Spiritualitas Normal Baru
Bagaimana sebaiknya masyarakat menghadapi normal baru agar tidak stres? Rani Badri mengajak kita untuk berpikir bahwa krisis sebenarnya tidak ada. Krisis ada karena kita tidak mau melepaskan zona nyaman.
Apakah kita mampu menjalani normal baru? Ini adalah pertanyaan utama yang dilontarkan banyak pihak setelah pemerintah memutuskan untuk melonggarkan pembatasan sosial berskala besar di Jakarta dan beberapa wilayah ketika pandemi Covid-19 masih membayangi.
Masyarakat diizinkan untuk melakukan sejumlah aktivitas seperti biasa dengan mengikuti protokol kesehatan. Hal ini menuntut penyesuaian pada gaya hidup dan pola interaksi.
Pendiri dan fasilitator Soul of Speaking (SOS)—lembaga pelatihan mindfulness dan public speaking—Rani Badri Kalianda menganjurkan agar masyarakat menciptakan ketenangan batin atau mindfulness dalam beradaptasi dengan berbagai perubahan di era normal baru. Strategi ini perlu dilakukan agar kita tidak mudah stres, gundah, atau sedih.
Berikut wawancara dengan Rani Badri yang berlangsung secara daring di Jakarta, Jumat (12/6/2020):
Apa, sih, pengertian sederhana dari spiritualitas?
Spiritualitas berasal dari bahasa Latin yang berarti spiritus yang berarti napas atau daya hidup. Orang-orang yang spiritual memiliki daya hidup yang tinggi. Spiritualitas itu tidak lagi berbicara baik atau buruk, positif atau negatif karena hal itu bersifat relatif. Spiritualitas berbicara mengenai cinta di mana yang sifatnya absolut dan selalu memberi.
Orang-orang yang spiritual di mana pun dia berada akan selalu berusaha memberi sesuatu dan apa yang diberikan akan otomatis kembali kepadanya. Ketika kita memberi, kita tidak berharap apa-apa untuk mendapat pujian. Ingat, setiap kali kita memikirkan sesuatu itu adalah doa dan akan menariknya ke dalam diri kita. Kalau kita setiap hari memikirkan kesusahan, hidup kita akan susah.
Spiritualitas itu tidak sulit dipahami dan tidak abstrak. Kalau bicara fisika, semua di dunia ini juga sebenarnya kosong, tetapi karena energi terfokus, makanya memiliki bentuk-bentuk.
Bagaimana kaitan spiritualitas dengan agama?
Spiritualitas dan agama adalah hal yang berbeda, tetapi adalah satu kesatuan. Agama terkait kepercayaan atau doktrin yang dijalankan dengan seperangkat ritual yang baku. Sementara spiritual terkait penghayatan manusia sebagai bagian dari kehidupan. Rohani yang seimbang memiliki spiritualitas dan ritualitas. Percuma kalau kita beribadah dan berdoa, tetapi habis itu bergosip atau menghakimi orang.
Apa yang dibutuhkan untuk menjadi orang yang spiritual?
Spiritualitas itu bukan gaya hidup, melainkan value. Kita butuh kesadaran agar mampu memanifestasikan spiritualitas kita dalam kehidupan. Kesadaran itu adalah keterampilan yang harus terus diolah. Sayangnya, banyak orang paham tentang spiritualitas, tetapi tidak memahami atau banyak yang merasa, tetapi tidak merasakan.
Apa itu kesadaran? Misalnya, komputer itu diisi banyak software, tetapi RAM-nya kecil sehingga mandek. Kesadaran itu adalah RAM komputer. Kalau ingin bahagia, kapasitas RAM harus meningkat.
Bagaimana sebaiknya masyarakat menyikapi normal baru selama pandemi masih berlangsung ini?
Kita harus menyadari bahwa krisis itu tidak ada, itu tergantung pikiran kita. Krisis hadir karena kita tidak mau melepaskan zona nyaman. Padahal, waktu itu berputar dan kehidupan selalu bergerak. Jadi, kita tidak perlu memikirkan apa yang tidak ada dan belum terjadi.
Kita harus mampu melepaskan kenyamanan dan melakukan perubahan. Lagi pula yang dibutuhkan tubuh manusia pada dasarnya hanya makan, tidur, dan buang air. Makan, misalnya, sekarang jadi macam-macam karena nafsu bukan karena kebutuhan tubuh. Berpakaian jadi merepotkan karena ada tuntutan harus pakai pakaian bagus dan bermerek. Orang-orang memperbesar keinginan dibandingkan kebutuhan.
Ingat, setiap kali kita memikirkan sesuatu itu adalah doa dan akan menariknya ke dalam kita. Dalam Islam diajarkan apabila kita mendoakan orang lain, maka 70 malaikat akan mendoakan kamu. Dengan kata lain, kalau kita setiap hari memikirkan kesusahan, maka hidup akan susah.
