Paceklik Tabung Oksigen di Amerika Latin, Ironi Pandemi di Lumbung Oksigen
›
Paceklik Tabung Oksigen di...
Iklan
Paceklik Tabung Oksigen di Amerika Latin, Ironi Pandemi di Lumbung Oksigen
Banyak keluarga di Peru putus asa berlomba untuk mengisi tabung oksigen yang mahal. Rumah sakit kehabisan stok tabung oksigen. Presiden Peru Martín Vizcarra telah mengeluarkan dekrit darurat penyediaan tabung oksigen.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
Kondisi di negara-negara Amerika Selatan—juga disebut Amerika Latin—mewakili gambaran sebuah antitesis di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Kawasan itu menjadi pusat paru-paru dunia oleh oksigen yang dihasilkan belantara Amazon. Ironisnya, di tengah hantaman pandemi, negara- negara itu terengah-engah memenuhi kebutuhan tabung oksigen bagi pasien Covid-19.
Di tengah terus bertambahnya kasus Covid-19, tabung oksigen adalah salah satu perlengkapan yang paling diburu. Warga harus rela menjual barang-barang yang dimiliki demi mendapatkan tabung oksigen.
Televisi. Mesin jahit. Sepeda motor. Itu adalah barang-barang yang dijual anak-anak Edda Marchan untuk membuat ibu mereka tetap bernapas. Namun, mereka tidak dapat mendapatkannya juga.
”Ini adalah keputusasaan terbesar di dunia,” kata putri Marchan, Fiorella Sorroza, yang berusia 39 tahun. ”Kami berdoa kepada Tuhan agar Dia tidak meninggalkan kami.”
”Peru, dengan Amazon-nya, memiliki paru-paru planet ini,” kata Iván Hidalgo, Direktur Akademik Institut Pemerintahan dan Manajemen Publik di Lima, ibu kota Peru. ”Ironisnya kita sekarat karena kekurangan oksigen.”
Banyak keluarga di negara itu putus asa berlomba untuk mengisi tabung oksigen yang mahal. Rumah sakit pun kehabisan stok tabung oksigen. Presiden Peru Martín Vizcarra telah mengeluarkan dekrit darurat yang memerintahkan pabrik-pabrik industri untuk meningkatkan produksi atau membeli oksigen dari negara lain.
Seorang direktur kesehatan regional Peru mengatakan, kekurangan itu telah menelan banyak korban jiwa. Menteri Pertahanan Peru Walter Martos mengatakan, Kamis (4/6/2020), negaranya membutuhkan 173 ton oksigen per hari. Otoritas Medical College of Peru memperkirakan Peru hanya mampu memproduksi sekitar 20 persen dari kebutuhan itu per hari.
Presiden Peru Martín Vizcarra telah mengeluarkan dekrit darurat yang memerintahkan pabrik-pabrik industri untuk meningkatkan produksi atau membeli oksigen dari negara lain.
Sejumlah pihak menyatakan, masalah itu muara dari kurangnya investasi selama beberapa dekade di rumah sakit, korupsi, dan manajemen yang buruk. Rumah sakit di Tumbes, dekat perbatasan dengan Ekuador, misalnya, memiliki pabrik yang sudah tidak beroperasi selama bertahun-tahun karena seseorang mencuri kartu elektronik yang diperlukan untuk mengoperasikannya.
Akibatnya petugas kesehatan Tumbes terpaksa mengimpor tabung oksigen dari Ekuador. Butuh lima jam perjalanan untuk mendapatkan tabung oksigen itu. Rumah sakit umum terbesar di daerah itu biasanya menggunakan 30 tabung oksigen seminggu, tetapi kini membutuhkan sekitar 200 tabung oksigen.
Banyak kalangan menyalahkan Pemerintah Peru karena gagal mempersiapkan diri lebih awal. ”Ini memperlihatkan kegagalan di seluruh negeri,” kata Harold Burgos, direktur kesehatan regional untuk wilayah Tumbes. ”Masalah itu kemudian datang dan tidak ada yang menganggapnya serius.”
Menyebar di kawasan
Negara-negara lain di Amerika Latin dan Karibia menghadapi atau akan segera mengalami kelangkaan tabung oksigen. Di Kolombia, misalnya, para dokter harus menerbangkan pasien ke Bogota karena satu-satunya pabrik tabung oksigen di wilayah ini hampir tidak berfungsi. Haiti dilaporkan hanya bergantung pada satu pabrik tabung oksigen untuk populasi lebih dari 11 juta orang.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, sekitar 15 persen dari seluruh pasien Covid-19 mengalami kondisi parah yang memerlukan terapi oksigen, sedangkan 5 persen lainnya membutuhkan ventilator. Akibatnya, dalam beberapa kasus, pasien berada dalam kondisi kritis.
Kondisi itu dialami paman Armando Ancajima di Talara, kota dekat pantai utara Peru. Sepekan lalu, sang paman dilarikan ke rumah sakit terdekat di kota itu. Paman Ancajima berjuang untuk bernapas, kukunya berwarna ungu. Sang paman hanya memiliki saturasi oksigen 35 persen pada saat kedatangan.
Keluarga itu diberi tahu bahwa pihak rumah sakit tidak memiliki oksigen. Mau tidak mau keluarga Ancajima pun berupaya keras mencari tabung oksigen itu. Ancajima mengatakan, dia melihat 10 orang meninggal pada malam yang dia habiskan bersama pamannya.
”Ini adalah warisan selama 30 tahun tanpa perhatian,” katanya.
Kegagalan Peru
Peru adalah salah satu negara paling awal di Amerika Latin yang melakukan penutupan ketat melawan pandemi Covid-19. Namun, negara itu tetap gagal menghentikan kasus penularan Covid-19 yang meroket. Dengan hampir 185.000 kasus, negara ini memiliki jumlah tertinggi kedua di Amerika Latin di bawah Brasil.
Sektor informal adalah bidang pekerjaan mayoritas warga di Peru. Sektor itu menyumbang sekitar 70 persen dari perekonomian. Hal ini mengharuskan warganya tetap keluar rumah, menerabas aturan karantina, untuk tetap hidup, tetapi dengan risiko lebih besar tertular Covid-19.
Kondisi kesulitan mendapatkan ventilator juga terlihat di negara-negara lain di Amerika Latin. Pada saat kasus-kasus awal ditemukan pada akhir Februari dan awal Maret, persediaan global atas ventilator seperti menguap. Gagal membeli dari AS atau Eropa, banyak negara di kawasan itu beralih ke China untuk mendapat ventilator.
Namun, barang itu juga relatif lambat tiba. ”Peluang untuk membeli barang telah berlalu ketika kasus pertama didiagnosis,” kata Ciro Ugarte, Direktur Departemen Darurat Kesehatan Pan American Health Organization.
Lembaga-lembaga amal mencoba membantu. Hope Health Action, lembaga berbasis di Inggris, misalnya, akan segera membuka bangsal Covid-19 dengan 10 oksigen konsentrator di kota Cap-Haitien di Haiti. Konsentrator itu menghasilkan oksigen dengan menggunakan listrik dan udara sekitar, tetapi memiliki keterbatasan.
Mesin itu biasanya memasok hingga 10 liter per menit. Rob Dalton, seorang perawat di organisasi Hope Health Action, menyebutkan bahwa kasus Covid-19 yang parah dapat membutuhkan lebih banyak dari pasokan itu. Setiap konsentrator dapat melayani hanya satu pasien.
”Kami membutuhkan lebih banyak lagi,” kata Dalton. ”Kami membutuhkan sebanyak yang kami bisa.” (AP)