Para Tokoh Properti Berbagi Strategi Hadapi Normal Baru
Solidaritas berbagi ilmu. Strategi menghadapi normal baru yang selama ini hanya dimiliki masing-masing pengembang properti, kini seakan dibuka lebar. Normal baru tidaklah mudah, tetapi masih ada harapan.
Badai pandemi Covid-19 tak ubahnya terowongan panjang nyaris bagi semua sektor, tak terkecuali sektor properti. Namun seperti layaknya terowongan juga, di ujungnya masih ada cahaya harapan. Tinggal bagaimana mengisinya dengan kreativitas dan inovasi berkelanjutan.
Dalam 25 tahun terakhir, berbagai badai datang silih berganti menghantam sektor properti. Mulai krisis moneter yang diikuti krisis politik 1997-1998, krisis finansial global 2008, dan kini pandemi Covid-19.
Tidak mudah bagi sektor ini untuk keluar dari setiap krisis. Itu sebabnya, dua pekan belakangan ini, sejumlah pemain properti papan atas “turun gunung” berbagai pengalaman, membangun optimisme baru hingga memotivasi.
Pendiri PT Indonesia Paradise Property Tbk Boyke Gozali dalam webinar “The Founder Series: Seizing Challenging Opportunities” di Jakarta, Kamis (28/5/2020), mengatakan, “Dalam kesulitan, kita mesti konsolidasi untuk bangkit. Bangun optimisme baru. Pengalaman menunjukkan, dunia ini selalu mengalami guncangan. Krisis datang silih-berganti, tinggal bagaimana sikap kita menghadapinya.”
Dalam kesulitan, kita mesti konsolidasi untuk bangkit. Bangun optimisme baru. -- Boyke Gozali
Selain PT Indonesia Paradise Property Tbk (INPP), Boyke juga mendirikan PT Plaza Indonesia Reality Tbk. Mulai dari pengalaman industri ritel kelas atas dan pengembangan perhotelan, kini juga beranjak mengembangkan bisnis properti, seperti apartemen.
Menurut dia, berbagai krisis ini jangan dipandang sebagai akhir dunia. “Saya memprediksi new normal itu dengan rasa optimisme. Plaza Indonesia, pusat perbelanjaan berkelas di Jakarta, harus fokus dan konsisten untuk kreatif memeras otak dan memprediksi segala sesuatu untuk bisa memenuhi kebutuhan orang-orang berkelas,” kata Boyke.
Dia mengingatkan, manusia tidak bisa hidup tanpa sosialisasi. Terbukti, dalam tiga bulan berada di rumah saja, belanja daring akan mencapai titik jenuh. Setiap orang butuh bertemu orang lain. Butuh pula melihat dan meraba secara riil barang-barang yang dibutuhkan.
Pada akhirnya, kata Boyke, orang akan kembali dari normal baru (new normal) menuju normal yang sesungguhnya (real normal). Situasi yang normal nyata tetap membutuhkan tempat untuk berkomunikasi, tanpa terus berjumpa lagi secara virtual. Menuju real normal itulah yang butuh dijabarkan secara kreatif dan inovatif dengan tetap menjaga protokol kesehatan oleh para penyedia jasa perhotelan maupun pusat belanja.
Semua masalah bisa berakhir. Tentu, dalam masa menunggu berakhirnya, kita harus mencoba untuk mengambil langkah-langkah bertahan dengan menjaga kesehatan dan aliran keuangan.
Perlu turun tangan
Hendro Gondokusumo, pendiri PT Intiland Development Tbk dan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Properti, mengatakan, “Krisis (akibat) Covid-19 akan lebih berat dibandingkan pengalaman krisis moneter 1998. Sebab, seluruh dunia terdampak.”
Menurut Hendro, dalam kondisi saat ini, pemerintah perlu turun tangan untuk menyelamatkan sektor properti, karena sektor ini menyerap tenaga kerja. “Pemerintah perlu memerhatikan sektor properti. Mulai dari konstruksi, perlu banyak orang. Begitu sudah jadi hunian atau perkantoran, kita butuh tenaga kerja seperti satpam dan petugas kebersihan,” katanya.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Real Estat Indonesia (REI) Theresia Rustandi yang mengutip kajian APINDO dan Kadin Indonesia. Menurut kajian itu, keberlangsungan industri properti dalam kondisi saat ini sangat berpengaruh pada persoalan ketenagakerjaan di Indonesia. Jika industri properti dan ikutannya terganggu, kurang lebih ada sekitar 30 juta tenaga kerja yang berpotensi terdampak.
Theresia mengatakan, jumlah itu merupakan akumulasi dari sekitar 390.000 pekerja perusahaan properti yang terdaftar dan jumlah pekerja di 175 industri ikutannya. Belum lagi, pekerja di sektor informal, seperti sewa rumah dan warung di sekitar proyek properti.
Theresia mengatakan, sektor properti memiliki peran sentral pada pembangunan. Efek pengganda (multiplier effect) dari properti cukup besar.
