setuju agar PJJ daring terus dilanjutkan. Menurutnya, anak lebih baik tetap di rumah sehingga mudah diawasi daripada pergi ke sekolah dan tidak bisa mengontrol pembatasan jarak.
Ossy, ibu tiga orang anak di Jakarta Barat, berpendapat, anak mempunyai kerentanan berbeda dibanding orang dewasa. Dia berharap sekolah tetap ditutup sementara ini dan sebagai gantinya PJJ dilanjutkan dengan perbaikan, salah satunya dengan penguatan kapasitas guru untuk menyelenggarakan PJJ.
Nol kasus
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyarankan kepada Presiden Joko Widodo agar tidak membuka sekolah pada Juli ataupun September 2020. Pembukaan kembali sekolah boleh dilakukan dengan syarat suatu daerah nol kasus paling tidak selama sepuluh hari.
Sebagai jalan keluar, PJJ harus kembali diterapkan. Apabila sekolah mengalami keterbatasan anggaran untuk menyelenggarakan PJJ daring, pemerintah desa bisa ikut membantu.
"Kami berharap dana desa dapat dipakai untuk membantu pelaksanaan PJJ. Kepala desa bisa menyediakan sarana akses internet sehingga siswa kurang mampu tetap bisa belajar," kata Komisioner KPAI Retno Listyarti.
Menurut Retno, berdasarkan survei singkat 32 jam di media sosial 26-28 Mei 2020, dari 196.546 orang tua murid yang berpartisipasi, 66 persen di antaranya tidak setuju sekolah kembali dibuka. Alasan mereka adalah kasus Covid-19 masih tinggi sehingga anak rawan tertular dalam perjalanan menuju sekolah. Mereka juga mencemaskan fasilitas kebersihan di sekolah yang masih terbatas.
Delapan pimpinan organisasi kemasyarakatan keagamaan saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (2/6) mengusulkan agar tatanan normal baru diterapkan secara bertahap. "Semua sepakat agar normal baru diberlakukan secara bertahap, khususnya dalam bidang pendidikan,” kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti.
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia Aman Bhakti Pulungan mengatakan, pengawasan pada anak yang masih sulit dilakukan untuk mencegah Covid-19 seharusnya menjadi pertimbangan tidak membuka sekolah dalam waktu dekat. Menurut catatan Kementerian Kesehatan hingga 30 Mei 2020 terdapat 1.851 kasus Covid-19 pada anak usia kurang dari 18 tahun.