Aset Sitaan Kasus Jiwasraya Mencapai Rp 18,4 Triliun
›
Aset Sitaan Kasus Jiwasraya...
Iklan
Aset Sitaan Kasus Jiwasraya Mencapai Rp 18,4 Triliun
Nilai aset sitaan dalam kasus Jiwasraya jauh lebih tinggi dari perkiraan kerugian negara akibat korupsi di perusahaan tersebut. Ini untuk mengantisipasi sebagian aset sitaan berupa saham yang nilainya fluktuatif.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung telah menyita aset yang terkait dalam kasus tindak pidana korupsi pengelolaan dana investasi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) senilai Rp 18,4 triliun. Nilai aset sitaan yang lebih tinggi dari nilai kerugian negara tersebut dimaksudkan untuk mengantisipasi sebagian aset sitaan berupa saham yang nilainya fluktuatif.
Hal itu terungkap dalam rapat Panitia Kerja Pengawasan Penegak Hukum Jiwasraya DPR dengan Kejaksaan Agung (Kejagung), Kamis (2/7/2020), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Kejagung diwakili Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Ali Mukartono.
Dalam paparan yang merupakan jawaban atas pertanyaan anggota Panja Jiwasraya pada rapat sebelumnya, Ali menjelaskan, hingga saat ini tim penyidik telah memeriksa sekitar 200 saksi dan 16 ahli untuk kasus Jiwasraya. Dari perhitungan kerugian negara sebesar Rp 16,81 triliun, tim penyidik telah menyita aset dengan nilai sekitar Rp 18,4 triliun yang sebagian besar berupa saham.
”Pada kasus First Travel, yang disita penyidik dari kepolisian hanya 4 persen dari total jumlah kerugian sehingga tidak mungkin dikembalikan ke nasabah. Agar jangan sampai terjadi seperti itu, kami menyita sebanyak-banyaknya, yakni sampai Rp 18,4 triliun,” kata Ali. Adapun kerugian dalam kasus First Travel mencapai Rp 905 miliar.
Menurut Ali, karena perkara tersebut adalah tindak pidana korupsi, maka yang dihitung adalah kerugian negara, bukan kerugian nasabah.
Meski demikian, dalam sebuah rapat yang dihadiri Menteri Keuangan, tim penyidik Kejagung diminta menyita aset sebanyak-banyaknya yang kemungkinan akan digunakan untuk memenuhi hak nasabah.
Terkait dengan pertanyaan Panja Jiwasraya DPR tentang keterkaitan Grup Bakrie dan Grup Mayapada dalam kasus Jiwasraya, Ali menyatakan, hal itu masih didalami tim penyidik. Saham Grup Bakrie yang dimiliki PT Asuransi Jiwasraya saat ini nilainya sekitar Rp 973 miliar, turun dari sebelumnya yang pernah mencapai sekitar Rp 1,7 triliun.
Seusai rapat, Ali membenarkan bahwa persentase kepemilikan saham Grup Bakrie oleh PT Asuransi Jiwasraya (Persero) paling besar. Namun, sampai saat ini tidak ditemukan perbuatan melawan hukum terkait hal itu.
Adapun keterkaitan kasus Jiwasraya dengan Grup Mayapada, menurut Ali, sampai saat ini tim penyidik belum melihat keterkaitan salah seorang terdakwa kasus Jiwasraya, yakni Benny Tjokrosaputro, dengan pemilik Grup Mayapada, yakni Dato Sri Tahir. Yang diketahui penyidik adalah Benny Tjokrosaputro pernah mendapatkan kredit dari Bank Mayapada.
Perkara Asuransi Jiwasraya disidik sebagai dugaan tindak pidana korupsi karena dalam proses investasinya diawali dari dugaan kesepakatan antara para tersangka yang duduk di manajemen PT Asuransi Jiwasraya dan para terdakwa dari luar PT Asuransi Jiwasraya. Sebelum terjadi pembelian saham, saham yang akan dibeli PT Asuransi Jiwasraya tersebut dimanipulasi terlebih dahulu sehingga harganya naik.
Sementara 13 perusahaan manajemen investasi ditetapkan sebagai tersangka karena diduga turut berkompromi membeli unit penyertaan reksa dana yang berasal dari perusahaan yang berafiliasi pada terdakwa Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat. Ketiga belas perusahaan tersebut diduga tidak independen.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah menambahkan, pejabat dari Otoritas Jasa Keuangan, yakni Fakhri Hilmi, ditetapkan sebagai tersangka karena posisi dan jabatannya. Mestinya, sebagaimana kewenangan yang dimiliki, tersangka dapat mencegah agar kerugian tidak semakin besar.
Ali memastikan proses penyidikan dan pemeriksaan dilakukan berdasarkan kebutuhan pembuktian di persidangan, bukan atas permintaan pihak-pihak tertentu. ”Semua yang disebutkan anggota Panja itu, kalau dalam perkembangannya ada, akan kami panggil,” ujar Ali.
Ketua Panja Jiwasraya DPR Herman Herry mengatakan, anggota Panja Jiwasraya memiliki hak untuk bertanya kepada Kejaksaan Agung, tetapi tidak bisa mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan. Dia memastikan kemitraannya dengan Kejagung bersifat profesional, bermartabat, dan bermoral.