Pembukaan Kembali Sekolah Perlu Koordinasi yang Jelas dan Persiapan yang Matang
›
Pembukaan Kembali Sekolah...
Iklan
Pembukaan Kembali Sekolah Perlu Koordinasi yang Jelas dan Persiapan yang Matang
Polemik pembukaan kembali sekolah terus berlanjut. Semua pemangku kepentingan pendidikan anak mendorong pemerintah tegas dan koordinatif. Pemerintah juga disarankan segera membuat indikator penilaian kesiapan sekolah.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
Sekolah dan orangtua dianggap punya peran sentral menentukan pembukaan kembali sekolah di zona hijau Covid-19. Namun, keputusan membuka lagi sekolah tidak bisa mengikuti anggapan itu. Pemerintah pusat, daerah, dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 harus duduk bersama merumuskan kebijakan yang tegas diikuti penilaian kesiapan protokol kesehatan di setiap sekolah.
Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina, Totok Amin Soefijanto, berpendapat, apabila sekolah harus menuruti orangtua, guru dan kepala sekolah akan kerepotan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan semestinya bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk membuka atau tetap melanjutkan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
”Posisi sekolah, orangtua, dan masyarakat berada dalam tripusat setara. Apabila keputusan akhir pembukaan kembali sekolah di zona hijau diserahkan kepada orangtua, saya kira itu tidak benar. Harus ada proses diskusi bersama,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (5/6/2020), di Jakarta.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad mengatakan, saat ini ada 102 kabupaten/kota yang masuk zona hijau Covid-19. Kepala daerah bersangkutan berhak memutuskan sekolah dibuka kembali atau tidak. Namun, keputusan itu perlu dipertimbangkan bersama ahli kesehatan setempat, seperti Ikatan Dokter Anak Indonesia.
”Ketika pemerintah kabupaten/kota zona hijau Covid-19 memutuskan membuka kembali sekolah, lalu ada sekolah yang siap, tetapi sebagian besar orangtua tidak yakin dan menolak, sekolah harus menerima penolakan itu. PJJ kembali dilanjutkan. Dinas pendidikan setempat pun tidak boleh memaksa,” ujar Hamid saat menjadi pembicara dalam diskusi virtual ”Anak, Sekolah, dan Perlindungannya Selama Pandemi”, Kamis (4/6/2020), di Jakarta.
Ketua Umum Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan (Kerlip) Yanti Sriyulianti, saat dihubungi terpisah, berpendapat, orangtua tidak punya memiliki posisi tawar yang besar. Begitu sekolah dibuka, orangtua yang mengkhawatirkan kesehatan anak mereka tentu akan mengikuti keputusan pembukaan kembali sekolah.
Pemerintah pusat dan daerah semestinya tegas menutup sekolah dan memperpanjang PJJ untuk melindungi anak.
Pemerintah pusat dan daerah semestinya tegas menutup sekolah dan memperpanjang PJJ untuk melindungi anak. Ini setidaknya dilakukan sampai syarat normal baru dipenuhi oleh semua daerah.
Menurut dia, masih ada sejumlah sekolah yang belum dapat memenuhi standar pelayanan minimal. Mengutip Data Pokok Pendidikan Kemendikbud tahun 2017, sekitar 30 persen sekolah dasar di Indonesia tidak mempunyai sumber air atau tidak memiliki fasilitas air mengalir yang layak. Lalu, hanya 34 persen sekolah di Indonesia yang memiliki jamban layak dan terpisah untuk siswa laki-laki dan perempuan. Ketersediaan air bersih dan sanitasi yang memadai sangat penting untuk mencegah wabah penyakit.
”Masih banyak sekolah yang belum dapat memenuhi standar pelayanan minimal. Ini semestinya patut jadi perhatian pemerintah pusat dan daerah. Pembukaan kembali sekolah saat belum siap berpotensi menimbulkan gelombang persebaran berikutnya,” lanjut Yanti.
Diputuskan bersama-sama
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim mengatakan, data perkembangan persebaran Covid-19 dipegang oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Data itu lalu dikoordinasikan bersama Kemendikbud dan pemerintah daerah. Mereka harus berjalan bersama untuk memutuskan pembukaan kembali sekolah.
”Fatwa” atau sikap dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Kemendikbud diperlukan daerah. Apabila pemangku kebijakan pendidikan berjalan sendiri-sendiri, ada kemungkinan di satu kabupaten/kota terdapat sekolah membuka kelas tatap muka fisik di sekolah dan ada sekolah yang terus melanjutkan PJJ.
