Soal Pembukaan Sekolah, Orang Tua dan Anak Berbeda Sikap
›
Soal Pembukaan Sekolah, Orang ...
Iklan
Soal Pembukaan Sekolah, Orang Tua dan Anak Berbeda Sikap
Sebagian besar orang tua mengharapkan sekolah tatap muka fisik jangan dibuka dalam waktu dekat. Di sisi lain, anak-anak ingin segera masuk sekolah. Di tengah pandemi Covid-19, pembelajaran jarak jauh dinilai paling aman.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
Pembukaan sekolah di Tahun Ajaran Baru 2020/2021 mendapat respon berbeda dari kalangan orang tua maupun para siswa. Sejumlah orang tua siswa menyatakan tidak setuju jika kegiatan belajar mengajar di sekolah dibuka kembali pada tanggal 13 juli 2020, namun sebaliknya anak-anak justru menyatakan setuju sekolah mulai dibuka pada tanggal tersebut.
Sikap berlawanan dari orang tua dan siswa tersebut ditemukan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Bidang Pendidikan, Retno Listyarti ketika melakukan angket pendapat melalui laman Facebook pribadinya pada tanggal 26 Mei 2020 (pukul 20.00) hingga 28 Mei 2020 (pukul 07.00).
“Temuan data ini unik. Karena menggambarkan kondisi psikologis masing-masing pihak, perlu dikaji lebih mendalam,” kata Retno, saat dihubungi, Rabu (3/6/2020).
Alasan terbesar responden orang tua yang tidak setuju sekolah dibuka kembali tanggal 13 Juli mendatang, karena kasus yang infeksi Covid-19 masih tinggi
Dari angket tersebut Retno mendapati data bahwa alasan terbesar responden orang tua yang tidak setuju sekolah dibuka kembali tanggal 13 Juli mendatang, karena kasus yang infeksi Covid-19 masih tinggi (60 persen) dan juga khawatir anak tertular Covid-19 di perjalanan menuju dan pulang sekolah (47 persen).
Alasan lain dari orang tua, fasilitas pendukung di sekolah seperti wastafel dan kebersihan toilet yang kurang memadai. Selain jumlah wastafel sedikit, jarang ada sabun cuci tangan di toilet dan wastafel sekolah, begitu juga toilet tidak bersih.
Sebaliknya dari anak-anak, Retno mendapati data sebaliknya. Dari 9.643 responden siswa sebanyak 63,7 persen setuju sekolah di buka pada Juli 2020, dan hanya 36,3 persen tidak setuju atau menolak sekolah dibuka pada tahun ajaran baru 2020. “Anak-anak sudah ingin segera sekolah, mereka mulai jenuh di rumah saja. Mereka rindu kebersamaan dengan teman-temannya,” kata Retno.
Adapun, orang tua yang setuju sekolah dibuka pada 13 Juli 2020 antara lain karena merasa jenuh mendampingi anak belajar dari rumah, pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) tidak dapat maksimal dilaksanakan karena keterbatasan peralatan daring yang memadai dan siswa kesulitan membeli kuota internet. Selain itu karena kesulitan membeli kuota internet untuk pembelajaran daring, dan kasihan anak-anak terlalu berat mengerjakan tugas-tugas selama PJJ.
“Orang tua yang tidak setuju menyatakan idealnya sekolah dibuka pada Januari 2021, ada juga yang bilang September 2020, atau menunggu tidak ada kasus baru covid selama seminggu, dan sudah dinyatakan sebagai zona hijau atas rekomendasi pakar epidemiologi,” kata Retno.
Jangan tergesa-gesa
Sebelumnya pekan lalu, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) meminta agar pemerintah diminta tidak tergesa-gesa membuka kembali sekolah pada tahun ajaran baru, Juli 2020 mendatang. Hal itu demi keselamatan, keamanan, dan kenyamanan, para murid, guru, tenaga pendidikan, dan pihak yang terkait dengan sekolah.
"Di tengah kondisi pandemi Covid-19 saat ini, sebaiknya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memperpanjang masa pembelajaran jarak jauh baik secara daring maupun luar jaringan (luring)." ujar Satriwan Salim, Wakil Sekretaris Jenderal FSGI, Jumat (29/5).
Jika kondisi penyebaran Covid-19 masih tinggi, FGSI memandang sebaiknya opsi memperpanjang metode Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) adalah yang terbaik. Perpanjangan PJJ tidak berarti harus menggeser Tahun Ajaran Baru 2020/2021. Akan tetapi, sebelum perpanjangan PJJ dilakukan, harus ada evaluasi menyeluruh atas sistem PJJ yang sudah berlangsung selama tiga bulan.
Tahun Ajaran Baru harus dimulai pertengahan Juli 2020, seperti tahun-tahun sebelumnya. "Hanya saja pembelajarannya dilaksanakan masih dengan metode PJJ. Wacana pembukaan sekolah pada pertengahan Juli 2020 harus dipikirkan matang-matang, dan harus memperhatikan data terkait penanganan Covid-19 di tiap wilayah,” ujar Satriwan.
Membuka kembali kegiatan belajar mengajar di sekolah pada bulan Juli mendatang dinilai sangat merisiko. Berkumpulnya banyak orang di sekolah dalam satu hari saja berpotensi terjadi penularan virus korona baru.
“Bayangkan kalau kita memaksakan masuk di tahun ajaran baru ini. Itu justru akan mengancam kesehatan, keselamatan semua warga sekolah. Hal ini harus menjadi prioritas negara. Jadi tahun ajaran baru kita mulai saja, tapi perpanjang PJJ,” katanya.
Keselamatan siswa dan guru harus menjadi perhatian, terutama pada saat pergi dan pulang sekolah. Karena tidak semua siswa orangtuanya mampu, sehingga harus menggunakan angkutan umum, dan potensi penularan Covid-19 sangat besar.