Besarnya pendanaan yang dibutuhkan dan evaluasi belanja modal perusahaan di situasi pandemi Covid-19 menjadi pertimbangan bagi Pertamina untuk memprioritaskan peningkatan kapasitas kilang minyak.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) memprioritaskan program peningkatan kapasitas kilang dan hanya membangun satu kilang baru sampai tahun 2027. Besarnya pendanaan yang dibutuhkan dan evaluasi belanja modal perusahaan di situasi pandemi Covid-19 sekarang ini menjadi pertimbangan. DPR menyarankan agar kilang untuk wilayah Indonesia bagian timur diperhatikan.
Menurut CEO PT Kilang Pertamina International Refining and Petrochemical Ignatius Tallulembang, program peningkatan kapasitas kilang Pertamina dilakukan di kilang Balikpapan di Kalimantan Timur, kilang Dumai di Riau, kilang Balongan di Jawa Barat, dan kilang Cilacap di Jawa Tengah. Sementara kilang baru yang akan dibangun direncanakan di Tuban, Jawa Timur.
Semula Pertamina juga akan membangun kilang baru di Bontang, Kalimantan Timur, tetapi batal. ”Prioritas utama kami adalah up grading (peningkatan kapasitas) kilang. Total investasi yang kami butuhkan mencapai 48 miliar dollar AS selama enam tahun ke depan. Targetnya adalah semua tuntas di tahun 2027,” ujar Tallulembang, dalam rapat dengar pendapat dengan anggota Komisi VII DPR di Jakarta, Rabu (1/7/2020).
Tallulembang menambahkan, tantangan utama dalam membangun kilang adalah pendanaan. Sejauh ini, mayoritas pendanaan dalam program up grading kilang diperoleh dari pinjaman yang porsinya mencapai 60 persen. Adapun sisanya sebesar 40 persen dari kas Pertamina. Saudi Aramco, perusahaan minyak Arab Saudi, mundur sebagai mitra pada proyek kilang Cilacap karena perbedaan penilaian besaran investasi.
”Masalah lainnya adalah begitu banyaknya perizinan, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Kami sangat berharap dukungan pemerintah dan DPR untuk mempercepat penyelesaikan proyek ini,” kata Tallulembang.
Proyek peningkatan kapasitas kilang yang saat ini sedang berlangsung ada di kilang Balikpapan. Menurut Pertamina, proyek ini sudah menyerap 5.000 tenaga kerja dan akan bertambah jadi 20.000 orang sampai akhir tahun ini.
Investasi pada proyek peningkatan kapasitas kilang Balikpapan mencapai 4 miliar dollar AS dan akan menaikkan kapasitas produksi dari 260.000 barel per hari menjadi 360.000 barel per hari.
Anggota Komisi VII DPR dari Partai Nasdem, Ina Elisabeth Kobak, mengatakan, Pertamina sebaiknya turut memperhatikan pengembangan kilang yang ada di Indonesia bagian timur. Di Papua Barat, ada satu kilang Pertamina di Sorong dengan kapasitas 10.000 barel per hari. Kilang tersebut sudah beroperasi sejak 1997.
”Saya berharap Pertamina turut memperhatikan pengembangan kilang di Sorong agar wilayah Indonesia bagian timur tidak terus bergantung pada kilang Balikpapan untuk penguatan pasokan bahan bakar minyak. Peningkatan kapasitas kilang di Sorong juga akan memperkuat program BBM satu harga untuk wilayah Papua dan Papua Barat,” tutur Ina.
Sebelumnya, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menyatakan, peningkatan kapasitas kilang akan mengurangi impor BBM oleh Pertamina. Saat ini, Pertamina masih mengimpor berbagai jenis BBM dan minyak mentah lantaran masih terbatasnya kemampuan produksi kilang di dalam negeri.
Akan tetapi, untuk solar dan avtur, Pertamina sudah mampu memproduksi di dalam negeri sehingga tak lagi impor sejak triwulan I-2019.
”Selain itu, program peningkatan kapasitas kilang akan mengintegrasikan dengan produk-produk petrokimia. Kilang milik Pertamina juga akan ditingkatkan mutu produknya agar setara dengan standar Euro 4 atau Euro 5 yang akan menghasilkan BBM yang lebih ramah lingkungan,” kata Fajriyah.
Saat ini, konsumsi BBM nasional mencapai 1,5 juta barel per hari, sedangkan kemampuan produksi BBM dari kilang di dalam negeri hanya 800.000 barel per hari. Sepanjang 2019, Pertamina tercatat mengimpor minyak mentah sebanyak 87 juta barel dan impor BBM sebanyak 128,4 juta barel. Adapun impor elpiji di tahun tersebut sebanyak 5,8 juta ton.