Pertumbuhan KPR dan KPA Merosot, Penyaluran Semakin Selektif
›
Pertumbuhan KPR dan KPA...
Iklan
Pertumbuhan KPR dan KPA Merosot, Penyaluran Semakin Selektif
Perbankan bersikap hati-hati dan tidak mau asal-asalan dalam menggenjot pertumbuhan penyakuran KPR tahun ini pada saat konsumsi dan daya beli masyarakat melemah akibat pandemi Covid-19.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Perbankan mulai berhati-hati menyalurkan kredit pemilkan rumah setelah kinerja segmen ini turut melemah akibat pandemi Covid-19. Jika tetap agresif mengejar target pertumbuhan dan tidak selektif, maka risiko gagal bayar akan membayangi kinerja bank.
Berdasarkan data Bank Indonesia yang dikutip Sabtu (6/6/2020), kredit properti yang disalurkan bank per April 2020 sebesar Rp 1.024,7 triliun atau tumbuh 6,5 persen secara tahunan. Pertumbuhan dan outstanding kredit ini lebih rendah dibandingkan dengan Maret 2020 yang sebesar Rp 1.024,8 triliun atau tumbuh 7,4 persen secara tahunan.
Data dari Uang Beredar yang dirilis BI menunjukkan, per April 2020, pertumbuhan paling rendah dalam kredit properti dibukukan kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan apartemen (KPA), yakni 5,4 persen secara tahunan. Pada Maret 2020, pertumbuhan KPR dan KPA sebesar 6,6 persen secara tahunan.
Kredit konstruksi masih tumbuh 8 persen secara tahunan per April 2020. Adapun kredit real estate tumbuh 6,9 persen secara tahunan.
Executive Vice President Consumer Loans PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Ignatius Susatyo Wijoyo mengatakan, dalam memberikan KPR, Bank Mandiri akan memperketat pemberian rasio pinjaman terhadap simpanan (loan to value/LTV) peminjam dana. Debitor setidaknya harus menyetor uang muka sekitar 15-20 persen atau paling sedikit 10 persen, bergantung dari kondisi debitur.
"Jika ada permintaan kredit, kami fokus memberikan kredit untuk nasabah prioritas yang ingin memiliki rumah pertama atau kedua," ujarnya, Rabu (3/6/2020).
Jika ada permintaan kredit, kami fokus memberikan kredit untuk nasabah prioritas yang ingin memiliki rumah pertama atau kedua
Adapun, debitor yang potensial untuk dibiayai, menurut perhitungan Bank Mandiri, adalah debitor yang punya pendapatan tetap, yakni aparatur sipil negara (ASN) serta anggota TNI dan Kepolisian. Karyawan dari perusahaan yang tidak terlalu banyak melakukan penyesuaian gaji karyawan akibat pandemi juga termasuk dalam kriteria potensial.
Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Pahala Nugraha Mansury menyampaikan, bisnis utama perseroan, yakni penyaluran KPR, turun signifikan akibat pandemi Covid-19.
Pahala mengatakan, realisasi KPR Bank BTN hingga Maret 2020 turun 40 persen secara tahunan. Meski demikian, KPR subsidi pada periode yang sama masih tumbuh 10 persen secara tahunan.
"Bank BTN saat ini akan lebih jeli menangkap peluang bisnis yang masih bisa menyumbang profit," ujarnya dalam pertemuan virtual awal pekan ini.
Hal tersebut dilakukan perseroan dengan melakukan analisis data sektor-sektor mana saja yang sangat terpengaruh pandemi dan yang masih berpeluang tumbuh positif.
Bank BTN saat ini akan lebih jeli menangkap peluang bisnis yang masih bisa menyumbang profit.
BTN juga mendiferensiasi segmen-segmen yang masih akan tumbuh berdasarkan produk, letak geografis, dan jenis pekerjaan nasabah.
"Kami benar-benar membedah per sektor pekerjaannya. Kami membedakan dan melihat segmen lebih tajam, bagaimana melihat nasabah yang lebih terdampak atau yang tidak," katanya.
Sementara itu, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia akan menyiapkan aturan teknis pengelolaan dana sebagai tindak lanjut ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera.
Melalui penerbitan PP tersebut, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) dapat segera beroperasi.
Direktur Kustodian Sentral Efek Indonesia Syafruddin mengatakan, sebagai tindak lanjut penerbitan PP Tapera, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan segera membuat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK). Adapun peran KSEI nantinya adalah sebagai penyedia infrastruktur.
"Nantinya, semua peserta Tapera akan dicatat dalam sistem yang disediakan termasuk dengan catatan nilai unit kepesertaannya sesuai iuran yang dibayarkan setiap bulan," ujarnya.
Jumlah peserta Tapera ini pada tahap awal sekitar 4,3 juta peserta. Sebagaimana investor pasar modal yang terdaftar di KSEI, peserta Tapera ini nantinya juga akan memperoleh nomor identifikasi investor tunggal (single investor identification/SID).
Secara detail, Syarifudin menuturkan, peserta Tapera yang juga berinvestasi di saham, reksa dana, atau surat utang negara akan memiliki SID yang sama. Melalui aplikasi AKSes, investor bisa memantau kepemilikan efek di pasar modal sekaligus kepesertaan di Tapera.
“Nantinya bisa lebih fleksibel. Misalnya dana hasil jual saham atau dividen saham dapat digunakan buat beli reksa dana atau mau dipakai untuk bayar iuran Tapera," kata dia.