”Hal itu akan merugikan guru dan siswa,” ujar Satriwan.
Penilaian terhadap kesiapan sekolah harus berdasarkan indikator yang diatur pemerintah, tidak bisa dilepas begitu saja. Tim penilainya pun harus diputuskan secara jelas.
Indikator pembukaan kembali sekolah, antara lain, mencakup kesiapan guru, aturan teknis di sekolah, dan sarana penunjang protokol kesehatan. Masyarakat saat ini amat menunggu keputusan sekolah dibuka kembali atau tidak serta zona hijau Covid-19, termasuk kebutuhan teknis pembukaan kembali. Dia menyayangkan Presiden Joko Widodo membicarakan peta jalan pendidikan nasional 2020-2035 yang sebenarnya dapat dibuat sesudah pandemi.
”Kami para guru, orangtua, dan siswa cemas karena belum ada keputusan yang jelas dari Kemendikbud, yakni apakah memperpanjang PJJ atau membuka sekolah dengan protokol kesehatan di zona hijau? Sementara sudah beberapa kepala daerah mengeluarkan pernyataan ingin memperpanjang PJJ sampai Desember dan ada pula kembali membuka sekolah dengan protokol kesehatan," katanya.
Sebelumnya, dalam rapat terbatas yang berlangsung secara virtual, Kamis (4/6/2020), Presiden Joko Widodo menyampaikan, penyusunan peta jalan pendidikan Indonesia juga perlu mengantisipasi perubahan demografi, profil sosial ekonomi dari populasi, termasuk perubahan pasar tenaga kerja yang lebih fleksibel, perubahan lingkungan, serta perubahan struktural yang sangat cepat akibat pandemi Covid-19. Saat ini, misalnya, diperlukan PJJ, percepatan digitalisasi, dan less-contact economy.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi dalam sesi diskusi virtual ”Siapkah Sekolah Dibuka” menyebut, urusan pendidikan memang sudah terdesentralisasi. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota tetap harus diajak bicara tentang penerapan tatanan normal baru pendidikan beserta indikator penilaian kesiapan sekolah. Dengan begitu, akan ketahuan sejauh mana pemerintah daerah mendukung penyiapan infrastruktur dan pendanaan.
”Jika tanpa panduan, itu (pembukaan kembali sekolah) akan berbahaya. Harus ada pula semacam panduanmodel pembelajaran selama masa darurat. Jika tidak ada, guru kemungkinan akan cenderung mengejar pencapaian kurikulum,” ujarnya.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi mengatakan, hak anak dan keluarga terkait kesehatan dan keselamatan harus dihargai. Apabila sekolah anak berada di zona hijau dan sekelilingnya masih zona merah Covid-19, lalu keluarga cemas, hak atas keselamatan dan kesehatan harus dipenuhi.
”Penyusunan indikator kesiapan pembukaan kembali sekolah semestinya mengundang pemangku kebijakan yang peduli terhadap hak anak,” ucapnya.
Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Erna Mulati menyampaikan, pemerintah mendahulukan protokol kesehatan normal baru pendidikan untuk kabupaten/kota di zona hijau. Menurut rencana, Kemenkes akan mengundang Kemendikbud untuk membahas substansi protokol itu.
Terkait kisi-kisi protokol, dia mencontohkan sarana penunjang kesehatan, pengaturan jumlah anak didik yang hadir di kelas, keharusan membawa bekal makanan sendiri, dan penutupan kantin. Tidak semua siswa akan hadir di kelas untuk belajar tatap muka, tetapi menurut rencana akan memakai pembelajaran model campuran (mix model).
”Kami juga memikirkan bagaimana nasib anak dari keluarga yang susah mengakses internet ataupun sarana komunikasi lainnya untuk belajar jarak jauh, seperti ketersediaan listrik, televisi, dan radio,” ujar Erna.
Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Evy Mulyani mengatakan, Kemendikbud selalu memprioritaskan keselamatan dan kesehatan siswa, guru, serta keluarganya. Ketika berbicara zona hijau Covid-19, hal yang harus dipahami masyarakat adalah kondisi zona itu tidak serta-merta menjadi pertimbangan sekolah langsung dibuka kembali. Sekolah harus melalui tahap penilaian pemenuhan persyaratan protokol kesehatan. Dana bantuan operasional dapat dipakai sekolah untuk memenuhi kebutuhan fasilitas kesehatan.