Penelitian terbaru menunjukkan, cara berpikir manusia dan monyet jauh lebih mirip daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
Manusia dan monyet mungkin tidak berbicara bahasa yang sama. Namun, penelitian terbaru menunjukkan, cara berpikir manusia dan monyet jauh lebih mirip daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Tim peneliti dari Universitas California Berkeley, Universitas Harvard, dan Universitas Carnegie Mellon melakukan uji coba pada 100 partisipan studi lintas kelompok umur, budaya, dan spesies.
Para peneliti menguji kemampuan rekursif dari 10 orang dewasa di Amerika Serikat (usia rata-rata 22 tahun 6 bulan), 50 anak prasekolah dan taman kanak-kanak (usia 3 tahun 1 bulan hingga 5 tahun), 37 anggota Tsimane (usia rata-rata 32 tahun 4 bulan), dan tiga monyet kera (macaque) jantan.
Hasilnya, mereka menemukan bahwa penduduk asli Tsimane di hutan hujan Amazon, Bolivia, orang dewasa Amerika dan anak-anak prasekolah serta monyet kera menunjukkan, pada tingkat berbeda-beda, kemampuan untuk ”rekursi”, yaitu proses kognitif mengatur kata, frasa, atau simbol dengan cara yang membantu menyampaikan perintah, sentimen, dan ide yang kompleks. Temuan ini diterbitkan dalam jurnal Science Advances pada 26 Juni 2020.
Temuan tersebut, kata para peneliti, memberi penerangan baru pada pemahaman kita mengenai evolusi bahasa. ”Untuk pertama kali, kami memiliki bukti empiris yang kuat tentang pola pemikiran yang datang secara alami kepada semua manusia dan, pada tingkat lebih rendah, primata non-manusia,” kata rekan penulis studi Steven Piantadosi, asisten profesor psikologi UC Berkeley, seperti dikutip Science Daily, Senin (29/6/2020).
Sam Cheyette, mahasiswa doktoral di laboratorium Piantadosi dan penulis pendamping riset ini, mengatakan, monyet-monyet berkinerja jauh lebih baik dalam tes daripada yang diperkirakan para peneliti. ”Dengan pelatihan yang cukup, monyet bisa belajar mewakili proses rekursif, yang berarti kemampuan ini mungkin tak seunik manusia seperti yang diperkirakan,” tuturnya.
Menghapal simbol
Dikenal dalam linguistik sebagai ”struktur bersarang”, frasa rekursif dalam frasa amat penting untuk sintaksis (tata kalimat) dan semantik (arti atau makna) dalam bahasa manusia. Dalam riset ini, semua partisipan studi dilatih untuk menghapal urutan simbol berbeda dalam urutan tertentu. Secara khusus, mereka memelajari urutan, seperti {()} atau {[]}, yang analog dengan beberapa struktur bersarang linguistik.
Peserta dari Amerika Serikat dan monyet memakai monitor layar sentuh besar untuk menghafal urutan. Mereka mendengar ”ding” jika mereka mendapat simbol di tempat yang tepat, bel” jika mereka salah, dan ”bunyi sebuah suara” jika semua urutannya benar.
Monyet menerima camilan atau jus sebagai umpan balik positif. Sementara itu, para peserta Tsimane, yang kurang terbiasa berinteraksi dengan komputer, diuji dengan kartu indeks kertas dan diberikan umpan balik verbal.
Dengan pelatihan yang cukup, monyet bisa belajar mewakili proses rekursif, yang berarti kemampuan ini mungkin tak seunik manusia, seperti yang diperkirakan.
Selanjutnya, semua peserta diminta untuk menempatkan, dalam urutan yang benar, empat gambar dari pengelompokan berbeda yang ditampilkan secara acak di layar. Untuk tingkat yang berbeda-beda, semua peserta mengatur daftar baru mereka dalam struktur rekursif.
Menurut para peneliti, ini merupakan hal luar biasa mengingat orang dewasa Tsimane, anak-anak prasekolah, dan monyet yang tidak memiliki pengetahuan matematika dan pelatihan membaca yang diajarkan secara formal tidak pernah terpapar dengan rangsangan seperti itu sebelum pengujian.