Tantangan Polri dalam Menjaga Apresiasi Publik
Separuh lebih responden jajak pendapat ”Kompas”, mengapresiasi kinerja Polri yang hari ini berusia 74 tahun. Kendati demikian, jajak pendapat juga menangkap profesionalisme polisi masih harus terus ditingkatkan.
Hari ini Kepolisian Negara Republik Indonesia berusia 74 tahun. Dinamika perjalanan panjang peran polisi tak pernah lepas dari harapan dan tuntutan publik akan hadirnya institusi Polri yang profesional, modern, dan tepercaya.
Hasil jajak pendapat Kompas pekan lalu menangkap bagaimana kehadiran polisi sangat melekat dengan keseharian masyarakat. Hal ini setidaknya terlihat dari sikap sebagian besar responden yang menilai citra polisi tetap terjaga.
Separuh lebih responden mengapresiasi kinerja Polri. Kendati demikian, jajak pendapat juga menangkap profesionalisme polisi masih harus terus ditingkatkan di tengah masih munculnya penegakan hukum di lapangan yang dianggap justru mengabaikan aspek profesionalitas.
Penilaian ini tentu tak lepas dari pengalaman keseharian masyarakat yang turut memengaruhi persepsi responden soal Polri. Persepsi yang selama ini masih menghantui mereka adalah soal godaan suap dan ketidaknetralan polisi yang masih muncul sebagai persepsi publik dalam menyoroti kinerja kepolisian.
Baca juga: Hoegeng, Kapolri Antisuap yang Diberhentikan Soeharto
Namun, persepsi ini tidak tunggal. Sebagian besar responden lain justru memandang sebaliknya, polisi sudah bekerja profesional dan mampu menunjukkan kinerja yang lebih baik.
Menariknya, keterbelahan sikap responden ini lebih ditunjukkan oleh kelompok responden milenial. Dalam kasus terkait suap, misalnya, responden dari kelompok generasi milenial muda (berusia di bawah 30 tahun) terbelah pendapatnya. Separuh bagian (48 persen) sepakat dengan penilaian umum bahwa polisi mudah disuap, tetapi ada separuh bagian lain (42 persen) tidak setuju dengan anggapan tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada anggapan soal netralitas. Responden dalam kelompok generasi milenial muda juga terbelah soal ini.
Dengan demikian, kelompok generasi anak muda perlu mendapat perhatian dalam strategi kepolisian mengampanyekan agendanya dalam penegakan hukum ke depan. Apalagi, harus diakui, tak sedikit anak muda menjadi bagian dari pelaku ataupun korban kejahatan.
Sebut saja dalam hal kejahatan kekerasan atau radikalisme, anak muda kerap menjadi target, terutama dengan maraknya penggunaan media sosial. Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail, mengatakan, anak muda merupakan sasaran empuk radikalisasi yang dilakukan secara daring (Kompas, 3/6/2020).
Secara umum, hasil jajak pendapat menunjukkan publik mengapresiasi kinerja kepolisian meski dibandingkan dengan jajak pendapat setahun sebelumnya kepuasan ini menurun. Dinamika kepuasan publik ini tentu tidak lepas dari tantangan penegakan hukum yang mengalami tensi berbeda dari waktu ke waktu.
Kepuasan
Secara umum, hasil jajak pendapat menunjukkan publik mengapresiasi kinerja kepolisian meski dibandingkan dengan jajak pendapat setahun sebelumnya kepuasan ini menurun. Dinamika kepuasan publik ini tentu tidak lepas dari tantangan penegakan hukum yang mengalami tensi berbeda dari waktu ke waktu. Fenomena pandemi Covid-19, misalnya, juga memberi tantangan tersendiri bagi polisi.
Kebijakan pemerintah mempercepat pembebasan narapidana lewat program asimilasi dan integrasi terkait pengurangan potensi penyebaran Covid-19 beberapa waktu lalu turut memberikan beban bagi polisi. Hal ini guna mencegah terjadinya praktik kejahatan berulang setelah pembebasan tersebut.
