Dilema PSBB Tatkala Kasus Terinfeksi Covid-19 Terus Melonjak
Efektivitas pembatasan sosial berskala besar atau PSBB yang diterapkan di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan kerap dipertanyakan.
Efektivitas pembatasan sosial berskala besar atau PSBB yang diterapkan di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan kerap dipertanyakan. Selama pelaksanaan PSBB, kurva kasus positif Covid-19 bukannya melandai, melainkan terus memuncak. Kondisi serupa terjadi di tiga daerah penyangga Banjarmasin yang menyusul melaksanakan PSBB.
Banjarmasin menjadi kota pertama di Kalimantan Selatan yang melaksanakan PSBB dalam rangka percepatan penanganan Covid-19. PSBB dimulai pada 24 April 2020 dan lanjut hingga PSBB tahap ketiga yang berakhir pada 31 Mei lalu.
Ketiga daerah penyangga Banjarmasin ikut menerapkan PSBB, yaitu Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar, dan Kabupaten Barito Kuala. PSBB di tiga daerah itu berakhir di 29 Mei.
Yang menarik, selama PSBB, kurva yang menunjukkan jumlah kasus orang positif Covid-19 justru menanjak dan masih belum diketahui puncaknya.
Berdasarkan rekapitulasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Kalsel pada 24 April di Kalsel terkonfirmasi 132 kasus positif Covid-19. Pada 28 Mei, kasus positif mencapai 819 orang, dengan 666 orang dalam perawatan dan karantina, 81 orang sembuh, dan 72 orang meninggal. Kasus tertinggi ditemukan di Kota Banjarmasin. Pada 28 Mei ditemukan 365 kasus positif, dengan 284 orang dalam perawatan dan karantina khusus, 22 orang sembuh, dan 59 orang meninggal.
Berdasarkan data per 28 Mei 2020, angka kematian akibat Covid-19 di Banjarmasin sebesar 16,16 persen.
Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina, yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Banjarmasin, Kamis (28/5/2020), mengatakan, jangan alergi dengan angka yang terus naik. Sebab, itu adalah hasil kerja petugas dalam pelacakan dan penanganan di lapangan.
”Sebenarnya bisa saja grafik itu dilandaikan, kasusnya jadi nol. Tinggal saya perintahkan petugas di lapangan untuk tidur saja, tidak usah bekerja. Tetapi, bukan itu yang kami inginkan. Kami terus mencari (kasus positif) sampai ketemu,” katanya.
Sesuai teori epidemiologi, ujar Ibnu, jika ada 1 orang positif Covid-19 meninggal, ada 50 orang lain yang juga positif. Orang-orang itu yang terus dilacak dan diperiksa. Pelacakan dan pemeriksaan membuat grafik kasus naik cukup tajam ketika PSBB tahap pertama dan kedua berakhir.
Dari hasil pemetaan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Banjarmasin, ada lima kluster penyebaran Covid-19 di Banjarmasin, yaitu kluster Ulin 1, kluster Gowa, kluster Pekapuran, kluster Pasar Sentra Antasari, dan kluster Multifaktor. Saat ini, kluster Ulin 1 sudah stagnan. Namun, kluster-kluster lain yang merupakan turunan dari kluster Gowa masih berkembang.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalsel Hanif Faisol Nurofiq, yang juga Wakil Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Kalsel, mengatakan, PSBB itu penting sebagai dasar hukum untuk memaksa masyarakat tidak terlalu bergerak. Namun, PSBB sia-sia jika tidak dilaksanakan serius.
Karena itu, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Kalsel telah menyusun strategi untuk menangani secara cepat Covid-19 dalam tiga bulan. Pada Juni, fokusnya melacak kasus Covid-19 secara masif. Tes cepat dan pemeriksaan sampel usap diperbanyak dan kasus positif diperkirakan melonjak drastis.
