Membaca Arah Pemulihan Pariwisata Global
Organisasi Pariwisata Dunia PBB memproyeksikan keterpurukan dan pemulihan pariwisata di berbagai belahan dunia tahun ini.
Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO) dalam laporan World Tourism Barometer triwulan pertama 2020 yang dirilis Mei lalu melaporkan, jumlah kunjungan turis dunia untuk sementara ini telah turun hingga minus 22 persen dari posisi akhir tahun 2019.
Lebih dari 1 miliar perjalanan turis dibatalkan dengan nilai devisa lebih dari 1 triliun dollar AS urung dibelanjakan ke sejumlah tempat wisata di segenap penjuru dunia. Sebanyak 100 juta lebih pekerjaan yang berkaitan langsung dengan pariwisata mendadak berada dalam ketidakpastian dan bayang-bayang ancaman pengangguran.
Dari lima region pembagian daerah wisata dunia, kawasan Asia Pasifik adalah wilayah yang untuk sementara ini mengalami angka penurunan kunjungan paling tinggi, yakni hingga minus 35 persen. Selanjutnya adalah kawasan Eropa minus 19 persen, Amerika minus 15 persen, Afrika minus 13 persen, dan Timur Tengah minus 11 persen. Keterpurukan wisata ini tak lain disebabkan problem kesehatan yang tengah dihadapi masyarakat global: pandemi Covid-19.
Jika ditarik ke belakang, paling tidak ada tiga peristiwa besar dunia yang mempengaruhi pariwisata dunia dalam dua dekade terakhir. Peristiwa pertama adalah terorisme di menara kembar World Trade Center, Amerika Serikat, 11 September 2001.
Selain itu, dunia juga menghadapi keterpurukan pariwisata pariwisata global tahun 2009 akibat krisis global. Namun, ada juga problem kesehatan terkait epidemi sindrom pernapasan akut parah (SARS) yang memengaruhi kinerja pariwisata dunia pada tahun 2009.
Penting juga untuk dicatat, peristiwa-peristiwa tersebut tidak berujung pada situasi pariwisata global seburuk tahun ini. Dampak dari epidemi SARS yang juga berkaitan dengan kesehatan manusia tidak berdampak besar terhadap kinerja pariwisata global.
Jumlah wisatawan internasional pada tahun 2003 turun sekitar 3 juta orang dari tahun sebelumnya yang mencapai 695 juta turis. Meskipun jumlah kunjungannya menurun, devisa wisata dunia pada tahun 2003 justru naik hingga lebih dari 50 miliar dollar AS daripada tahun sebelumnya.
Adapun dampak serangan terorisme di Amerika tahun 2001 berimbas pada penurunan pendapatan wisata global sebesar 11 miliar dollar AS. Namun, penurunan jumlah wisatawan dunia hanya tercatat 1 juta orang sepanjang tahun 2000-2001.
Sementara itu, krisis ekonomi global tahun 2009 tetap meningkatkan devisa wisata hingga 2 milliar Dollar AS, kendati perjalanan wisatawan global berkurang. Akibat adanya krisis ekonomi global, arus wisatawan pada tahun 2009 turun hingga 37 juta pelancong.
Baca juga : Resesi Ekonomi Global Kian Nyata
Berbagai Skenario
Terorisme, krisis ekonomi, dan virus SARS sejauh ini tidak menyebabkan keterpurukan dalam pariwisata dunia. Bagaimana pengaruh pandemi Covid-19 terhadap pariwisata dunia tahun ini?
Pariwisata dunia tahun 2020 diperkirakan menurun drastis hingga lebih dari minus 50 persen dari tahun 2019 lalu.
UNWTO menghitung, ada tiga skenario yang menggambarkan keterpurukan pada pariwisata dunia, melampaui peristiwa-peristiwa lain.
Skenario pertama, jumlah wisatawan menurun hingga minus 58 persen menjadi 610 juta orang. Perolehan devisa pariwisata juga anjlok hingga 910 miliar dollar AS atau minus 62 persen sehingga tinggal menyisakan pendapatan sekitar 570 miliar dollar AS.
Skenario kedua, penurunannya kian dalam lagi, yakni kunjungan pariwisata berkurang hingga minus 70 persen atau sekitar 1 miliar orang sehingga jumlah kunjungan turis tinggal 440 juta orang. Tentu saja hal ini disertai dengan penurunan devisa secara drastis yang tinggal menyisakan 410 juta dollar AS.
