Sejumlah bidang pekerjaan tetap terbuka lebar untuk para pencari kerja meski pandemi secara umum menimbulkan krisis ketenagakerjaan. Hal ini dikontribusi perubahan paradigma bisnis ke arah digital dan keberlanjutan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah bidang pekerjaan tetap terbuka lebar untuk para pencari kerja meski pandemi secara umum menimbulkan krisis ketenagakerjaan. Hal ini dikontribusi dengan perubahan paradigma bisnis ke arah digital dan keberlanjutan.
Peluang kerja di antaranya masih terbuka di sektor perbankan yang kini semakin membutuhkan talenta digital. Bank OCBC NISP, misalnya, tetap akan merekrut pekerja baru, baik dari lulusan perguruan tinggi maupun profesional.
”Kami tidak menyetop perekrutan, baik fresh graduate maupun pro-hire. Semua masih sesuai rencana awal untuk mendukung transformasi digital,” kata Julie Anwar selaku Head of Human Capital Bank OCBC NISP di acara Kompas Talks berjudul ”Tren Dunia Kerja Saat Normal Baru” dalam siaran langsung Instagram harian Kompas, Kamis (2/7/2020).
Menurut Julie, pandemi justru mendorong percepatan transformasi digital karena sebagian besar kegiatan dan proses bisnis dilakukan dengan membatasi fisik dan sosial. Untuk itu, kebutuhan talenta digital juga otomatis meningkat.
Adapun kriteria pekerja yang dicari secara umum bukan hanya yang digital savvy, melainkan juga harus mampu beradaptasi secara cepat. Selain itu, pekerja kini juga perlu semakin pintar berkolaborasi.
”Ketika diharuskan bekerja di tempat berbeda karena menghindari kontak fisik di kantor, misalnya, komunikasi dan kolaborasi yang proaktif itu menjadi penting,” ujar Julie.
Pada kesempatan berbeda, Satrio Swandiko Prilliano selaku Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia juga menyampaikan adanya peluang kerja di industri hijau (green jobs) yang masih minim tersedia.
”Greenpeace mencoba melihat potensi green jobs dengan harapan Indonesia enggak cuma pulih dengan new normal saja, tetapi juga better normal,” katanya dalam kegiatan virtual media briefing berjudul ”Lapangan Kerja di Sektor Energi Terbarukan, Mengapa Tidak?”, hari ini.
Industri hijau itu, menurut dia, bisa dikembangkan di sektor kelistrikan, khususnya dalam pemanfaatan pembangkit surya. Potensi pekerjaan di bidang itu terbuka mengingat Indonesia telah menargetkan penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) hingga 23 persen di 2025. Sementara itu, target yang tercapai sampai saat ini baru sekitar 12 persen.
Industri pembangkit listrik tenaga surya (solar) dinilai akan mempercepat target penggunaan EBT, yang berguna mengurangi penggunaan energi batubara dan kontribusi terhadap kenaikan suhu global. Apalagi industri ini juga mampu menyerap banyak tenaga kerja.
”Lapangan kerja industri EBT lebih besar daripada batubara. Vietnam, contohnya, yang dalam dua tahun menambah kapasitas energi solar 5,5 gigawatt mampu menyerap 3,5 lapangan kerja per megawatt. Kalau batubara, hanya membuka 1,8 lapangan kerja per megawatt,” katanya.
Menurut data yang ia kutip, tenaga kerja yang bisa diserap seiring penambahan kapasitas solar di Vietnam bisa mencapai 100.000 lebih pekerja di 2030. Sementara pada tahun yang sama di Indonesia, peningkatan kapasitas solar diprediksi hanya mampu menyerap 20.000 pekerja.
Perubahan paradigma
Perusahaan konsultan manajemen multinasional, McKinsey & Company, mencatat, pandemi telah mengubah paradigma bisnis di masa kini dan masa depan. Hal itu disampaikan Partner, Leader of Mckinsey Digital Labs North Asia Dilip Mistry dalam webinar berbeda, kemarin.
Ia menyebut setidaknya ada enam poin utama yang berubah karena kesadaran akan pemanfaatan digital dan keberlanjutan. Pertama, mereka mencatat, e-commerce dan model online akan berkembang di model bisnis, baik bisnis ke bisnis maupun bisnis ke individu.
Kedua, perubahan gaya bekerja yang dilakukan secara jarak jauh membuat pekerja harus lebih fleksibel. Ketiga, pandemi juga menuntut rantai pasok untuk layanan dan produk untuk menjadi lebih sederhana dan fleksibel dengan bantuan teknologi digital.
Keempat, infrastruktur yang terhubung untuk memenuhi peningkatan konsumsi yang tiba-tiba juga semakin relevan.
”Situasi saat ini juga mendorong lonjakan permintaan produk dan layanan yang tidak ada atau tidak terlalu penting. Oleh karena itu, yang kelima, seluruh industri kini akan beralih ke model online, seperti layanan pembelajaran, kesehatan, dan rumah tangga,” katanya.
Keenam, tren beraktivitas dari jarak jauh dapat berpengaruh membuat ke lingkungan menjadi lebih bersih. ”Hal ini menimbulkan alternatif bisnis yang berkelanjutan, terutama dalam energi, yang akan memiliki daya tarik lebih bagi masyarakat,” katanya.