Tren bertani di lahan sempit kian menggeliat di Kota Yogyakarta. Warga menanami halaman dan ruang-ruang kosong dengan aneka sayuran. Selain menghijaukan lingkungan, upaya ini juga memperkuat ketahanan pangan warga.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·5 menit baca
Sudut-sudut kampung Kota Yogyakarta, belakangan kian menghijau. Aneka tanaman sayur dikembangkan di ruang sempit. Hasil panen para petani urban ini bahkan telah menopang kebutuhan warga saat pandemi.
Sumartinah (50), berjalan santai menikmati sore ditemani sang cucu di gang depan rumahnya, di Kelurahan Bausasran, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (18/6/2020). Suasana adem dan segar begitu terasa meski di jantung kota. Kondisi itu tercipta berkat rimbun tanaman sayur yang menghijau di kanan-kiri jalan, baik yang ditanam di pot, hidroponik, hingga memenuhi tembok dengan sistem kantong tanaman dinding (wall planter bag).
“Senang rasanya lihat yang hijau-hijau seperti ini. Seperti rasanya ikut merasa segar. Lebih baik ada yang hijau-hijau seperti ini daripada pemandangannya hanya bangunan dan tembok,” ucap Sumartinah.
Daerah tempat tinggal Sumartinah yang terletak sekiar dua kilometer timur laut titik nol kilometer Yogyakarta, tergolong perkampungan padat penduduk. Rumah satu dengan yang lain saling berdempetan. Jalan kampung juga relatif sempit, tak lebih dari dua meter.
Meski demikan, tanaman sayur tampak riuh memenuhi lorong-lorong kampung, ijo royo-royo. Mulai dari cabai, terong, hingga kangkung tumbuh subur menghijau. Begitulah gambaran salah satu “lorong sayur” di Bausasran, sebutan warga setempat untuk gang kecil yang dirimbuni aneka tanaman dengan berbagai sistem tanam. Lebih kurang 20 lorong sayur terdapat di sana.
“Kebetulan, saya ikut merawat salah satu lorong bersama dua orang teman. Perawatannya sederhana. Cukup disirami setiap hari. Jika ada daun mengering, juga langsung dicabut. Saya mau ikut merawat karena memang sudah hobi bercocok tanam,” tutur Sumartinah, yang sehari-hari bekerja sebagai pembuat kue itu.
Aktivitas tani lahan sempit di Bausasran dirintis sejak 2009. Kala itu, pihak kelurahan mendorong warga mengikuti lomba program kampung iklim (proklim) pemerintah kota. Ketua Kelompok Tani Gemah Ripah Bausasran Winaryati (43) menceritakan, sejak itu, warga mulai menanam sayur di rumah masing-masing. Hal itu dilakukan secara konsisten hingga 2019, tercatat sebanyak enam kelompok tani di kelurahan itu.
Untuk memperkuat jejaring, Winaryati berinisiatif merangkul seluruh kelompok tani dalam satu wadah besar hingga terlahir Kampung Sayur Bausasran. Hasilnya, pada 2019, Kampung Sayur Bausasran meraih peringkat pertama Lomba Kampung Sayur di Kota Yogyakarta.
“Kami terus mencoba produktif di tengah keterbatasan. Lahan sempit belum tentu menjadi penghambat agar tetap produktif,” kata Winaryati.
Donasi sayur
Berawal dari lahan di halaman rumah, pada perjalanannya, kelompok tani di Bausasran mampu membuat satu lahan komunal seluas lebih kurang 400 meter persegi. Semula, lahan itu berwujud bangunan indekos milik salah seorang anggota kelompok. Setelah ambruk diguncang gempa bumi 2006, pemilik lahan memperbolehkan tanahnya itu dijadikan lahan komunal pertanian.
Semangat warga Bausasran bertani pun semakin menguat. Beragam sayur ditanam di lahan tersebut. Mulai dari selada, kol, sawi, kembang kol, cabai, terong, pare, kangkung, dan tomat. Metode tanam juga terus dikembangkan secara kreatif.
