Efek Samping Imunisasi
Saya sering membaca bahwa imunisasi adalah cara yang penting untuk mencegah penularan penyakit. Dewasa ini sudah banyak vaksin yang ada.
Saya sering membaca bahwa imunisasi adalah cara yang penting untuk mencegah penularan penyakit. Dewasa ini sudah banyak vaksin yang ada. Anak-anak juga menjalani imunisasi agar dapat tumbuh kembang dengan baik dan terhindar dari penularan penyakit. Sejak bayi sampai usia remaja, pemerintah menyediakan imunisasi bagi masyarakat.
Anak saya sekarang naik kelas enam sekolah dasar. Saat duduk di kelas lima, siswa mendapat imunisasi pencegah kanker serviks, namanya vaksinasi HPV. Menurut wali kelas, imunisasi ini harus diulang satu tahun lagi, yakni ketika ia di kelas enam sekarang ini. Semua siswi kelas lima mendapat imunisasi ini secara cuma-cuma. Saya bersyukur karena jika ingin mendapat vaksinasi di layanan swasta biayanya cukup mahal.
Saya dapat membayangkan berapa juta anak setiap tahun diimunisasi, termasuk anak usia sekolah dan remaja. Bahkan sekarang saya juga menyadari bahwa orang dewasa juga perlu diimunisasi. Di kantor saya setiap tahun menjalani imunisasi influenza. Menurut dokter keluarga kami, orang usia lanjut juga dianjurkan untuk menjalani imunisasi influenza dan pneumokok. Saya dan suami menyiapkan dana untuk orangtua dan mertua agar dapat menjalani imunisasi tersebut.
Setiap obat, termasuk vaksin, tentu mempunyai efek samping. Banyak orang yang meragukan keamanan vaksin. Mereka mengakui bahwa vaksin bermanfaat, tetapi masih khawatir vaksin akan menimbulkan efek samping yang merugikan.
Dapatkah Dokter menjelaskan bagaimana usaha pakar kesehatan untuk menjaga agar vaksin yang digunakan selain bermanfaat juga aman? Apakah ada pemantauan efek samping vaksin dan apa yang terjadi jika terjadi efek samping yang tak diinginkan akibat penggunaan vaksin? Apakah pemerintah selain menganjurkan imunisasi juga mengawasi pemberian imunisasi ini agar masyarakat terlindung dari hal-hal yang tak diinginkan? Apa yang harus dilakukan oleh orangtua jika sekiranya anaknya mengalami efek samping setelah menjalani imunisasi? Terima kasih atas penjelasan Dokter.
N di B
Imunisasi merupakan salah satu cara terbaik untuk memutus rantai penularan penyakit. Kita perhatikan saat ini hampir semua pihak menunggu keberadaan vaksin Covid-19 dengan harapan penularan penyakit ini akan dapat terhenti setelah imunisasi secara besar-besaran di masyarakat. Jika imunisasi dapat mencakup sekitar 90 persen populasi yang akan dilindungi, diharapkan penularan Covid-19 akan terhenti. Nah, dengan pemahaman tersebut, sekarang jelas bahwa imunisasi amat diperlukan dalam menurunkan risiko penularan penyakit.
Kekebalan tubuh kita dapat ditingkatkan dengan pola hidup sehat, makan yang bergizi, olahraga teratur, tidur cukup, tetapi kekebalan itu tidak mencukupi untuk melawan penyakit tertentu seperti cacar air, difteri, atau polio. Anak-anak harus mendapatkan imunisasi yang lengkap agar terhindar dari penyakit-penyakit menular tersebut serta penyakit lain yang telah ada vaksinnya.
Pemerintah Indonesia seperti halnya semua pemerintah di dunia ini menyediakan program imunisasi nasional untuk melindungi anak-anak dari penyakit menular. Bayi perlu mendapatkan imunisasi dasar yang dilanjutkan dengan imunisasi pada usia anak serta usia sekolah. Remaja putri perlu mendapat perlindungan dari infeksi rubela (cacar jerman) agar pada waktu hamil tidak terinfeksi penyakit ini.
Ibu hamil muda yang terinfeksi rubela dapat mengakibatkan bayi yang dikandungnya cacat bahkan dapat meninggal. Dulu di Amerika Serikat banyak bayi lahir dengan kecacatan akibat rubela. Kecacatan tersebut dapat mengenai otak, jantung, mata, dan telinga. Kita dapat membayangkan beban orangtua yang mengasuh anak akibat kecacatan yang berat tersebut.
