Pemulihan sektor pariwisata dunia tak lepas dari kebijakan penanganan Covid-19 di sejumlah negara. Beberapa negara masih membatasi warga negara untuk bepergian.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
Sektor pariwisata dan perhotelan yang terpuruk tengah memasuki fase baru. Sulit memastikan kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Namun, industri pariwisata harus berlanjut dan memulihkan kepercayaan wisatawan.
Lembaga pariwisata global World Travel and Tourism Council (WTTC) merilis, pandemi Covid-19 berdampak besar terhadap industri perjalanan dan pariwisata yang selama ini berkontribusi besar terhadap ekonomi dunia. Pada 2019, sektor ini mampu memberikan 330 juta pekerjaan dan berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 8,9 triliun dollar AS.
Namun, akibat pandemi Covid-19, sebanyak 100,8 juta pekerjaan berpotensi hilang. Kontribusi sektor ini terhadap PDB pun turun 31 persen menjadi sebesar 2,7 triliun dollar AS.
Pemulihan sektor pariwisata dunia tak lepas dari kebijakan penanganan Covid19 di sejumlah negara. Beberapa negara masih membatasi warga negara untuk bepergian. Dalam jangka pendek, pelaku industri diminta fokus menggarap pariwisata lokal dan penerbangan domestik, sambil menunggu kebijakan negara-negara lain untuk membuka jalur wisata.
Pemulihan sektor pariwisata dunia tak lepas dari kebijakan penanganan Covid-19 di sejumlah negara. Beberapa negara masih membatasi warga negara untuk bepergian.
Kebijakan pemerintah untuk mengaktifkan kembali kegiatan pariwisata, termasuk operasional perhotelan, membawa harapan bagi kebangkitan industri pariwisata Tanah Air. Kebangkitan sektor pariwisata memiliki efek berganda terhadap sektor lainnya, seperti perhotelan, perjalanan, makanan dan minuman, serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) memproyeksikan, sektor pariwisata dan perhotelan mulai bergeliat pada Juli 2020 seiring tumbuhnya permintaan. Sebagian hotel dan penginapan kecil yang masih wait and see dan belum beroperasi juga ancang-ancang mulai beroperasi kembali dengan mengadopsi protokol kesehatan.
Meski aktivitas perhotelan mulai berlangsung, tingkat okupansi hotel diprediksi tidak serta-merta segera pulih. Dalam jangka pendek, wisatawan masih terbatas melakukan perjalanan dan cenderung memilih lokasi wisata terdekat yang mudah dijangkau. Konsumen juga semakin selektif memilih akomodasi dan penginapan yang dirasakan aman dan memenuhi standar kesehatan.
Dari kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipaparkan dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR, sektor pariwisata diproyeksikan baru bisa pulih seperti sebelum kondisi pandemi pada 2024. Inilah momentum bagi pariwisata dan industri penunjangnya untuk menyusun model strategi baru dan beradaptasi.
Sebelum pandemi Covid-19, wisatawan sudah mulai terbiasa memanfaatkan teknologi digital untuk pemesanan akomodasi secara daring. Sekitar 70 persen wisatawan merencanakan perjalanan secara digital, mulai dari mencari destinasi, memesan penginapan, bertransaksi, hingga mengunggah pengalaman berwisata ke media sosial. Bisnis pemesanan akomodasi secara dalam jaringan tumbuh pesat dengan kemitraan yang terus meluas dengan pemilik hotel dan jasa transportasi.
Namun, tidak dimungkiri, ekosistem digital bisnis akomodasi pun tak luput dari gempuran dampak pandemi. Ini antara lain terlihat dari tumbangnya perusahaan pemesanan akomodasi Airy Rooms yang telah memiliki 1.000 mitra properti. Perusahaan pemesanan Hotel Oyo juga menghadapi perampingan karyawan.
Asosiasi E-Commerce Indonesia (IdeA) meyakini, pariwisata yang ditopang teknologi digital tetap memiliki potensi besar untuk segera bangkit. Penyebabnya, konsumen Indonesia yang sekian lama ”puasa” liburan pada akhirnya akan butuh liburan begitu pandemi Covid-19 usai. Pemasaran hotel berbasis daring akan banyak membantu menarik wisatawan asing ataupun lokal.
Konsumen Indonesia yang sekian lama ’puasa’ liburan pada akhirnya akan butuh liburan begitu pandemi Covid-19 usai.
Inilah tantangan bagi hotel dan penginapan, khususnya skala kecil, untuk meningkatkan kualitas layanan dan memperkuat promosi secara mandiri melalui media sosial, ataupun kemitraan dengan bisnis pemesanan berbasis daring. Di samping itu, perlu mengadopsi transaksi secara digital untuk kemudahan pembayaran. Proses yang praktis dan aman kian menjadi pilihan konsumen.
Tantangan lain yang dihadapi adalah kondisi penanganan Covid-19 yang masih tidak menentu. Angka positif Covid-19 belum melandai. Oleh karena itu, pekerjaan rumah yang tak kalah pentingnya bagi pelaku bisnis penginapan untuk bisa segera bangkit adalah peningkatan layanan kebersihan, kesehatan, dan keamanan penginapan untuk membangkitkan kepercayaan konsumen.