Potensi ruang gerak pertumbuhan properti masih sangat besar, jika diberikan porsi yang mendukung untuk mendorong peningkatan kontribusinya terhadap PDB negara kita. --Theresia Rustandi
Menurut kajian Universitas Indonesia, kontribusi sektor industri properti terhadap PDB di Indonesia masih rendah, yakni hanya 2,77 persen. Bandingkan dengan Singapura yang mencapai 23 persen.
“Artinya, potensi ruang gerak pertumbuhan properti masih sangat besar, jika diberikan porsi yang mendukung untuk mendorong peningkatan kontribusinya terhadap PDB negara kita. Di tengah dampak Covid-19, sektor properti dipandang sangat efektif untuk menggerakkan roda pertumbuhan ekonomi kita,” jelas Theresia.
Hendro menambahkan, bahkan dalam kondisi sulit seperti ini, akan sealu ada harapan. “Di waktu bahaya sekalipun, pasti ada celah kesempatan. Tinggal cara kita masing-masing melihatnya, mana kesempatan yang cocok untuk kita ambil,” tegas Hendro.
Menurut Hendro, properti menggerakkan ekonomi. Dari masyarakat kelas bawah hingga atas, pasti memerlukan rumah. Dari pengalaman terdahulu, saat krisis terlewati, properti pasti naik kembali.
Hendro mencotohkan penjualan properti di Pantai Mutiara, tanah yang harganya masih Rp 400.000 per meter persegi, ternyata tahun 1998 naik mencapai Rp 1 juta per meter persegi. Sekarang, harga tanah melejit mencapai Rp 35 juta - Rp 40 juta per meter persegi.
Iwan Sunito, CEO Crown Group, Senin (1/6/2020), mengatakan, sebelum Covid-19, pemain properti bisa memprediksi prospek lima tahun ke depan. Kini, saat Covid-19 melanda seluruh dunia, tak lagi mudah memprediksi. Namun, ia juga meyakini krisis ini bukan akhir segalanya.
Menjadi pemenang
Iwan mengungkapkan tiga langkah mudah untuk tumbuh pasca-Covid-19. Pertama, mulailah selalu dengan tujuan akhir. Waktu menghadapi krisis, kita seakan dibombardir berbagai informasi. Namun, kita mesti fokus melihat dulu tujuan akhir yang akan diraih.
Langkah kedua, sukses merupakan perjalanan yang ditentukan langkah pertama. Iwan mencontohkan langkah SMART, yang merupakan akronim dari specific, measureable, achievable, realistic, dan time-measured. Setiap pemain properti harus spesifik dalam menentukan tujuan, setiap langkahnya dapat diukur, dapat dicapai, realistis, dan jelas kerangka waktunya.
Namun, tujuan tersebut perlu didukung pemetaan dalam membidik sasaran pemasarannya. Dia mencontohkan, ketika seseorang sudah begitu loyal pada merek kendaraan, mata dan hatinya seakan tidak beralih ke merek lainnya. Dalam industri otomotif, ini dibuktikan melalui harga versus kualitas. Begitu pula properti.
Langkah ketiga adalah jangan berhenti hingga tercapai tujuan. Iwan mengatakan, seorang pemenang selalu mengatakan sesuatu itu sulit, tetapi sangat mungkin dipecahkan. Sebaliknya, orang kalah melihat sesuatu yang mungkin, tetapi belum-belum sudah merasa sulit.
Boyke pun tak menampik dampak penutupan sementara sebagian besar hotel di Bali dan kota besar lainnya. “Hotel-hotel kita di Bali tutup. Begitu juga, Plaza Indonesia milik kita di Jakarta terpaksa tutup untuk mencegah penyebaran virus ini. Kita perlu tenang. Jangan pikir masalah itu bakal selesai dalam satu bulan atau dua bulan,” kata Boyke.
Langkah strategis terbaik adalah mencermati kondisi sekitar, termasuk kebijakan pemerintah. Amati kebutuhan yang bakal menjadi peluang. Ambil beberapa skenario proyeksi dari yang optimistis hingga moderat untuk menyiasati daya tahan.
Semua negara, termasuk pengusaha besar maupun kecil, tidak ada yang bisa merasa hebat untuk mengendalikannya. --Boyke Gozali
Walau demikian Boyke mengingatkan kepada siapa pun untuk jangan merasa hebat di tengah krisis ini. “Semua negara, termasuk pengusaha besar maupun kecil, tidak ada yang bisa merasa hebat untuk mengendalikannya. Kita sendiri yang perlu menyiapkan mental. Jangan berkecil hati,” ujar Boyke.
Boyke mengatakan, masa PSBB dengan bekerja dari rumah (WFH) dan belajar dari rumah menjadi waktu untuk mengatur ulang segala kemampuan agar daya tahan ke depan lebih ampuh. Dulu bersikap royal dan cenderung tak terkendali mengejar segala keinginan, tidak memandang keluarga. Kini, semua diminta menyerap energi-energi positif yang disebut daya kreatif dan inovatif untuk menangkap celah-celah peluang bisnis.