Sejak akhir Maret hingga 10 Mei 2020, 39.273 narapidana menerima asimilasi dan integrasi dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19 di lapas dan rutan. Dari jumlah narapidana yang dibebaskan, 93 orang kembali terlibat pidana (Kompas, 12/5/2020).
Kondisi ini tentu memberi tantangan tersendiri bagi polisi untuk menjaga keamanan sekaligus harus turut serta mencegah penyebaran Covid-19, khususnya terkait peran mereka menegakkan aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Peran ini ditegaskan dalam Maklumat Kapolri Nomor Mak/2/III/2020 tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Covid-19. Maklumat ini untuk mendukung Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020.
Maklumat Kapolri menyatakan, Polri mendukung penuh kebijakan pemerintah terkait penanganan Covid-19 dan memutus mata rantai wabah Covid-19 di Indonesia melalui penindakan kepada masyarakat yang masih berkumpul. Peran Polri dalam mengimbau menjaga jarak, menggunakan masker, menjaga kebersihan, dan tidak mudik menjadi bagian penting demi mendukung penanggulangan kasus Covid-19.
Selain itu, Polri juga fokus pada penanganan kejahatan yang berpotensi terjadi saat penerapan PSBB, seperti kejahatan jalanan, perlawanan terhadap petugas, masalah ketersediaan kebutuhan pokok, dan kejahatan siber. Dalam catatan Kompas, peran polisi ini relatif efektif untuk penegakan aturan PSBB di lapangan. Setidaknya, melalui Operasi Aman Nusa II untuk pencegahan Covid-19, Polri sudah membubarkan massa 610.118 kali, penyemprotan disinfektan 63.400 kali, dan melaksanakan edukasi atau imbauan kepada masyarakat.
Sebut juga aksi kemanusiaan Bripka Jerry Tumundo, personel Polda Sulawesi Utara, yang diapresiasi banyak pihak, bahkan viral di media sosial. Bripa Jerry berinisiatif memakamkan jenazah korban Covid-19 di saat banyak orang menghindarinya.
Sebut juga aksi kemanusiaan Bripka Jerry Tumundo, personel Polda Sulawesi Utara, yang diapresiasi banyak pihak, bahkan viral di media sosial. Bripa Jerry berinisiatif memakamkan jenazah korban Covid-19 di saat banyak orang menghindarinya. Seiring dengan kebijakan pemerintah terkait tatanan kehidupan normal baru, maklumat Kapolri juga sudah dicabut. Namun, peran polisi sebagai salah satu pihak yang berada di garis depan untuk mendukung tanggap darurat di masa pandemi ini tak bisa dibantah.
Tantangan
Menjalani peran di tengah pandemi tentu akan menjadi tantangan tersendiri bagi polisi. Bagaimanapun pandemi juga menciptakan masalah keamanan yang kompleks. Beban ekonomi sebagai dampak pandemi tentu membuka ruang potensi sekaligus kesempatan bagi tindak kejahatan. Berdasarkan data Polri, angka kriminalitas minggu ke-23 hingga ke-24 di masa pandemi meningkat signifikan, yakni 38,45 persen. Kriminalitas didominasi pencurian dengan pemberatan dalam bentuk penjambretan dan begal. Belum lagi bentuk kejahatan siber yang mengambil kesempatan saat segala aktivitas mulai beralih ke ruang daring.
Kriminalitas juga banyak terjadi dengan modus pelaku memanfaatkan situasi pembatasan sosial untuk melakukan kejahatan karena lingkungan relatif sepi. Pola kriminalitas lain yang juga terjadi selama masa pandemi, antara lain, penimbunan alat medis, penjualan obat-obatan palsu, pelanggaran ketertiban umum karena perselisihan masalah medis, dan hoaks terkait Covid-19.
Ragam tantangan ini tentu juga diikuti harapan publik bahwa kepolisian menjadi tumpuan menjaga keamanan. Bagaimana respons Polri dalam menjawab tantangan ini sedikit banyak akan memengaruhi persepsi publik pada kinerja polisi.
Mempertahankan persepsi publik di tengah pandemi ini menjadi pekerjaan rumah bagi kepolisian di usia 74 tahun. Selamat Hari Bhayangkara!