Sekarang di Amerika Serikat sudah hampir tak ditemukan lagi kecacatan bayi akibat sindrom rubela kongenital ini. Kita tentu mendambakan setiap bayi yang lahir dalam keadaan sehat serta mereka akan tumbuh kembang menjadi putra-putri tanah air yang sehat sehingga dapat membangun bangsa ini. Itulah sebabnya, pemerintah menyelenggarakan imunisasi pada bayi, anak, remaja, termasuk calon pasangan yang akan menikah.
Bahkan sekarang Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) juga menganjurkan imunisasi influenza pada perempuan hamil. Orang dewasa yang mempunyai penyakit kronik serta kelompok lanjut usia dianjurkan untuk menjalani imunisasi influenza dan pneumokok.
Anda benar, jutaan bayi dan anak setiap tahun diimunisasi di negeri kita. Coba hitung berapa totalnya di seluruh dunia. Pada waktu imunisasi MR tahun 2017 dan 2018 kita melakukan imunisasi pada sekitar 70 juta anak dan remaja. Imunisasi influenza di seluruh dunia dilakukan pada ratusan juta orang. Bahkan jika vaksin Covid-19 yang sedang dalam penelitian dinyatakan berhasil baik, mungkin akan digunakan oleh miliaran orang.
Nah, dapat dibayangkan jika vaksin yang digunakan pada jutaan atau miliaran orang tersebut mempunyai efek samping berbahaya, tentulah sangat merugikan masyarakat. Itulah sebabnya, lembaga yang memberikan izin peredaran vaksin seperti Badan Pengawas Makanan dan Obat AS (FDA), WHO serta UNICEF tidak hanya memperhatikan manfaat vaksin, tetapi juga keamanan vaksin.
Efek samping vaksin mungkin ada, tetapi amat jarang. Efek samping tersebut biasanya bersifat lokal, seperti kemerahan di tempat suntikan, rasa nyeri, atau pembengkakan. Efek samping yang bersifat sistemik, apalagi serius, amat jarang. Jika efek samping vaksin merugikan kesehatan, vaksin tersebut tidak akan diizinkan beredar.
Dalam pengembangan vaksin unsur manfaat dan keamanan ini amat diperhatikan. Biasanya untuk mengembangkan suatu vaksin dari suatu konsep hingga pemakaian di masyarakat memakan waktu sekitar 10 tahun. Bahkan vaksin HIV/AIDS yang telah dinantikan sejak 30 tahun yang lalu sampai sekarang belum berhasil dipasarkan karena manfaatnya rendah akibat sifat HIV yang cepat bermutasi.
Meski dalam pengembangan vaksin unsur keamanan ini telah menjadi pertimbangan utama, dalam penggunaan di masyarakat pemerintah membentuk suatu Komisi Kejadian Ikutan Pascaimunisasi (KIPI). Jadi, pemerintah tidak hanya menganjurkan masyarakat untuk ikut imunisasi, tetapi menjaga agar kejadian ikutan pascaimunisasi dapat dikurangi serendah mungkin dan jika terjadi, dapat ditangani dengan cepat dan tepat.
Komisi ini tidak hanya ada di pusat, tapi juga di daerah. Jika ada orangtua melaporkan kejadian yang tak diharapkan pada seorang anak yang baru menjalani imunisasi, misalnya terjadi kejang, laporan tersebut harus segera ditanggapi dan anak tersebut harus segera ditolong. Jika perlu, anak tersebut akan dirawat agar mendapat pertolongan yang baik.
Setelah itu, komisi akan menelusuri dan mengadakan penelitian apakah kejang tersebut disebabkan oleh imunisasi atau sebab lain. Dari analisis komisi selama ini kebanyakan KIPI tidak berkaitan dengan imunisasi, tetapi karena penyebab lain. Meski demikian, semua kejadian yang tidak diharapkan pascaimunisasi mendapat pertolongan dulu barulah ditelusuri sebab akibatnya.
Untuk peserta program imunisasi nasional, pengobatan atau perawatan akibat kejadian ikutan ini ditanggung oleh pemerintah. Kita temasuk 10 negara yang oleh WHO dinyatakan memiliki jumlah anak yang tak mendapat imunisasi masih cukup besar. Mari kita berikan hak anak kita agar mereka mendapat imunisasi dan tumbuh kembang dengan baik.