Pada Juli, fokusnya pada penyembuhan dan penanganan orang-orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 di rumah sakit rujukan ataupun gedung karantina khusus. Pada Agustus, diperkirakan kasusnya mulai menurun sehingga bisa mulai fokus pada pemulihan dampak sosial dan ekonomi.
”Kami tidak mau latah mengikuti normal baru yang sampai sekarang belum jelas konsep dan regulasinya. Kami bekerja menangani Covid-19 sesuai karakteristik daerah dengan mengikuti protokol yang telah ditetapkan pemerintah pusat,” ujarnya.
Pemprov Kalsel menyiapkan anggaran Rp 700 miliar untuk penanganan Covid-19 dari realokasi APBD Kalsel 2020. Saat ini, sudah tersedia dana siap pakai Rp 200 miliar. ”Dana Rp 200 miliar itu sudah digunakan, tetapi belum habis. Jadi, pemprov sangat serius menangani Covid-19 dengan segala macam konsekuensinya,” kata Hanif.
Disiplin rendah
Tantangan lain yang tak kalah berat untuk menuju normal baru adalah rendahnya kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan. Hal ini terjadi juga di Kalimantan Barat. Misalnya saja di Kota Pontianak, ibu kota Kalbar, yang merupakan kasus Covid-19 terbanyak di Kalbar.
Jangankan patuh bermasker saat di luar ruang, hobi berkumpul warga Pontianak tak reda selama pandemi ini.
Tantangan rendahnya kedisiplinan masyarakat tersebut membuat Pemerintah Kota Pontianak mengkaji secara mendalam berbagai aspek terlebih dahulu sebelum melaksanakan normal baru.
”Kebijakan normal baru harus melalui kajian kesehatan, sosial, dan ekonomi. Masih ada masyarakat yang belum disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan. Masih ada pula masyarakat tidak menggunakan masker saat keluar rumah, tidak menjaga jarak dan mencuci tangan,” ungkap Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono, Rabu (27/5/2020).
Tantangan rendahnya kedisiplinan masyarakat di Kalbar secara umum juga diutarakan Gubernur Kalbar Sutarmidji, seusai rapat dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah, Jumat (29/5).
Secara umum, berbagai sektor akan menyusun prosedur tetap pelaksanaan normal baru. Normal baru akan dilaksanakan di semua sektor, tetapi secara bertahap. Normal baru akan dimulai Jumat (5/6) diawali dari rumah ibadah.
Namun, protokol kesehatan tetap harus dipatuhi, misalnya mencuci tangan sebelum masuk ke masjid. Pasar sebagai pusat perekonomian dan tempat bertemunya warga akan ditata. Pembeli dan penjual harus menggunakan masker dan menjaga jarak untuk menekan penularan Covid-19. Transaksi sedapat mungkin menggunakan uang elektronik.
Sutarmidji merancang desa mandiri untuk membiasakan disiplin. Jumlah desa mandiri di Kalbar saat ini ada 158 desa dari 2.031 total desa di Kalbar.
Berdasarkan data yang dihimpun dari laman Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar pada Jumat (29/5) jumlah yang positif Covid-19 meningkat menjadi 184 orang. Sebanyak 25 orang dirawat, 111 orang diisolasi ketat, 44 orang sembuh dan empat orang meninggal.
Semua kabupaten/kota di Kalbar sudah terdapat kasus konfirmasi Covid-19. Daerah transmisi lokal di Kalbar, yakni Pontianak, Kota Singkawang, dan Kabupaten Ketapang. Kasus di Pontianak terbanyak di Kalbar, yakni 98 kasus atau 53,3 persen dari total kasus.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar Jumat (22/5) lalu, di Kalbar ada sekitar 10 kluster Covid-19. Penularannya semakin sulit ditelusuri karena sudah ada transmisi lokal.
Pembatasan tegas
Di Kalimantan Timur, kasus positif Covid-19 pertama diumumkan pada Rabu (18/3) dari kluster Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Bogor. Selanjutnya juga ada kasus terkait kontak erat dengan pasien Covid-19 yang meninggal di Solo, Jawa Tengah.