Winaryati mengaku, hasil panen dari kampung sayur terhitung lumayan. Lebih kurang, 10-15 kilogram sayur dihasilkan per hari. Setidaknya, warga tak lagi membeli sayuran ke warung atau pasar. Mereka yang butuh langsung memetik dan membayar ke bendahara kelompok. Bahkan, sebelum pandemi, kampung mereka juga kerap dikunjungi rombongan wisatawan yang kemudian ikut membeli sayuran.
Namun sejak dilanda pagebluk, hasil panen banyak tak terjual. Untuk itu, Kelompok Tani Gemah Ripah bersama warga berinisiatif membagikan sayuran kepada warga terdampak Covid-19. “Kami sudah menyumbangkan sebagian hasil panen ke sejumlah dapur umum Covid-19. Selain itu, sebagian juga kami salurkan ke program canthelan sayur di kampung kami,” tutur Winaryati.
Kelompok Tani Gemah Ripah bersama warga berinisiatif membagikan sayuran kepada warga terdampak Covid-19.
Canthelan sayur merupakan gerakan solidaritas yang digagas warga dengan meletakkan bungkusan kebutuhan pokok termasuk sayuran, untuk diambil mereka yang membutuhkan. Gerakan ini marak di sejumlah kampung di Yogyakarta selama pandemi.
Winaryati menambahkan, aktivitas tani kota juga berdampak positif bagi kehidupan sosial warga. Semangat gotong-royong menguat setelah kampung sayur terbentuk. Salah satunya tecermin dari guyubnya warga dalam kerja bakti rutin antarkelompok tani.
Sementara itu, terpaut tiga kilometer di sebelah barat Bausasran, pertanian lahan sempit juga tumbuh di Kampung Badran, Kelurahan Bumijo, Kecamatan Tegalrejo. Menyusuri gang-gang di kampung itu, hijau tanaman sayur berselingan dengan tanaman hias membuat asri suasana. Tanaman sayur tumbuh hampir di setiap rumah.
Kepala Bidang Pengembangan Kelompok Tani Makmur Badran, Anastasia Partini (59), mengatakan, kelompok tani di daerah itu terbentuk sejak 2007. Semula, warga hanya bercocok tanam di rumah masing-masing. Hingga pada 2018, mereka akhirnya memiliki lahan komunal.
“Lahan ini awalnya ditumbuhi rumput-rumput liar dan tidak terawat. Pemiliknya memperbolehkan kami menggunakannya sebagai lahan tanam. Sejak itu, warga makin antusias bercocok tanam,” kata Anastasia.
Tidak hanya membuang penat, tetapi juga memberikan manfaat. Diharapkan, aktivitas bercocok tanam berbasis kampung ini mendukung ketahanan pangan warga.
Ia melihat, di masa pandemi, aktivitas bercocok tanam kian digandrungi warga. Tidak hanya membuang penat, tetapi juga memberikan manfaat. Diharapkan, aktivitas bercocok tanam berbasis kampung ini mendukung ketahanan pangan warga.
“Jadi, tidak harus apa-apa beli. Apa yang ditanam bisa dimanfaatkan sendiri. Satu sama lain bisa saling membeli. Kalau hasil panen yang ditanam di lahan komunal ini khusus dijual lewat grup WhatsApp untuk kepentingan perputaran uang kebutuhan kelompok tani,” tutur Anastasia.
Menurut data Pemkot Yogyakarta, saat ini, terdapat 104 kampung sayur yang tersebar di 14 kecamatan dengan total luas lahan 3,5 hektar. Geliat warga menghijaukan kampung itu pun diapresiasi Pemkot dengan membentuk wadah relawan hijau. “Tujuan relawan hijau termasuk menggeliatkan gerakan menanam untuk kebutuhan ketersediaan pangan praktis dan kebutuhan menambah ruang terbuka hijau,” kata Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, Suyana, menambahkan, kegiatan relawan hijau relevan dengan pembatasan sosial selama pandemi. “Ini jadi kesempatan bagus. Tidak ada alasan sibuk dan repot. Tidak ada alasan lagi untuk tidak mulai ikut menanam,” kata dia.
Terlebih belakangan, bercocok tanam telah menjadi salah satu tren gaya hidup warga urban yang berkembang seiring pembatasan sosial dampak pandemi. Selain menambah segar lingkungan tempat tinggal, hasilnya pun mendukung ketahanan pangan warga kota.