Pondok Pesantren di Jabar Diminta Terapkan Protokol Kesehatan Ketat
›
Pondok Pesantren di Jabar...
Iklan
Pondok Pesantren di Jabar Diminta Terapkan Protokol Kesehatan Ketat
Pondok pesantren di Jawa Barat bersiap menghadapi fase normal baru dengan menerapkan protokol kesehatan maksimal. Pemerintah bersama pimpinan pondok pesantren berembuk untuk menetapkan protokol tersebut.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pondok pesantren di Jawa Barat bersiap menghadapi fase normal baru dengan menerapkan protokol kesehatan ketat. Pemerintah bersama pimpinan pondok pesantren berembuk untuk menetapkan protokol yang akan diaplikasikan di setiap pemondokan.
Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum di Bandung, Jumat (5/6/2020), mengatakan, penyusunan protokol kesehatan di lingkungan pesantren dilaksanakan untuk adaptasi kebiasaan baru di Jabar. Bersama 59 pemimpin pondok pesantren, pengurus, hingga perwakilan organisasi masyarakat, mereka berembuk melalui konferensi video untuk menetapkan rancangan tersebut.
Uu menawarkan 10 protokol kesehatan yang diharapkan bisa diterapkan di lingkungan pondok pesantren. Aturan itu antara lain penyediaan fasilitas kebersihan yang maksimal, seperti tempat mencuci tangan, disinfektan, dan ruang isolasi proporsional.
”Rancangan ini menjadi bahan pembahasan membuat keputusan. Di mal dan masjid sudah ada prosedur. Namun, untuk pesantren, kami tidak boleh gegabah tanpa menerima masukan dari ulama karena mereka lebih paham kondisinya,” tuturnya.
Akan tetapi, dalam pertemuan virtual tersebut, sebagian pimpinan pesantren di Jabar mengungkapkan rentan kesulitan menerapkan protokol kesehatan, terutama penyediaan alat tes Covid-19. ”Pemerintah diharapkan membantu. Kami akan mencoba sekalipun tidak maksimal karena jumlah pondok pesantren di Jabar hampir 10.000,” ujarnya.
Pemimpin Pondok Pesantren Daarul Rahman, Syukron Ma’mun, mengatakan, pihaknya siap menerapkan protokol adaptasi kebiasaan baru. Namun, tidak hanya menerapkan dengan maksimal, dia juga meminta pengurus dan santri tetap konsisten dalam upaya pencegahan persebaran Covid-19 di lingkungan pesantren.
Rancangan ini menjadi bahan pembahasan membuat keputusan. Di mal dan masjid sudah ada prosedur. Namun, untuk pesantren, kami tidak boleh gegabah tanpa menerima masukan dari ulama karena mereka lebih paham kondisinya.
Di samping itu, Syukron mengusulkan santri mengisolasi mandiri selama 14 hari atau masa inkubasi maksimal virus korona jenis baru ini sebelum kembali ke pesantren. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan santri bebas dari Covid-19 sebelum berkegiatan di lingkungan pesantren. Namun, untuk pemeriksaan seperti tes cepat dan rantai reaksi polimerase (PCR), Syukron berharap pemerintah memberikan bantuan unit pemeriksanya.
Usamah Mansyur dari Pondok Pesantren An-Nashuha turut memberikan masukan. Selain isolasi mandiri, transportasi santri juga perlu jadi perhatian. Karena itu, pengukuran suhu tubuh dan protokol kesehatan lainnya dilakukan sebelum santri masuk ke dalam lingkungan pesantren.
”Santri belum tentu dijamin tidak terpapar selama di perjalanan, naik kendaraan umum dan berinteraksi di luar. Karena itu, di ponpes tetap harus diukur ulang dan menjalani lagi protokol kesehatan yang ketat,” katanya.