China menilai keputusan Washington untuk melepaskan status perdagangan khususnya atas Hong Kong telah melanggar aturan WTO. Status yang melekat pada Hong Kong itu tidak semata tergantung kepada AS.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
BEIJING, KAMIS — Pemerintah China menilai keputusan Washington melepaskan status perdagangan khususnya atas Hong Kong telah melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Beijing menegaskan status yang melekat pada Hong Kong itu diakui seluruh anggota WTO dan tidak semata bergantung pada Amerika Serikat.
Sebagaimana diwartakan, pada akhir pekan lalu Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan bahwa AS akan mencabut hak perdagangan khusus yang diberikan kepada Hong Kong. Langkah itu diambil Washington setelah Beijing dinilai mengambil kebijakan yang memungkinkan Beijing memperketat cengkeramannya kepada Hong Kong. Salah satunya adalah rencana memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional.
Penghapusan status khusus akan memengaruhi perjanjian ekstradisi bilateral, hubungan komersial, dan kontrol ekspor antara AS dan Hong Kong yang masih menyandang status sebagai pusat keuangan Asia. Langkah ini menambah gesekan antara AS dan China—dua negara dengan perekonomian terbesar dunia—di tengah krisis korona serta kemelut perang dagang yang belum sepenuhnya diselesaikan.
Juru bicara Kementerian Perdagangan China, Gao Feng, mengatakan, status perdagangan khusus yang diberikan kepada bekas jajahan Inggris itu diakui semua anggota WTO dan tidak hanya bergantung kepada AS.
”Jika AS mengabaikan prinsip-prinsip dasar hubungan internasional dan mengadopsi langkah-langkah sepihak sesuai dengan hukum domestiknya, hal itu akan melanggar aturan WTO dan tidak akan menjadi kepentingan AS semata,” tambah Gao dalam sebuah konferensi pers reguler.
Secara terpisah, seorang juru bicara regulator perbankan China mengatakan, status Hong Kong sebagai pusat keuangan tidak akan terguncang oleh sanksi apa pun, termasuk dari AS. ”Pasar keuangan Hong Kong berjalan dengan normal dan tidak ada aliran modal yang abnormal,” kata juru bicara itu seraya menambahkan bahwa hal itu mencerminkan kepercayaan pasar internasional pada Hong Kong.
UU Keamanan Nasional muncul setelah protes berbulan-bulan di Hong Kong atas upaya Beijing untuk mengikis kebebasan pribadi. Beijing mengatakan hukum diperlukan untuk mengatasi ”terorisme” dan ”separatisme”. UU itu sekaligus dapat digunakan untuk mengkriminalisasi tindakan subversif, upaya pemisahan diri, aksi terorisme, dan tindakan campur tangan asing di Hong Kong.
UU Keamanan Nasional muncul setelah protes berbulan-bulan di Hong Kong atas upaya Beijing mengikis kebebasan pribadi. Beijing mengatakan hukum diperlukan untuk mengatasi ”terorisme” dan ”separatisme”. UU itu sekaligus dapat digunakan untuk mengkriminalisasi tindakan subversif, upaya pemisahan diri, aksi terorisme, dan tindakan campur tangan asing di Hong Kong.
Namun para kritikus khawatir UU itu akan membawa penindasan politik ke Hong Kong. Wilayah itu seharusnya menikmati jaminan kebebasan dan otonomi selama 50 tahun setelah diserahkan oleh Inggris kepada China pada tahun 1997.
Gao mengatakan, UU Keamanan Nasional tidak akan merusak otonomi Hong Kong. ”Itu tidak akan merugikan kepentingan sah investor asing,” katanya. Trump sendiri di sisi lain telah memberikan beberapa detail tentang jadwal untuk membatalkan status perdagangan khusus Hong Kong itu.
Kesepakatan berlanjut
Secara terpisah, Beijing dinilai belum memiliki ”alasan yang cukup” membatalkan perjanjian perdagangan fase satunya dengan Washington. Hal itu berlaku bahkan ketika ketegangan dua negara adidaya itu meningkat. Hal itu diungkapkan sejumlah analis sebagaimana diberitakan South China Morning Post.
Penasihat Pemerintah China, Huo Jianguo, mengatakan tidak mungkin Beijing mengatakan kepada importir domestik untuk tidak membeli kedelai dan daging babi AS. Ia menilai akan ceroboh untuk menyarankan bahwa kesepakatan itu telah runtuh.
”Kesepakatan perdagangan fase satu tercapai setelah proses negosiasi yang panjang. Kedua belah pihak masih perlu saling bekerja sama untuk mengimplementasikan kesepakatan dan untuk menstabilkan perdagangan China-AS meskipun ada virus korona (tipe baru),” kata Huo yang pernah mengepalai Akademi Perdagangan Internasional dan Kerja Sama Ekonomi China, think-tank resmi yang berafiliasi dengan Kementerian Perdagangan China.
Wang Jisi, penasihat lain China, menulis dalam sebuah artikel pada Selasa lalu bahwa karena alasan seperti pandemi Covid-19, mungkin sulit sepenuhnya menerapkan hasil perjanjian perdagangan kedua pihak. Namun kedua belah pihak harus tetap setia kepada para pelaku kesepakatan.
”Seperti yang bisa kita lihat, kesepakatan perdagangan fase satu yang dicapai pada 15 Januari masih dilaksanakan,” tulis Wang di Global Times, surat kabar milik Pemerintah China. (AFP)