Sejak saat itu, grafik kasus positif Covid-19 di Kaltim terus naik. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur mencatat, ada 9 kluster, yakni kluster Ijtima Gowa, kluster Magetan, kluster GPIB Bogor, kluster KPU Jakarta, kluster perjalanan dari Bogor, kluster perjalanan dari Jepang, kluster Tasikmalaya, dan kluster perjalanan dari Jakarta.
Terdapat juga kluster baru, yakni kluster anak buah kapal di Balikpapan. Kluster ini masih ditelusuri dari mana awal mula virus terbawa hingga menyebar ke anak buah kapal. Selain itu, setidaknya ada 10 pasien positif Covid-19 di Balikpapan yang tertular dari transmisi lokal.
Di tengah kegentingan itu, berbagai upaya pembatasan sosial untuk menghentikan laju penularan Covid-10 masih belum berhasil baik. Hal itu dapat dilihat dari jumlah pasien positif Covid-19 yang terus bertambah. Hingga 28 Mei, jumlah pasien positif Covid-19 ada 281 orang. Jumlah pasien yang dirawat 144 pasien, yang sembuh 134 pasien dan pasien meninggal berjumlah 3 orang.
Hal itu disebabkan kurangnya pengawasan dan pembatasan di beberapa titik, salah satunya di jalur penyeberangan sungai dan teluk yang menggunakan transportasi tradisional. Di Teluk Balikpapan, misalnya, perahu kelotok dan perahu cepat tak dibatasi jumlah penumpangnya.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Balikpapan Sudirman Djayaleksana mengatakan, pelabuhan kelotok tidak termasuk jalur mudik sehingga tidak ada pemeriksaan. Padahal, selain tak didukung penerapan protokol ketat kesehatan, warga masih menggunakan transportasi itu sehari-hari untuk menyeberang ke Penajam Paser Utara dan sebaliknya.
Sementara di Kalimantan Utara, hingga 28 Mei 2020 kasus positif Covid-19 tercatat 165 kasus. Pasien Covid-19 terbagi menjadi empat kluster, yakni kluster GPIB Bogor, Pesantren Temboro Magetan, perjalanan luar, dan kluster GKII Langap Malinau.
Dari lima kabupaten dan kota, hanya Kota Tarakan yang dinilai memenuhi syarat untuk menjalankan normal baru. Pemerintah Kota Tarakan masih melakukan kajian persiapan normal baru per 1 Juni 2020.
Tantangan yang dihadapi di Tarakan berada di jalur penyeberangan laut. Pulau Tarakan seluas 657,33 km persegi itu memiliki pelabuhan yang cukup sibuk. Jalur penyeberangan ke pulau dan daerah lain tak bisa terhindarkan, apalagi banyak kebutuhan pangan yang disuplai dari Malaysia.
Jubir Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kaltara Agust Suwandy mengatakan, tantangan penerapan normal baru di Kaltara adalah penertiban warga menjalankan protokol kesehatan di berbagai aktivitas. ”Selain itu, fasilitas kesehatan dan kebersihan juga harus dipenuhi di semua titik keramaian,” kata Agust.
Jika pembatasan penumpang di perahu tidak dilakukan ketika penerapan normal baru, penularan Covid-19 bisa terus terjadi. Apalagi, Tarakan adalah kota dengan kasus positif Covid-19 tertinggi di Kaltara, yakni 44 orang.
Jika tidak dilakukan dengan ketat, Covid-19 berpotensi menyebar ke Pulau Nunukan, Pulau Sebatik, dan Kabupaten Bulungan. Daerah itu merupakan jalur penyeberangan terbanyak dari dan ke Tarakan. Butuh prosedur yang ketat dan edukasi masyarakat agar normal baru di Tarakan berdampak positif terhadap kesehatan dan ekonomi.