Pada skenario ketiga yang merupakan estimasi terburuk, pariwisata global terpuruk sangat dalam hingga hampir minus 80 persen dari kondisi tahun 2019. Pada skenario terburuk ini, jumlah kunjungan wisatawan hanya tinggal 320 juta orang dengan perolehan nominal devisa hanya berkisar 310 juta dollar.
Tiga skenario yang dikemukakan UNWTO membawa konsekuensi berbeda pula pada kebangkitan pariwisata.
Pada skenario pertama yang paling optimistis, diperkirakan pariwisata global akan memulai pemulihan awal Juli 2020. Skenario kedua di tingkat ”moderat”, pariwisata mengalami pemulihan lebih lambat, yakni pada awal September.
Pada skenario ketiga yang paling pesimistis, pemulihan pariwisata akan berjalan sangat lambat. Pemulihan pariwisata global pada skenario ini diperkirakan baru akan dimulai pada awal Desember 2020.
Baca juga : Membaca Skenario Pariwisata Indonesia
Waktu Pemulihan
Menjawab kapan waktu berakhirnya pandemi dan kapan pariwisata akan bangkit kembali adalah suatu hal yang sangat sulit untuk dijawab saat ini. Belum ada satu pun negara atau lembaga internasional yang mampu memastikan hal tersebut. Semuanya hanya sebatas proyeksi, skenario, dan perkiraan-perkiraan. Tidak ada satu pun yang pasti untuk saat ini.
Berkaca pada tiga kasus krisis yang terjadi dunia beberapa tahun silam cukup memberikan gambaran bahwa waktu pemulihan pariwisata akibat korona ini kemungkinan membutuhkan waktu relatif lama. Serangan terorisme pada 11 September 2001 membutuhkan waktu pemulihan terkait dampaknya bagi dunia internasional sekitar 14 bulan.
Pandemi SARS pada tahun 2003 memerlukan waktu pemulihan hingga 11 bulan. Krisis ekonomi global pada tahun 2009 berdampak cukup berat bagi sejumlah negara di dunia dan memerlukan waktu pemulihan hingga 19 bulan.
Tiap region di dunia memerlukan waktu pemulihan yang bervariasi. Pada tahun 2001, daerah terimbas paling besar adalah wilayah Amerika. Kondisi daerah ini baru mulai membaik setelah setahun pasca-serangan. Kondisi pulih 100 persen memerlukan total waktu hingga 42 bulan atau lebih dari tiga tahun.
Pada tahun 2003, saat SARS melanda di sejumlah negeri, kawasan Asia adalah wilayah yang paling terdampak virus itu. Wilayah ini mulai bangkit kembali setelah tujuh bulan dan kembali normal seperti sediakala setelah 14 bulan.
Pada krisis global 2009, kawasan Eropa adalah daerah terdampak paling parah. Wilayah ini memerlukan waktu untuk rebound setelah 14 bulan dan kembali membaik secara total setelah 29 bulan.
Dari deskripsi tersebut, paling tidak ada dua kemungkinan yang dapat dibaca sementara ini . Pertama, waktu pemulihan pariwisata dunia akibat pandemi korona bisa berlangsung sangat lama.
Berkaca pada peristiwa lalu, dampak terburuk bagi pariwisata dunia adalah akibat krisis ekonomi global yang berdampak pada penurunan wisata hingga minus 4 persen.
Penurunan sebesar ini saja memerlukan waktu pemulihan hingga 19 bulan. Jika penurunan wisata tahun ini benar terbukti mencapai minus 50 persen, waktu pemulihan sangat mungkin berlangsung jauh lebih panjang.
Kedua, wilayah yang paling cepat membaik kondisinya akibat krisis adalah kawasan Asia Pasifik. Daerah yang paling terdampak wabah SARS pada tahun 2003 tersebut mampu bangkit kembali seperti sediakala hanya dalam kurun 14 bulan atau setahun lebih sedikit.
Dalam pandemi korona saat ini, kawasan Asia Pasifik juga berpeluang lebih cepat memulihkan aktivitas pariwisatanya. Apalagi, pandemi Covid-19 menunjukkan, penularan tertinggi dunia ada di kawasan Amerika dan Eropa.
Estimasi demikian bisa menjadi kabar positif bagi semua sektor pariwisata di Asia-Pasifik, tak terkecuali Indonesia. Namun, estimasi ini berkaitan erat dengan keberhasilan penerapan disiplin protokol kesehatan di setiap negara. (LITBANG KOMPAS)