Saya, misalnya, bukan orang yang betah di rumah. Tetapi saya menikmati waktu selama di rumah karena ada kenikmatan membaca buku atau berjemur. Ketika Tuhan menghendaki kita terkena masalah, itu adalah masanya untuk meningkatkan kualitas hidup dan kreativitas untuk mengatasinya. Jadi, hal pertama yang perlu kita lakukan adalah tersenyum, bersyukur, dan menerima atas apa yang terjadi terlebih dulu.
Mengapa harus menerima, bukan melawan atau yang lain?
Saya kurang setuju dengan kata melawan. Ketika kita melakukan serangan atau perlawanan, akan muncul reaksi perlawanan yang sama kuatnya atau lebih besar. Kalau menekannya, malah akan menjadi stres sehingga orang merasa tidak nyaman. Jadi ketika mengalami ketidaknyamanan, tugasmu adalah menjalaninya.
Lepaskanlah kecemasan atau ketakutan terhadap perubahan yang ada di dalam diri kita. Kalau kita membenci sesuatu, kebencian itu akan membesar dalam hidup kita.
Apa kaitan mindfulness dengan spiritualitas?
Mindfulness adalah cara menuju spiritualitas. Kita menikmati semua proses kehidupan tanpa judgement dengan riang gembira. Sayangnya, banyak orang yang belum bisa menerapkannya. Misalnya badan kita di rumah, tetapi pikiran di kantor. Waktu kita presentasi, kita malah fokus kata-katanya harus bagus, padahal bukan itu intinya.
Dalam mindfulness, momen yang paling indah itu sekarang, bukan kemarin, atau masa depan. Kita hidup sekarang, tetapi sudah mengkhawatirkan 10 tahun ke depan, padahal belum tentu itu terjadi. Sama seperti pandemi ini, nikmati saja dulu karena akan ada solusinya.
Ciri-ciri orang yang spiritual apa, sih?
Manusia berperilaku berdasarkan apa yang telah terprogram dalam dirinya. Sayangnya, kebanyakan dibesarkan dengan penuh ketakutan, kecemasan, dan hinaan. Anak kecil kerapbelajar ditakut-takuti akan ditangkap polisi oleh orangtua kalau nakal. Itu yang harus kita ubah agar kita tidak lagi stres dan takut terhadap kehidupan.
Ciri-ciri orang telah penuh cinta ada dua, yaitu individu itu tidak mau menyakiti orang lain dan dia tidak mudah tersakiti perilaku orang lain.
Ada banyak tokoh yang sangat spiritual seperti Bunda Teresa yang berkorban untuk anak kelaparan atau Nelson Mandela yang dipenjara, tetapi kemudian jadi presiden di Afrika Selatan. Lalu ada Kristus, Muhammad, dan Buddha. Mereka adalah orang yang telah mencapai spiritualitas sehingga tidak mudah tersinggung, tetapi justru memberi napas kehidupan kepada orang lain.
Mereka memang pernah marah, tetapi bukan pemarah. Mereka memiliki alasan untuk marah dan itu tidak membuat orang terluka, tetapi tersadar. Mereka memiliki energi seperti magnet yang menarik orang untuk berubah dan menjadi penuh cinta. Jadi, ubahlah dirimu, baru kamu bisa mengubah yang di luar dirimu.
Bagaimana spiritualitas melihat kehidupan ini sebenarnya?
Dalam tatanan alam semesta, manusia adalah bagian dari ekosistem kehidupan. Kita harus mencintai ciptaan Tuhan, semesta, dan seisinya. Kalau kita menyakiti semesta dan isinya, berarti kita belum mencintai Tuhan. Manusia itu diberkahi lebih dari pada hewan, tetapi manusia bisa sekaligus menjadi makhluk yang paling berbahaya.
Dalam menjalani hidup saat ini, banyak manusia menjalani kehidupan tanpa tujuan hidup. Apa itu tujuan hidup? Itu sederhana, tujuan hidup adalah upaya untuk menciptakan perubahan lebih baik sebelum kembali ke rumah Tuhan. Namun, saat ini kita hidup berorientasi untuk mendapatkan hasil dan ini yang membuat kita kehilangan hidup.
Semua fokus untuk memiliki rumah dua atau mobil mewah. Kita jadi gelisah untuk mencari hasil kehidupan bukan tujuan hidup. Jadi, kita harus tahu tujuan hidup kita dulu baru melangkah.
Terkait pandemi ini, dalam semua agama itu jelas bahwa kematian adalah awal kehidupan. Meninggal dunia itu adalah takdir. Covid-19 ini juga adalah karya Tuhan untuk kita terima, yang penting jangan panik dan tetap ikuti protokol kesehatan.
Bagaimana memperkenalkan konsep-kosep spiritualitas pada generasi muda?
Saya lihat generasi muda sekarang lebih mengejar hasil dan materi. Mereka bisa goyah ketika memasuki usia 40 tahun. Kita harus membangun jiwa dulu. Kalau ingin membangun ekonomi, ya, harus membangun manusia. Bagaimana mengajarkan spiritualitas kepada anak muda? Anak-anak adalah peniru, jadi kita harus berperilaku dengan penuh cinta agar mereka bisa meneladani.