Meski Pilkada 2020 masih beberapa bulan lagi, pelanggaran netralitas oleh ASN berpotensi naik. Hingga 15 Juni lalu, jumlah pelanggaran mencapai 369, terbesar dukungan ASN lewat medsos kepada calon kepala daerah.
Oleh
INGKI RINALDI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelanggaran netralitas oleh aparatur sipil negara berpotensi naik. Sepanjang 2019 diketahui ada 412 pelanggaran netralitas terjadi menjelang Pemilihan Kepada Daerah 2020. Sementara, hingga 15 Juni lalu, terjadi pelanggaran netralitas oleh 369 aparatur sipil negara. Pelanggaran yang banyak terjadi selain dukungan terhadap calon kepala daerah di media sosial, juga keberpihakan dalam bentuk pemasangan spanduk dukungan terhadap calon.
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto, Rabu (17/6/2020), di Jakarta, mengatakan, terdapat 10 instansi daerah dengan catatan pelanggaran netralitas terbanyak. Setiap pelanggaran terdapat di sejumlah kabupaten dan kota, yaitu di Kabupaten Wakatobi (18 orang), Kabupaten Sukoharjo (11), Provinsi NTB (7), Kabupaten Dompu (7), Kabupaten Bulukumba (7), Kabupaten Banggai (7), Kemendikbud (6), Kota Makassar (6), Kabupaten Supiori (5), dan Kabupaten Muna (5).
”Jadi, kalau kita bandingkan sampai Desember (2020) nanti, ya kita tunggu (angka pelanggarannya). Tapi, sampai sekarang, setidaknya gambarannya seperti itu,” kata Agus seusai acara penandatanganan perjanjian kerja sama dengan Badan Pengawas Pemilu dalam pengawasan netralitas ASN pada Pilkada 2020.
Jadi, kalau kita bandingkan sampai Desember (2020) nanti, ya kita tunggu (angka pelanggarannya). Tapi, sampai sekarang, setidaknya gambarannya seperti itu.
Dari 369 pelanggaran netralitas itu, sebanyak 195 sudah dikeluarkan rekomendasi sanksi dari Komite ASN. Adapun 47 di antaranya telah ditindaklanjuti PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian) setelah mendapatkan rekomendasi KASN. Selebihnya masih dalam proses klarifikasi dan lainnya. Pelanggaran terbanyak adalah sebesar 33 persen, dilakukan oleh ASN yang berada pada jabatan pemimpin tinggi di daerah.
Agus mengatakan, sebagian besar sanksi yang diberikan berada dalam kategori sedang, yakni berupa sanksi disiplin. Adapun lainnya berupa sanksi moral, yaitu keharusan untuk membuat pernyataan terbuka.
Kampanye di media sosial menjadi kategori pelanggaran netralitas yang banyak dilakukan. Selain itu, kegiatan yang berpihak kepada calon kepala daerah. Pemasangan baliho atau spanduk calon kepala daerah juga menjadi kategori pelanggaran lainnya yang juga dilakukan ASN.
Lebih jauh Agus mengatakan, selama ini ditemukan cukup banyak ASN yang tidak memahami konsep netralitas. Misalnya, sebagian di antaranya tidak sadar bahwa mengklik tombol ”like” di media sosial, seperti Facebook, merupakan pelanggaran netralitas.
Para ASN dan PPK diharapkan menyadari agar tidak menyeret ASN dalam pusaran pertarungan politik praktis, terutama saat masa pemilihan. Para ASN diharapkan juga bebas dari intervensi politik dan bebas konflik kepentingan. Dengan cara itulah ASN bisa bekerja dengan profesional, adil, dan memberikan pelayanan prima kepada warga.
Pertukaran data
Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, perjanjian kerja sama dengan KASN merupakan kelanjutan nota kesepahaman yang sebelumnya telah dibuat. Ruang lingkup perjanjian kerja sama itu meliputi pertukaran data dan informasi, pencegahan, pengawasan, penindakan, dan monitoring tindak lanjut rekomendasi.
Pada bagian pertukaran data dan informasi, KASN dan Bawaslu bakal mengembangkan sistem aplikasi pengolahan data pengawasan. Sistem itu akan beroperasi secara terintegrasi. Akurasi dan validitas data jumlah pelanggaran netraliras, kategori jenis pelanggaran, kategori jabatan ASN terlapor, jumlah rekomendasi, dan tindak lanjutnya diharapkan meningkat dengan aplikasi itu.
Sementara itu, anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, mengatakan, tambahan anggaran bagi Bawaslu untuk melaksanakan pilkada serentak 2020, hingga Rabu ini, belum juga cair. Bawaslu membutuhkan tambahan anggaran Rp 478,9 miliar untuk penyelenggaraan lanjutan pilkada yang berpedoman pada protokol kesehatan penanganan Covid-19. ”Belum, masih didiskusikan,” kata Fritz saat ditanya.
Ia juga mengatakan tidak mengetahui kapan tambahan anggaran itu akan dicairkan. Menurut dia, untuk sementara Bawaslu menggunakan anggaran internal untuk menyiapkan kebutuhan perlengkapan guna memenuhi protokol kesehatan penanganan Covid-19. Ini terutama untuk menjalankan tahapan verifikasi faktual dukungan bakal calon perseorangan yang dimulai 24 Juni kelak.
Fritz mengatakan, pemenuhan perlengkapan tersebut bakal disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing. Bisa dilakukan pengadaan dengan menggunakan anggaran sesuai Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang disepakati sebelumnya, yaitu perlengkapan alat pelindung diri (APD)-nya diberikan oleh pemerintah daerah terkait, dan dilakukan pengadaan dengan anggaran pendanaan dari pusat.
Bimbingan teknis bagi petugas ad hoc dilakukan dengan sementara meminta sebagian di antara mereka membawa APD milik pribadi. Adapun sebagian bimbingan teknis lainnya dilakukan secara daring.
Anggota KPU Banten, Eka Satialaksmana, menambahkan, tambahan anggaran belum diterima. Hal itu membuat bimbingan teknis bagi petugas ad hoc dilakukan dengan sementara meminta sebagian di antara mereka membawa APD milik pribadi. Adapun sebagian bimbingan teknis lainnya dilakukan secara daring.
Rabu itu, bimbingan teknis di Banten dilakukan di Kabupaten Pandeglang, Banten. Sementara pelaksanaan di Kota Cilegon akan menyusul. Bimbingan teknis sementara ini dilakukan di daerah-daerah dengan kemungkinan adanya bakal calon perseorangan.
Anggota Bawaslu Sulut, Awaluddin Umbola, menyatakan hal senada terkait tambahan anggaran yang belum ada. ”Sepertinya untuk pengadaan barang tidak di kita, tapi di Bawaslu. Kita tinggal terima barang,” kata Awaluddin lagi.